Raksasa Teknologi AS-Tiongkok Berebut Talenta Digital di Asia Tenggara
- Masuknya raksasa teknologi di Asia Tengara memicu perebutan talenta digital dengan startup lokal.
- Raksasa teknologi AS dan Tiongkok membayar gaji talenta digital lebih tinggi ketimbang harga pasar.
- Presiden Jokowi mendorong raksasa teknologi global untuk memberikan pelatihan di Indonesia.
Raksasa teknologi Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok seperti Google, Amazon, hingga Zoom mulai membuka kantor di Asia Tenggara. Ini memicu perebutan talenta digital dengan startup di Indonesia, Singapura, dan negara lain di regional.
Berdasarkan laporan Monk’s Hill Ventures dan Glints bertajuk ‘The Southeast Asia Tech Talent Compensation Report’, engineer, manajemen produk, dan data science mendapatkan gaji awal paling tinggi di Asia Tenggara. Setidaknya, “54% lebih besar ketimbang karyawan di divisi non-teknis,” demikian isi laporan, Selasa (30/3).
Studi tersebut menyoroti gaji talenta digital di Singapura, Indonesia, dan Vietnam. Riset ini mengacu pada data kompensasi dari basis data Glints, serta mensurvei perekrut senior dan pendiri startup di Asia Tenggara.
Tingginya gaji talenta digital di regional terjadi seiring berkembangnya perusahaan teknologi di Asia Tenggara. Di Singapura misalnya, pengembang TikTok yakni ByteDance, Tencent, Alibaba, Zoom, Facebook, dan Twitter membangun kantor dan meningkatkan investasinya pada 2020.
Di Indonesia, perusahaan komputasi awan (cloud) skala global seperti Amazon Web Services (AWS), Google Cloud, hingga Alibaba membangun pusat data alias data center. Raksasa teknologi juga mengincar pasar Vietnam.
Hal itu kemudian memicu persaingan ketat untuk mendapatkan talenta digital. “Ada krisis bakat secara regional, terutama di Singapura, untuk engineer dan manajer produk,” demikian isi laporan tersebut.
Bahkan, perusahaan teknologi AS dan Tiongkok cenderung membayar gaji talenta digital di atas harga pasar. “Dalam beberapa kasus, menulis ‘cek kosong’ untuk karyawan berkinerja tinggi."
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Kamar Dagang Amerika di Singapura Lei Hsien-Hsien mengatakan, banyaknya perusahaan yang membangun kantor telah memicu ‘perang’ untuk mendapatkan pekerja. “Permintaan sangat kuat, tetapi pasokan relatif sedikit. Ini kemudian memperlambat beberapa rencana ekspansi,” ujar dia dikutip dari Reuters, pada Januari (28/1).
Rata-rata ada 500 lowongan teknologi baru yang diunggah di situs pekerjaan NodeFlair setiap minggu. Pada Juni 2020 lalu, Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan memperkirakan ada kebutuhan 60 ribu profesional di sektor komunikasi dan informasi selama tiga tahun ke depan.
Pada September 2020 lalu, Kementerian Komunikasi Singapura menyampaikan ada 10 ribu lowongan pekerjaan terkait teknologi di portal karier yang dikelola oleh pemerintah.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah melatih kembali ribuan orang dengan keahlian teknologi. Jumlah mahasiswa yang kursus keterampilan teknologi pun meningkat 17% selama tiga tahun terakhir menjadi sekitar 7.600 pada tahun lalu.
Monk’s Hill Ventures dan Glints mencatat, startup lokal mencari cara baru untuk menarik bakat selain menawarkan kompensasi yang kompetitif. Berdasarkan laporan, mayoritas pendiri mengatakan kunci untuk mengalahkan persaingan yakni menunjukkan budaya dan kepemimpinan perusahaan.
“Jika memposisikan diri melawan Facebook atau Stripe, dan bersaing hanya berdasarkan kompensasi, kami tidak akan pernah menang,” kata salah satu pendiri sekaligus CEO Glints Oswald Yeo dikutip dari laporan. “Jika memilih untuk bersaing dalam visi dan misi, di sinilah kami dapat menonjol.”
Selain itu, pandemi corona secara tidak langsung membantu perusahaan rintisan lokal mengatasi persoalan ini. Bekerja jarak jauh memungkinkan startup merekrut talenta dari negara lain.
Sedangkan di Indonesia, pemerintah mendorong raksasa teknologi yang masuk untuk memberikan pelatihan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyampaikan, pasar Indonesia sangat besar dan menjanjikan. Ini karena jumlah penduduk yang banyak dan penetrasi internet yang terus tumbuh.
“Kami berharap potensi yang besar ini bisa ditangkap oleh perusahaan digital dalam negeri dan global, sehingga membuka lapangan kerja baru sebanyak-banyaknya,” kata Jokowi dalam acara virtual DevCon 2021 yang diadakan oleh Microsoft, akhir bulan lalu (25/2).
Di satu sisi, setiap tahun ada 2,9 juta anak muda yang masuk ke pasar kerja di Indonesia. “Kami harus menyiapkan mereka dengan baik, salah satunya menjadi talenta digital,” ujar dia.
Apalagi, riset McKinsey dan Bank Dunia memperkirakan, Indonesia kekurangan sembilan juta tenaga digital hingga 2030. Ini artinya, ada kebutuhan 600 ribu pekerja digital per tahun.
Raksasa teknologi seperti AWS, Microsoft, Google, Huawei hingga Alibaba pun sepakat untuk memberikan pelatihan digital di Nusantara.
Gaji Talenta Digital di Indonesia, Singapura, dan Vietnam
Berdasarkan Monk’s Hill Ventures dan Glints, engineer merupakan yang paling banyak dicari di Singapura, Vietnam, dan Indonesia. Yang menarik, pasokan lulusan baru engineer di Tanah Air berlebih. Begitu juga di Vietnam.
Sebelumnya, peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mencatat bahwa ketersediaan lulusan teknologi informatika di Indonesia mencapai 50 ribu hingga 70 ribu per tahun. Ini berasal dari perguruan tinggi, sekolah vokasi dan akademi.
Sedangkan jumlah lulusan universitas di Indonesia terus meningkat. Ini tecermin pada Databoks di bawah ini:
Oleh karena itu, gaji engineer di Singapura lebih tinggi ketimbang Indonesia dan Vietnam. Meski begitu, “lulusan baru engineer di Indonesia dan Vietnam tumbuh cepat dengan pengalaman beberapa tahun,” demikian isi laporan.
Angkanya dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:
Talenta digital berikutnya yang paling banyak dicari yakni manajer produk. Ini terkait pengembangan dan pertumbuhan produk perusahaan rintisan. Dianggap sebagai "fungsi lintas disiplin," kata co-founder sekaligus Managing Director Monk’s Hill Ventures Peng T Ong.
Meskipun begitu, kurangnya kualifikasi formal yang tersedia saat ini untuk peran tersebut membuat gaji cenderung lebih rendah. Seorang manajer produk junior dapat meminta US$ 500 hingga US$ 1.200 per bulan di Indonesia, atau US$ 1.500 dan US$ 3.000 di Singapura.
Angkanya dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:
Urutan ketiga talenta digital yang paling banyak dicari yakni analis data, data scientist, dan data engineer. Di Singapura, data scientist junior di Singapura bisa mendapatkan US$ 2.500 hingga US$ 5.000 per bulan.
Sedangkan di Vietnam dan Indonesia sekitar US$ 1.000 hingga US$ 2.000. Angkanya sebagai berikut:
Senior Data Scientist | Junior Data Scientist | |
Singapura | 3.500 – 8.500 | 2.500 – 5.500 |
Indonesia | 1.400 – 2.300 | 1.000 – 1.300 |
Vietnam | 2.000 – 5.000 | 1.000 – 2.000 |
*Dalam US$
Selain itu, permintaan profesional non-teknis di bidang pemasaran dan hubungan masyarakat meningkat. Secara regional, pemasar merek junior bisa mendapatkan US$ 3.000 hingga US$ 4.000 sebulan. Sedangkan senior US$ 6.000 hingga US$ 8.000.
Lalu, PR junior US$ 2.200 sampai US$ 3.400, sementara senior US$ 4.500 hingga US$ 11.000 setiap bulan.
Laporan Monk’s Hill Ventures dan Glints juga menguraikan gaji rata-rata dari chief executive officer (CEO) dan chief technical officer (CTO) di Singapura, Indonesia, dan Vietnam.
Rinciannya sebagai berikut:
“Menariknya, bagaimanapun, gaji pokok CTO median secara konsisten lebih tinggi daripada CEO,” demikian dikutip. Ini menunjukkan bahwa CEO sering kali bersedia untuk menerima gaji lebih kecil ketimbang rekan mereka di bidang teknis.
Selain itu, pada masa-masa awal memulai bisnis, CEO dapat memiliki hingga 100% ekuitas perusahaan. Angka itu cenderung melemah seiring waktu karena perusahaan memperoleh uang dari investor eksternal.