Singapura Krisis Talenta Digital, Indonesia Ditopang Raksasa Teknologi

Desy Setyowati
3 Februari 2021, 15:50
Singapura Krisis Talenta Digital, Indonesia Ditopang Raksasa Teknologi
123RF.com/teerapolp24
Ilustrasi
  • Tencent, Zoom hingga TikTok membuka kantor di Singapura
  • Singapura krisis talenta digital seiring meningkatnya investasi di sektor teknologi
  • Indonesia alami defisit talenta digital, namun Google hingga Huawei gencar memberikan pelatihan

Singapura mengalami krisis talenta digital di tengah banjir investasi dari perusahaan Amerika Serikat (AS) hingga Tiongkok. Kondisi serupa terjadi di Indonesia. Namun, raksasa teknologi yang hadir di Tanah Air rerata menyediakan pelatihan.

Negeri jiran itu memang kebanjiran investasi pada tahun lalu. Pengembang TikTok, ByteDance, Tencent, Alibaba, Zoom, Facebook, dan Twitter membangun kantor dan meningkatkan investasinya di Singapura pada 2020.

Advertisement

Lowongan kerja di bidang teknologi pun meningkat di Singapura. Perusahaan gim Razer yang membuka kantor pusat baru di One-north Singapore misalnya, tengah mencari pekerja. “Kami akan merekrut sekitar 1.000 orang,” kata CEO Razer Min-Liang Tan melalui akun LinkedIn, Selasa (2/2).

Lalu, perusahaan semikonduktor Micron Technology berencana mempekerjakan 1.500 orang di Singapura dalam beberapa tahun ke depan. Mereka membutuhkan tenaga profesional untuk ditempatkan di fasilitas fabrikasi wafer atau subtrat di North Coast Drive.

Kepala eksekutif Kamar Dagang Amerika di Singapura Lei Hsien-Hsien mengatakan, banyaknya perusahaan yang membangun kantor, memicu ‘perang’ untuk mendapatkan pekerja. “Permintaan sangat kuat, tetapi pasokan relatif sedikit. Ini kemudian memperlambat beberapa rencana ekspansi,” ujar dia dikutip dari Reuters, akhir pekan lalu (28/1).

Rata-rata ada 500 lowongan teknologi baru yang diunggah di situs pekerjaan NodeFlair setiap minggu. Pada Juni 2020 lalu, Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan memperkirakan ada kebutuhan 60 ribu profesional di sektor komunikasi dan informasi selama tiga tahun ke depan.

Pada September 2020 lalu, Kementerian Komunikasi Singapura menyampaikan ada 10 ribu lowongan pekerjaan terkait teknologi di portal karier yang dikelola oleh pemerintah.

Beberapa penyedia jasa pencarian tenaga kerja profesional atau eksekutif senior dengan keahlian spesifik atau headhunter mengatakan, perekrutan pekerja asing terkendala kebijakan pembatasan aktivitas akibat pandemi corona. Selain itu, sejumlah profesional teknologi meminta kenaikan gaji hingga 30%.

HEALTH-CORONAVIRUS/SINGAPORE
HEALTH-CORONAVIRUS/SINGAPORE (ANTARA FOTO/ REUTERS/Edgar Su/hp/dj)

Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah melatih kembali ribuan orang dengan keahlian teknologi. Jumlah mahasiswa yang kursus keterampilan teknologi pun meningkat 17% selama tiga tahun terakhir menjadi sekitar 7.600 tahun lalu.

Managing Director Economic Development Board (EDB) Chng Kai Fong berupaya untuk memastikan semua perusahaan asing yang membuka kantor di Singapura memiliki akses terhadap tenaga kerja. “Dilengkapi dengan pekerja asing yang beragam,” kata dia.

Selain menggencarkan pelatihan, Singapura meluncurkan visa kerja pada Januari. Namun, dibatasi hingga 500 peserta dan dengan kriteria ketat.

Beberapa perusahaan mengatasi persoalan keterbatasan talenta digital dengan memaksimalkan kerja tim yang sudah ada. Ada juga yang mengalihkan pekerja ke divisi yang kekurangan tenaga kerja.

Defisit Talenta Digital di Indonesia

Indonesia juga mengalami defisit talenta digital. Riset McKinsey dan Bank Dunia memperkirakan, Indonesia kekurangan sembilan juta tenaga digital hingga 2030. Ini artinya, ada kebutuhan 600 ribu pekerja digital per tahun.

Namun, riset Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2015 yang diolah oleh Lembaga Demografis Universitas Indonesia, ketidaksesuaian tingkatan pendidikan di Indonesia 53,33% dari skala vertikal. Untuk skala horizontal mencapai 60,52%. Data ini berdasarkan survei terhadap 12,4 juta responden lulusan diloma I ke atas.

Asosiasi E-commerce Indonesia atau idEA pernah menyurvei 500 startup di Bandung, Jakarta, dan Surabaya pada 2018, terkait talenta digital. Hasilnya, perusahaan mengeluarkan Rp 210 juta hingga Rp 1,1 miliar untuk headhunter. Ini belum termasuk gaji dan fasilitas lain bagi pekerja.

Secara rinci, untuk mendapatan talenta junior, startup biasanya membayar Rp 13,2 juta-Rp 29 juta kepada head hunter. Untuk kualifikasi menengah biayanya Rp 25 juta-Rp 79 juta, dan senior Rp 66 juta-Rp 264 juta.

Itu terjadi karena perusahaan rintisan berebut untuk mendapatkan pekerja ahli. Ini tecermin pada rasio pegawai keluar masuk (turnover) sektor digital 19,22%, di atas rerata nasional 10%.

Riset Robert Walters Indonesia, startup pendidikan, kesehatan, dan teknologi finansial (fintech) pembayaran bahkan menawarkan gaji hingga mencapai Rp 1,7 miliar per tahun pada 2019. Rinciannya dapat dilihat pada Databoks dan Bagan di bawah ini:

kesenjangan keahlian di industri fintech
kesenjangan keahlian di industri fintech (Analisis Sekretariat Aftech 2020)

Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah memudahkan startup merekrut tenaga kerja asing melalui UU Omnibus Law Cipta Kerja. Pada pasal 42 ayat 1 berbunyi, “setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki pengesahan rencana penggunaan dari pemerintah pusat."

Sebelumnya, perusahaan harus memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Kemudian pada ayat 3 disebutkan, pemerintah menambahkan pihak yang bebas dari persyaratan sebagaimana tercantum di ayat 1. Sebelumnya, ini hanya berlaku bagi perwakilan negara asing yang menggunakan pekerja dari luar negeri sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement