Selain Produk Impor, Regulasi - Akses Pasar Jadi Aral UMKM Digital

Fahmi Ahmad Burhan
8 Maret 2021, 15:55
Selain Produk Impor, Regulasi - Akses Pasar Jadi Aral UMKM Digital
ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR
Warga memilih barang-barang belanjaan yang dijual secara daring di Jakarta, Kamis (18/7/2019).

Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana membuat aturan terkait diskon di e-commerce, untuk mengantisipasi predatory pricing. Namun, Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan praktisi menilai bahwa regulasi dan akses pasar juga menjadi tantangan.

Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun menilai, regulasi belum cukup melindungi produk lokal. "Yang sudah ada, baru terkait pajak," kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (8/3).

Advertisement

Menurutnya, perlu ada penghambat atas masuknya produk impor di e-commerce di Tanah Air. "Regulasi pajak bisa diperketat," ujar Ikhsan.

Sebenarnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan sudah menurunkan batas nilai impor barang kiriman yang dikenakan bea masuk dari US$ 75 (Rp 1,05 juta) menjadi US$ 3 (Rp 42 ribu) per invoice sejak awal tahun lalu.

Akan tetapi, Ikhsan menyoroti perjanjian kerja sama di bidang perdagangan dengan negara lain. "Penyedia produk impor akan mengejar pasar yang sudah ada perjanjian kerja samanya. Di sini, mau tidak mau harus bersaing," katanya.

Tantangan kedua, Ikhsan menilai bahwa UMKM Tanah Air belum memiliki penyangga pembiayaan yang kuat. "Seharusnya bisa dibuat seperti koperasi modern,” ujar dia.

Riset Pricewaterhouse Coopers (PwC) pada 2019 menyebutkan, 74% UMKM di Indonesia belum mendapat akses pembiayaan.

Ketiga, kurangnya akses pasar yang berkesinambungan. "Harus ada jaminan kesinambungan permintaan di pasar Indonesia. Setelah itu, UMKM baru bisa bersaing dengan produk asing di e-commerce, baik dari sisi kualitas maupun harga," katanya.

Keempat, kurangnya industri pendukung. Mantan ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mencontohkan casing ponsel yang belum diproduksi di Nusantara. "Padahal pasarnya besar,” katanya. “Jadi, yang tersedia berasal dari Tiongkok atau Taiwan.”

Ia mengusulkan agar pemerintah membuka keran pengembangan manufaktur untuk barang-barang yang paling diincar di e-commerce. "Bisa dicek produk apa yang dicari konsumen, tetapi kebanyakan tersedia di negara lain,” ujarnya.

Kelima, masalah kualitas barang. Ignatius menilai, banyak dari UMKM yang gagal karena kualitas produk rendah.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement