Raksasa Teknologi AS-Tiongkok Berebut Talenta Digital di Asia Tenggara

Desy Setyowati
30 Maret 2021, 13:25
Startup Asia Tenggara Berebut Talenta Digital dengan Raksasa Teknologi AS - Tiongkok
Jakub Jirsak/123rf
Ilustrasi
  • Masuknya raksasa teknologi di Asia Tengara memicu perebutan talenta digital dengan startup lokal.
  • Raksasa teknologi AS dan Tiongkok membayar gaji talenta digital lebih tinggi ketimbang harga pasar.
  • Presiden Jokowi mendorong raksasa teknologi global untuk memberikan pelatihan di Indonesia.

Raksasa teknologi Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok seperti Google, Amazon, hingga Zoom mulai membuka kantor di Asia Tenggara. Ini memicu perebutan talenta digital dengan startup di Indonesia, Singapura, dan negara lain di regional.

Berdasarkan laporan Monk’s Hill Ventures dan Glints bertajuk ‘The Southeast Asia Tech Talent Compensation Report’, engineer, manajemen produk, dan data science mendapatkan gaji awal paling tinggi di Asia Tenggara. Setidaknya, “54% lebih besar ketimbang karyawan di divisi non-teknis,” demikian isi laporan, Selasa (30/3).

Advertisement

Studi tersebut menyoroti gaji talenta digital di Singapura, Indonesia, dan Vietnam. Riset ini mengacu pada data kompensasi dari basis data Glints, serta mensurvei perekrut senior dan pendiri startup di Asia Tenggara.

Tingginya gaji talenta digital di regional terjadi seiring berkembangnya perusahaan teknologi di Asia Tenggara. Di Singapura misalnya, pengembang TikTok yakni ByteDance, Tencent, Alibaba, Zoom, Facebook, dan Twitter membangun kantor dan meningkatkan investasinya pada 2020.

Di Indonesia, perusahaan komputasi awan (cloud) skala global seperti Amazon Web Services (AWS), Google Cloud, hingga Alibaba membangun pusat data alias data center. Raksasa teknologi juga mengincar pasar Vietnam.

Hal itu kemudian memicu persaingan ketat untuk mendapatkan talenta digital. “Ada krisis bakat secara regional, terutama di Singapura, untuk engineer dan manajer produk,” demikian isi laporan tersebut.

Bahkan, perusahaan teknologi AS dan Tiongkok cenderung membayar gaji talenta digital di atas harga pasar. “Dalam beberapa kasus, menulis ‘cek kosong’ untuk karyawan berkinerja tinggi."

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Kamar Dagang Amerika di Singapura Lei Hsien-Hsien mengatakan, banyaknya perusahaan yang membangun kantor telah memicu ‘perang’ untuk mendapatkan pekerja. “Permintaan sangat kuat, tetapi pasokan relatif sedikit. Ini kemudian memperlambat beberapa rencana ekspansi,” ujar dia dikutip dari Reuters, pada Januari (28/1).

Rata-rata ada 500 lowongan teknologi baru yang diunggah di situs pekerjaan NodeFlair setiap minggu. Pada Juni 2020 lalu, Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan memperkirakan ada kebutuhan 60 ribu profesional di sektor komunikasi dan informasi selama tiga tahun ke depan.

Pada September 2020 lalu, Kementerian Komunikasi Singapura menyampaikan ada 10 ribu lowongan pekerjaan terkait teknologi di portal karier yang dikelola oleh pemerintah.

HEALTH-CORONAVIRUS/SINGAPORE
HEALTH-CORONAVIRUS/SINGAPORE (ANTARA FOTO/ REUTERS/Edgar Su/hp/dj)

Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah melatih kembali ribuan orang dengan keahlian teknologi. Jumlah mahasiswa yang kursus keterampilan teknologi pun meningkat 17% selama tiga tahun terakhir menjadi sekitar 7.600 pada tahun lalu.

Monk’s Hill Ventures dan Glints mencatat, startup lokal mencari cara baru untuk menarik bakat selain menawarkan kompensasi yang kompetitif. Berdasarkan laporan, mayoritas pendiri mengatakan kunci untuk mengalahkan persaingan yakni menunjukkan budaya dan kepemimpinan perusahaan.

“Jika memposisikan diri melawan Facebook atau Stripe, dan bersaing hanya berdasarkan kompensasi, kami tidak akan pernah menang,” kata salah satu pendiri sekaligus CEO Glints Oswald Yeo dikutip dari laporan. “Jika memilih untuk bersaing dalam visi dan misi, di sinilah kami dapat menonjol.”

Selain itu, pandemi corona secara tidak langsung membantu perusahaan rintisan lokal mengatasi persoalan ini. Bekerja jarak jauh memungkinkan startup merekrut talenta dari negara lain.

Sedangkan di Indonesia, pemerintah mendorong raksasa teknologi yang masuk untuk memberikan pelatihan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyampaikan, pasar Indonesia sangat besar dan menjanjikan. Ini karena jumlah penduduk yang banyak dan penetrasi internet yang terus tumbuh.

Nilai ekonomi digital di Indonesia dan transaksi per sektor
Nilai ekonomi digital di Indonesia dan transaksi per sektor (Google, Temasek, dan Bain and Company: e-Conomy 2020)

“Kami berharap potensi yang besar ini bisa ditangkap oleh perusahaan digital dalam negeri dan global, sehingga membuka lapangan kerja baru sebanyak-banyaknya,” kata Jokowi dalam acara virtual DevCon 2021 yang diadakan oleh Microsoft, akhir bulan lalu (25/2).

Di satu sisi, setiap tahun ada 2,9 juta anak muda yang masuk ke pasar kerja di Indonesia. “Kami harus menyiapkan mereka dengan baik, salah satunya menjadi talenta digital,” ujar dia.

Apalagi, riset McKinsey dan Bank Dunia memperkirakan, Indonesia kekurangan sembilan juta tenaga digital hingga 2030. Ini artinya, ada kebutuhan 600 ribu pekerja digital per tahun.

Raksasa teknologi seperti AWS, Microsoft, Google, Huawei hingga Alibaba pun sepakat untuk memberikan pelatihan digital di Nusantara.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement