Transaksi Startup Kesehatan Good Doctor Naik 900% saat Pandemi

Fahmi Ahmad Burhan
28 Januari 2021, 14:27
Transaksi Startup Kesehatan Good Doctor Naik 900% saat Pandemi
good doctor
Ilustrasi layanan Good Doctor

Startup kesehatan Good Doctor mencatatkan peningkatan transaksi telemedicine sekitar delapan hingga 10 kali lipat atau 900% selama pandemi corona. Perusahaan rintisan ini optimistis, tren akan berlanjut meski pagebluk Covid-19 usai.

Managing Director Good Doctor Technology Indonesia Danu Wicaksana mengatakan, permintaan layanan temedicine meningkat karena masyarakat ingin meminimalkan risiko tertular virus corona. "Layanan ini pun tumbuh dalam 12 bulan terakhir," kata Danu saat konferensi pers virtual, Kamis (28/1).

Layanan yang paling banyak digunakan yakni konsultasi kesehatan. Dalam sehari, permintaan konsultasi bisa mencapai 10 ribu.

Keluhan yang paling banyak disampaikan saat konsultasi yakni gejala penyakit umum, kulit, dan kesehatan anak. Untuk memenuhi tingginya order tersebut, Good Doctor menggaet ribuan dokter.

Layanan kedua yang paling banyak digunakan yakni pembelian obat. Perusahaan pun memberikan diskon selama penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa wilayah.

Selanjutnya yakni layanan tes Covid-19. "Banyak orang yang memesan untuk melakukan tes corona seperti tes PCR atau rapid. Trennya meningkat signifikan," ujar Danu.

Ia memperkirakan, layanan temedicine tetap diminati pada tahun ini atau bahkan setelah pandemi usai. Sebab, Covid-19 mengubah perilaku masyarakat, termasuk dalam mengakses layanan kesehatan.

"Data dari McKinsey menyebutkan 65-80% responden akan tetap menggunakan layanan temedicine setelah Covid-19 berakhir," kata Danu.

Untuk memaksimalkan momen ini, Good Doctor bakal berfokus pada kolaborasi pada tahun ini. Yang terbaru, perusahaan menggandeng United Nations Development Programme (UNDP) dan Aliansi Telemedik Indonesia (Atensi) untuk membuat program khusus layanan telemedis untuk Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). 

"Di situasi pandemi ini ada kekhawatiran dari ODHA dalam mengakses layanan kesehatan. Kami percaya, telemedicine bisa membantu dalam hal konsultasi dan kontrol (kesehatan)," ujar Head of Medical Good Doctor Adhiatma Gunawan. "Kerahasiaan data pasien pun terjaga.”

Assistant Resident Representative and Team Leader for Democratic Governance and Poverty Reduction Unit UNDP Siprianus Bate Soro menambahkan, akan ada standar operasional prosedur (SOP) dan protokol kesehatan atas program tersebut. "Untuk HIV berbeda. Kami buat SOP dan protokol seperti dalam menentukan diagnosa," katanya.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), ada 140.058 ODHA di Indonesia pada tahun lalu. Sebanyak 82 di antaranya terinfeksi virus corona.

Akan tetapi, peneliti kesehatan dari Deloitte Luthfi Mardiansyah menyoroti sejumlah hambatan dalam penggunaan layanan telemedicine. Kendala itu seperti keterbatasan infrastruktur digital, kebijakan yang belum menyeluruh, praktisi kesehatan lambat mengadopsi teknologi terkini, serta kekhawatiran pasien terkait keamanan data dan akurasi diagnosa.

"Keterbatasan infrastruktur digital disikapi pemerintah dengan menghadirkan proyek Palapa Ring. Terkait regulasi, kami sekarang mulai bisa merujuk kepada peraturan yang ada, khususnya yang dirilis oleh Kemenkes," ujar Luthfi.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...