Produksi Ponsel Huawei Turun 60% Lebih Tahun Ini Imbas Sanksi AS
Raksasa teknologi asal Tiongkok, Huawei memangkas produksi ponsel pintar (smartphone) lebih dari 60% tahun ini. Ini karena perusahaan kesulitan mendapatkan komponen imbas sanksi dari Amerika Serikat (AS).
"Mereka (Huawei) berencana hanya memesan komponen untuk 70 juta hingga 80 juta unit tahun ini," kata sumber di pemasok, dikutip dari Nikkei Asian Review, Kamis (18/2). Padahal, Huawei memproduksi sekitar 189 juta smartphone tahun lalu.
Perusahaan kesulitan mendapatkan komponen karena masuk daftar hitam (blacklist) perdagangan AS sejak Mei 2019. Pemerintah Negeri Paman Sam melarang korporasi bekerja sama dengan Huawei, tanpa izin.
Alhasil, Google tidak dapat bermitra dengan Huawei. Perangkat Huawei pun tidak didukung sistem operasi (operating system/OS) Android maupun Google Mobile Services (GMS) seperti Gmail, YouTube, dan lainnya.
AS juga memblokir 152 afiliasi semikonduktor Huawei per Agustus 2020. Huawei pun terpaksa menyetop produksi cip, termasuk prosesor andalannya Kirin sejak September tahun lalu.
Mantan Presiden AS Donald Trump juga sempat melarang Qualcomm memasok cip ke Huawei. Namun, larangan itu dibatalkan setelah Joe Biden dinyatakan menang dalam pemilihan presiden (pilpres).
Beberapa pemasok komponen pun diizinkan untuk bekerja sama dengan Huawei. Namun, raksasa teknologi Tiongkok ini masih kekurangan akses ke komponen inti untuk model 5G.
Sedangkan pesaingya yakni Samsung dan Xiaomi meningkatkan produksi smartphone tahun ini. Samsung berencana menambah produksi 17% menjadi sekitar 310 juta.
Selain itu, memperluas perakitan modul kamera smartphone dengan mengambil alih sebagian besar proses perakitan. Ini untuk menghemat biaya yang dibayarkan ke pemasok.
Xiaomi juga meningkatkan kapasitas produksi pabrik tahun ini. Perusahaan asal Tiongkok ini memesan komponen dan suku cadang hingga 240 juta unit kepada pemasok. Jumlahnya melampaui rata-rata pengiriman iPhone milik Apple per tahun.
Kepada pemasok, Xiaomi mengatakan bahwa mereka memiliki target internal yang lebih tinggi untuk tahun ini. Perusahaan menargetkan bisa mendistribusikan smartphone hingga 300 juta unit.
Berdasarkan data IDC, jumlah itu merupakan tertinggi yang pernah ditarget oleh produsen smartphone Tiongkok. "Xiaomi menetapkan tujuan yang jauh lebih agresif untuk pemasok karena berharap untuk memperluas pasar sebelum pesaing lain menyusul," kata sumber yang mengetahui rencana ini, dikutip dari Nikkei Asia Review, tahun lalu (2/11/2020).
Lembaga riset TrendForce pun memperkirakan, pangsa pasar smartphone Huawei turun ke posisi ketujuh pada 2021. Ini artinya raksasa teknologi Tiongkok itu diprediksi kalah dari Samsung, Apple, Xiaomi, OPPO, Vivo, dan Realme.
"Keenam produsen ponsel itu diramal menguasai 80% pangsa pasar secara global pada 2021," demikian isi laporan, dikutip dari South China Morning Post (SCMP), Januari lalu (5/1). Padahal, Huawei berada di peringkat pertama pada kuartal II 2020.
Benar saja. Pengiriman ponsel Huawei melorot ke posisi keenam pada kuartal akhir tahun lalu.
Data Counterpoint pun menunjukkan, pengiriman ponsel Huawei turun 41% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi 33 juta pada kuartal IV 2020. Jumlahnya di bawah Xiaomi (43 juta), OPPO (34 juta), dan Vivo (33 juta).
"Jumlah pengiriman ponsel Huawei secara dramatis surut di sebagian besar pasar sebagai akibat dari sanksi AS," kata analis di Canalys Research Amber Liu laporan, dikutip dari CNBC Internasional, Januari lalu (28/1).