Google Mau Bayar Konten Berita di Prancis, tapi ‘Protes’ di Australia

Desy Setyowati
22 Januari 2021, 12:22
Google Mau Bayar Konten Berita di Prancis, tapi ‘Protes’ di Australia
ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY
Seorang pria membuka laman Google dari gawainya di Jakarta, Jumat (12/4/2019).

Google setuju untuk membayar penerbit di Prancis atas konten berita yang ditampilkan di platform. Namun, raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) ini mengancam akan menutup layanan mesin pencarian di Australia untuk kebijakan serupa.

Pemerintah Australia sedang dalam proses untuk mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) yang memaksa raksasa teknologi menegosiasikan pembayaran dengan penerbit dan penyiar lokal atas konten berita yang ditampilkan di platform. Jika tidak mencapai kesepakatan, arbitrator yang ditunjuk oleh pemerintah akan memutuskan harganya.

Google memprotes regulasi tersebut. “Ditambah dengan risiko finansial dan operasional yang tidak dapat dikelola jika versi ‘kode etik wajib’ ini menjadi UU, itu tidak memberi kami pilihan selain berhenti menyediakan Google Search di Australia,” kata Direktur Pelaksana Google untuk Australia dan Selandia Baru Mel Silva kepada komite senat, dikutip dari Reuters, Jumat (22/1).

Perdana Menteri Australia Scott Morrison menegur Google atas ancaman tersebut. “Orang-orang yang ingin bekerja dengan di Australia, terima kasih banyak. Tapi kami tidak menanggapi ancaman," kata dia kepada wartawan.

Google menilai, regulasi itu terlalu luas. Tanpa revisi RUU, menawarkan alat pencarian yang terbatas akan terlalu berisiko.

Anak usaha Alphabet Inc itu tidak mengungkapkan pendapatan di Australia. Akan tetapi, iklan di Google Search menyumbang pendapatan dan laba terbesar secara global.

Pemerintah AS pun meminta Australia membatalkan usulan UU tersebut. AS berharap otoritas Negeri Kanguru mengkaji kembali aturan ini.

Asisten perwakilan perdagangan AS Daniel Bahar dan Karl Ehlers menyarankan Australia untuk mempelajari lebih lanjut mengenai pasar industri media dan iklan. Jika dirasa perlu, “keduanya mengusulkan Australia menerapkan kode etik sukarela ketimbang memaksa,” demikian dikutip dari Reuters, Selasa lalu (19/1).

Meski begitu, Google setuju untuk membayar konten berita di Prancis. Kebijakan ini mengacu pada peraturan terkait hak cipta di Uni Eropa yang diterbitkan pada 2019.

Sejauh ini, baru Prancis yang menerjemahkan aturan itu menjadi UU. Negara anggota Uni Eropa lainnya diperkirakan akan mengikuti langkah Prancis sebelum batas waktu penerapan pada 7 Juni.

Dalam pernyataan bersama, APIG yang mewakili media berita Prancis, dan Google mengatakan bahwa mereka menyetujui prinsip-prinsip tentang bagaimana publikasi berita harus diberi kompensasi atas distribusi konten di platform. Kesepakatan ini diraih setelah berbulan-bulan diskusi.

Kompensasi akan didasarkan pada kriteria seperti kontribusi penerbit untuk informasi kategori politik dan umum, volume publikasi harian, dan traffic internet bulanan. Namun, mereka tidak memerinci besaran kompensasinya.

Presiden APIG sekaligus CEO di surat kabar keuangan tertua di Prancis Les Echos Le Parisien, Pierre Louette mengatakan bahwa perjanjian tersebut mengakui hak penerbit atas perlindungan hak cipta. “Ini menandai awal remunerasi mereka melalui platform digital,” ujar dia.

Tuntutan terhadap Facebook dan Google
Tuntutan terhadap Facebook dan Google (Katadata)

Terlepas dari penolakan kewajiban membayar penerbit di Australia, Google sudah menyiapkan US$ 1 miliar atau Rp 14 triliun untuk membayar konten berita berlisensi. Vice President of Product Management for News Google Brad Bender menyadari bahwa pendapatan kantor berita dari iklan turun selama pandemi corona. Oleh karena itu, perusahaan sepakat untuk membayar konten yang ditampilkan.

Google sudah menandatangani kesepakatan lisensi dengan sekitar 200 media di sejumlah negara seperti Jerman, Brasil, Argentina, Kanada, Inggris, Australia, India, Belgia, dan Belanda. 

Beberapa perusahaan yang diajak bekerja sama yakni Der Spiegel, Stern, Die Zeit, Folha de S.Paulo, Band, Infobae, El Litoral, GZH, WAZ, dan SooToday. Google pun berencana memperluas kerja sama dengan media di negara lain.

Sedangkan pada September 2020, Facebook mengancam akan memblokir fitur berbagi berita, jika kode etik wajib Australia diterbitkan. Pemblokiran ini bakal diterapkan di platform besutan Facebook lainnya, seperti Instagram.

“Kami mengusulkan (kebijakan) versi kami, tentang sesuatu yang bisa diterapkan,” kata Kepala Kemitraan Berita Facebook Campbell Brown dikutip dari CNBC Internasional, September 2020 (1/9/2020).

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...