GoPay Gaet Bank Jago, Tren Fintech Rambah Bank Digital Akan Berlanjut

Desy Setyowati
21 Desember 2020, 14:20
GoPay Gaet Bank Jago, Tren Fintech Indonesia Rambah Bank Digital?
Jakub Jirsak/123rf
Ilustrasi
  • Gojek merambah bisnis bank digital dengan menambah kepemilikan saham di Bank Jago melalui GoPay
  • Merger dan akuisisi antara fintech dan bank di Indonesia diprediksi marak tahun depan
  • Singapura dan Malaysia memiliki regulasi bank digital, bank dan fintech Indonesia diramal masif kolaborasi

Gojek melalui lini usahanya, GoPay, merambah bisnis perbankan dengan memiliki 22% saham PT Bank Jago Tbk (ARTO). Perusahaan-perusahaan teknologi finansial atau fintech Indonesia diprediksi marak menggandeng perbankan untuk merambah bank digital.

Sebelum GoPay, fintech lending atau pembiayaan Akulaku merambah bank digital dengan mengakuisisi Bank Yudha Bhakti pada 2019 yang kini menjadi Neo Commerce. “Tren ke depan lebih mengarah pada integrasi vertikal, yakni akuisisi atau merger antara bank dan fintech” kata Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira kepada Katadata.co.id, Senin (21/12).

Advertisement

Cara tersebut dinilai mampu mengembangkan ekosistem keuangan secara lebih luas. Ini karena fintech punya keunggulan dari sisi penilaian kredit atau credit scoring, tetapi lemah dari sisi data calon debitur. Sedangkan bank mempunyai akses terhadap data ini melalui Sistem Layanan Infromasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Selain itu, pendapatan dari komisi atau fee based income yang diterima bank atas transaksi isi ulang (top up) cukup besar. “Bayangkan, setiap isi GoPay dikenakan Rp 1.000. Kalikan saja dengan volume transaksi nasabah. Ini lebih baik fintech yang menguasai,” ujar dia. 

Dari sisi bank, fintech menjadi saran untuk mengembangkan keamanan digital dan memperluas penetrasi pinjaman atau channeling. Ini karena regulasi perbankan jauh lebih ketat ketimbang fintech.

“Jadi bank pun membutuhkan fintech. Semacam simbiosis mutualisme,” ujar Bhima, yang pernah melakukan kajian bersama Asosiasi Fintech terkait peran teknologi finansial terhadap ekonomi Indonesia.

Perkembangan bisnis fintech lending di Indonesia
Perkembangan bisnis fintech lending di Indonesia (PwC, 2019)

Tren konsolidasi antara bank dan fintech juga didorong oleh kajian OJK terkait regulasi baru teknologi finansial. Dalam rancangan regulasi tersebut, otoritas berencana menaikkan modal inti yang harus disetor penyelenggara ketika mengajukan izin dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 15 miliar.

OJK pun berniat memasukkan pasal terkait merger dan akuisisi. “Vertikal lebih baik dibandingkan integrasi horizontal atau sesama fintech. Ini karena target pasarnya sama, lalu apa untungnya bergabung?” kata Bhima.

Selain itu, otoritas moneter Singapura, Monetary Authority of Singapore (MAS), memberikan lisensi bank digital kepada induk Shopee, Sea Group dan konsorsium Grab-Singapore Telecommunications Limited (Singtel).

MAS juga memberikan lisensi bank digital grosir alias digital wholesale bank (DWB) kepada Ant Group. Konsorsium yang terdiri dari Greenland Financial Holdings, Linklogis Hong Kong, dan Beijing Co-operative Equity Equity Investment Fund Management juga memperoleh izin DWB.

Dikutip dari Reuters, para analis menilai bahwa kehadiran pemegang lisensi itu akan berdampak kecil terhadap tiga bank lokal besar yakni DBS Group Holdings, Oversea-Chinese Banking Corp dan United Overseas Bank. Akan tetapi, mereka dapat menggunakan kesempatan itu untuk memperluas layanan ke pasar Asia Tenggara lainnya, termasuk Indonesia.

Bank Negara Malaysia (BNM) juga meluncurkan kerangka kerja terkait lisensi bank digital pada awal tahun ini. Bank sentral itu berencana menerbitkan lima lisensi bank digital konvensional maupun syariah.

Di kedua negeri jiran tersebut, bank digital benar-benar tidak memiliki kantor cabang. Sedangkan Indonesia belum memiliki aturan terkait bank digital. Perbankan yang merambah layanan digital baru mengacu pada Peraturan OJK (POJK) Nomor 12 Tahun 2018.

Dalam regulasi tersebut, definisi perbankan digital yakni layanan yang dikembangkan dengan mengoptimalkan pemanfaatan data nasabah dalam rangka melayani konsumen secara lebih cepat, mudah, dan sesuai dengan kebutuhan.

OJK pun tengah mengkaji aturan bank digital, yang definisinya sama dengan Singapura. “Indonesia akan menuju ke sana,” ujar Deputi Komisioner Institute dan Keuangan Digital OJK Sukarela Batunanggar, pada Oktober tahun lalu.

Oleh karena itu, Ekonom Senior Indef Aviliani menilai bank di Indonesia belum siap sepenuhnya untuk menjadi neobank pada tahun depan. Digitalisasi perbankan di Nusantara baru sebatas memperluas layanan berbasis internet.

Saat ini, perbankan juga masih membuka banyak cabang. "Ini tidak mungkin dihilangkan begitu saja," ujar Aviliani dalam acara ‘Diskusi Publik Menatap Masa Depan Fintech dan UMKM 2021’ Selasa pekan lalu (15/12).

Untuk mengimbangi perkembangan di Singapura dan Malaysia, menurutnya bank akan masif menggandeng startup fintech pada tahun depan. "Bank butuh (sarana untuk) menjangkau ke segmen yang belum terjangkau selama ini," ujarnya.

Maraknya kolaborasi antara bank dan fintech lending pun sudah terlihat sejak tahun ini. Berdasarkan data OJK, porsi pemberi pinjaman atau lender insitusi di sektor ini terus meningkat sejak Januari hingga September.

Kenaikan tertinggi yakni dari 0,22% pada Juli menjadi 0,33% di Agustus, sebagaimana terlihat pada Tabel di bawah ini:

Jumlah Rekening LenderPorsi Lender Institusi
Desember 2019605.9350,2%
Januari616.0000,2%
Juli663.8650,22%
Agustus669.5800,33%
September681.6320,34%

Sumber: OJK

Potensi Bisnis Bank Digital

Yang terbaru, Gojek resmi mengumumkan lini bisnis barunya lewat Bank Jago. Langkah kolaborasi itu diprediksi memperkuat posisi dedacorn ini di bisnis keuangan digital, baik di Indonesia maupun Asia Tenggara.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement