Tsunami Bisnis Jack Ma, Nasionalisasi hingga Anjloknya Valuasi Alibaba

Desy Setyowati
2 Februari 2021, 14:55
Ancaman Nasionalisasi dan Valuasi Alibaba yang Turun Rp 2.106 Triliun
Instagram/@alibaba.group
Ilustrasi
  • Pendapatan Alibaba diprediksi tumbuh 33% pada kuartal akhir tahun lalu
  • Nilai kapitalisasi pasar Alibaba tercatat turun Rp 2.106 triliun sejak Beijing menghentikan rencana IPO Ant Grup
  • Alibaba dengan gurita bisnis yang besar, dikabarkan akan dinasionalisasi

Nilai kapitalisasi pasar Alibaba turun US$ 150 miliar atau sekitar Rp 2.106 triliun sejak Beijing menghentikan rencana penawaran saham perdana alias IPO anak usaha, Ant Group, berdasarkan data Bloomberg. Raksasa teknologi Tiongkok itu juga disebut-sebut terancam dinasionalisasi.

Berdasarkan data Bloomberg, harga saham Alibaba turun lebih dari 16% sejak rencana IPO Ant Group terhenti. Investor pun memantau kinerja keuangan perusahaan yang akan diumumkan pada hari ini (2/2).

Survei Refinitiv menunjukkan, analis memperkirakan pendapatan Alibaba pada kuartal yang berakhir Desember 2020 mencapai 215,4 miliar yuan atau US$ 33,3 miliar. “Tumbuh 33% secara tahunan (year on year/yoy),” demikian isi laporan, dikutip dari CNN Internasional, Selasa (2/2).

Hal itu karena masyarakat beralih ke belanja online selama pandemi corona. Selain itu, Alibaba mencetak rekor nilai transaksi bruto atau gross merchandise value (GMV) pada 11.11 tahun lalu yakni lebih dari 372,3 miliar yuan atau US$ 56,42 miliar.

Meski begitu, Bloomberg mencatat bahwa pendapatan Alibaba US$ 33 miliar merupakan yang paling lambat dibandingkan periode yang sama sejak 2015. Untuk kuartal yang berakhir Maret 2020 saja, pendapatannya US$ 80 miliar dan kapitalisasi pasarnya US$ 700 miliar lebih.

Kini, Bloomberg mencatat bahwa nilai kapitalisasi pasar Alibaba turun US$ 150 miliar. Secara rinci dapat dilihat pada Bagan dan Databoks di bawah ini:

Perkembangan nilai kapitalisasi pasar Tencent dan Alibaba
Perkembangan nilai kapitalisasi pasar Tencent dan Alibaba (Bloomberg)

Itu terjadi karena Beijing menyelidiki Alibaba Group terkait dugaan monopoli dan menunda IPO Ant Group. Perusahaan pun terancam denda 10% dari pendapatan atau sekitar US$ 7,8 miliar, jika terbukti menyalahgunakan dominasi pasar.

Gambaran bisnis raksasa teknologi Tiongkok
Gambaran bisnis raksasa teknologi Tiongkok (Visual Capitalist)

Otoritas keuangan Tiongkok juga meminta Ant Group merombak bisnis, sehingga hanya berfokus pada layanan pembayaran.

“Sejauh mana penegakan regulasi, belum jelas. Praktik seperti eksklusivitas pedagang tidak dapat dilakukan lagi. Valuasi Ant Group akan jauh lebih rendah setelah restrukturisasi,” kata analis senior Bloomberg Intelligence Vey-Sern Ling. “Dari sudut pandang operasional dan fundamental, saya tidak melihat ada yang lebih serius daripada ini.”

Kabar Alibaba Akan Dinasionalisasi

Pengawasan Beijing terhadap Alibaba menjadi ketat, setelah Jack Ma berpidato dalam acara Bund Summit di Shanghai pada akhir Oktober 2020 lalu. Saat itu, Ma mengatakan bahwa Beijing menghambat inovasi, khususnya di bidang keuangan.

Bejing pun memanggil Ma pada November 2020. Setelah itu, ia ‘menghilang’ dan baru muncul pada akhir pekan lalu (20/1).

JACK MA
JACK MA (Ajeng Dinar Ulfiana|KATADATA.)

Seminggu setelah itu, Gubernur bank sentral Tiongkok, PBOC, Yi Gang mengatakan bahwa hal yang menimpa Alibaba dan Ant Group merupakan persoalan rumit. Ini terkait peraturan.

“Harus mengikuti prosedur hukum,” kata Yi dalam diskusi panel di World Economic Forum, dikutip dari CNBC Internasional, Rabu minggu lalu (27/1). “Ant Group perlu mengatasi masalah seperti privasi pengguna.”

Jika persoalan tersebut diselesaikan, Ant Group bisa kembali ke operasional bisnis seperti sebelumnya. Ketika ditanya apakah pernyataan ini terkait IPO. Yi mengatakan bahwa fintech itu hanya perlu mengikuti standar hukum. “Maka, Anda akan mendapatkan hasilnya,” ujar dia.

Pernyataan tersebut dikeluarkan di saat Alibaba dan Ant Group dikabarkan akan dinasionalisasi oleh Beijing. Sumber IB Times mengatakan, penyelidikan terhadap perusahaan milik Jack Ma merupakan bukti tekad Beijing untuk menasionalisasi keduanya.

Sumber internal di bidang industri keuangan digital, Song Qing menyampaikan hal serupa. “Pasti akan ada hasil. Sekarang mereka telah memulai penyelidikan,” kata dia kepada Radio Free Asia dikutip dari IB Times, awal bulan lalu (8/1).

"Beberapa minggu lalu, mereka menetapkan rencana untuk menasionalisasi Ant Group dan Alibaba. Waktunya disengaja,” kata dia. “Semua rencana itu datang dari pimpinan pusat.” Level tertinggi yang dimaksud kemungkinan pimpinan Partai Komunis.

Media yang didukung oleh partai, People's Daily pun melaporkan beberapa minggu lalu, bahwa penyelidikan terkait antimonopoli bertujuan pada perkembangan yang lebih baik.

Sedangkan pada Oktober lalu, Presiden Tiongkok sekaligus sekretaris jenderal Partai Komunis Xi Jinping mengatakan, ingin menjadikan perekonomian Negara Panda yang lebih terkendali. Para pengamat mengasumsikan bahwa Xi ingin mengubah pola kepemilikan aset negara.

Gurita Bisnis Alibaba Group

Ekosistem bisnis Alibaba Group luas dan merambah banyak sektor. Untuk bisnis e-commerce, perusahaan Tiongkok ini memiliki Alibaba.com, Taobao, Tmall, dan 1688.com.

Alibaba.com mengusung model business to business (B2B). Berdasarkan data Analysys, platform ini menjadi pasar grosir online terintegrasi terbesar di Tiongkok pada 2019. Ini menghubungkan pemasok di Negeri Tirai Bambu dan luar negeri ke pembeli grosir.

Berdasarkan laman resmi perusahaan, dalam setahun yang berakhir pada 31 Maret 2020, jumlah pembeli mencapai lebih dari 20 juta dari sekitar 190 negara.

Sedangkan Taobao mengusung model business to costumer (B2C). Berdasarkan data Statista, GMV per Maret 2020 mencapai 3,39 triliun yuan.

Lalu Tmall berfokus pada produk-produk bermerek, baik lokal maupun internasional. Data Statista menunjukkan, GMV per Maret 2020 mencapai 3,2 triliun yuan.

SINGLES-DAY/ALIBABA
SINGLES-DAY/ALIBABA (ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song)

Alibaba juga memiliki 1688.com yang menghubungkan produsen dan penjual grosir ke pembeli. Selain itu, ada AliExpress yang memungkinkan konsumen dari seluruh dunia membeli produk dari produsen dan distributor di Tiongkok. AliExpress memiliki lebih dari 150 juta pembeli aktif dengan jumlah kunjungan 200 juta lebih per Juni 2020.

Perusahaan Tiongkok itu juga merambah bisnis pesan-antar makanan lewat Ele.me. Namun, berdasarkan data Statista, pengguna aktif Meituan enam juta lebih banyak ketimbang Ele.me, yakni 31,5 juta per April 2019.

Sedangkan persaingan Ele.me dan Meituan di Negeri Panda dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:

Perkembangan Ele.me (biru) dan Meituan (kuning) di bisnis pesan antar makanan di Tiongkok
Perkembangan Ele.me (biru) dan Meituan (kuning) di bisnis pesan antar makanan di Tiongkok (Medium)

Alibaba juga mempunyai Alimama yang menggunakan big data untuk menyesuaikan permintaan pemasaran pedagang, merek, dan pengecer dengan media yang ada di platform Alibaba dan pihak ketiga. Ini memungkinkan Alibaba memonetisasi layanan e-commerce, media digital dan hiburan, serta bisnis lainnya.

Di bidang logistik, bisnis milik Jack Ma itu memiliki Cainiao Network. Bisnis ini mengusung jaringan logistik cerdas yang mengklaim bisa mengirim barang dalam sehari di Tiongkok dan 72 jam ke negara lain.

Alibaba juga merambah media sosial lewat DingTalk dan Youku. DingTalk merupakan platform komunikasi dan kolaborasi perusahaan. Dikutip dari TechCrunch, jumlah pengguna aktif hariannya mencapai 155 juta per Maret 2020.

Sedangkan Youku merupakan platform video panjang. Jumlah pelanggan hariannya rerata tumbuh 45% per tahun.

Raksasa teknologi itu juga merambah bisnis komputasi awan lewat Alibaba Cloud. Bisnis ini mencatatkan pertumbuhan pendapatan 60% yoy menjadi 14,8 miliar yuan atau US$ 2,1 miliar (Rp 29,9 triliun) pada kuartal yang berakhir September 2020.

CEO Alibaba Group Daniel Zhang mengatakan, tingginya pertumbuhan pendapatan ditopang oleh bisnis klien di sektor digital, keuangan, dan retail yang membaik. "Alibaba tetap kuat pada kuartal ini," katanya dalam siaran pers, tahun lalu (6/11/2020).

Alibaba juga mempunyai bisnis fintech yakni Ant Group. Pada Oktober tahun lalu, Ant Group diprediksi meraup dana segar US$ 37 miliar (Rp 536,5 triliun) jika IPO. Nilainya mengalahkan rekor Saudi Aramco US$ 29,4 miliar (Rp 426,3 triliun) di bursa Riyadh pada Desember 2019.

Infografik_Raksasa keuangan Ant Group
Infografik_Raksasa keuangan Ant Group (Katadata)

Secara keseluruhan, Alibaba memiliki 881 juta pengguna aktif bulanan atau monthly active users (MAU) per September 2020. Pendapatan pada kuartal yang berakhir September 2020, naik 44% yoy menjadi 47,09 miliar yuan atau sekitar US$ 6,9 miliar (Rp 97,33 triliun).

Dalam tiga bulan tersebut, laba bersih 26,52 miliar atau US$ 3,91 miliar. Sedangkan EBITDA atau pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi meningkat 28% yoy menjadi 47,5 miliar atau US$ 7 miliar.

Alibaba dan Ant Group juga berinvestasi di banyak perusahaan. Investasi kedua perusahaan di Indonesia, dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

E-CommerceAlibabaTokopedia
Lazada (Singapura)*
Ant GroupBukalapak
Fintech pembayaranAlibabaTrue Money (Thailand)*
Ant GroupDANA
Fintech lendingAlibabaAkulaku
Asetku (lewat Akulaku)
Bank DigitalAlibabaNeo Commerce (lewat Akulaku
LogistikAlibabaJ&T Express
Trimuda Nuansa Citra (lewat Akulaku)

*Startup asing yang beroperasi di Indonesia

Investasi Alibaba dan Tencent di banyak perusahaan
Investasi Alibaba dan Tencent di banyak perusahaan (Bloomberg)

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...