Pembangunan Silicon Valley ala RI di Sukabumi Dinilai Hadapi 5 Masalah

Fahmi Ahmad Burhan
15 April 2021, 14:55
5 Tantangan Pembangunan Bukit Algoritma, Silicon Valley ala Indonesia
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Direktur Utama PT AMKA (Persero) Nikolas Agung (kanan) bersama Direktur Utama PT Bintang Raya Dani Handoko (tengah) menyimak penjelasan Ketua Pelaksana Kiniku Bintang Raya KSO Budiman Sudjatmiko (kiri) seusai penandatanganan kontrak pekerjaan pengembangan Bukit Algoritma pada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan pengembangan teknologi dan industri 4.

Beberapa perusahaan swasta berencana membangun pusat pengembangan industri dan teknologi 4.0 bernama Bukit Algoritma di Sukabumi, Jawa Barat yang menelan dana Rp 18 triliun. Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menilai, ada lima tantangan yang harus diselesaikan sebelum membangun Silicon Valley ala Indonesia ini.

Pertama, ekosistem teknologi kurang terlibat dalam pembangunan. “Jadi, tidak bisa menunjang Silicon Valley yang inklusif. Justru, eksklusif bisa membahayakan ekonomi nasional,” kata Kepala Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda saat konferensi pers virtual, Kamis (15/4).

Advertisement

Kedua, pemilihan lokasi. Bukit Algoritma akan dibangun di Sukabumi. “Ke Jakarta relatif jauh. Ini akan sulit melibatkan perusahaan teknologi dalam memanfaatkan Silicon Valley ini,” kata Nailul.

Selain itu, lokasi di selatan Jawa dinilai cukup rawan gempa. Lokasinya yang diapit oleh Sesar Citarik dan Sesar Cimandiri yang aktif pun dirasa dapat mengganggu keamanan infrastruktur seperti pusat data. “Data center ini kan tulang punggung," kata Nailul.

Meski begitu, Nailul menilai bahwa hal utama pembangunan wilayah dengan konsep ‘Silicon Valley’ yakni ekosistem, bukan lokasi. “Di Amerika Serikat (AS), yang pertama dibangun bukan fisiknya, tapi ekosistemnya. Di Indonesia, justru fisiknya terlebih dulu," katanya.

Ketiga, anggaran penelitian dan pengembangan atau research and development (R&D) di Indonesia relatif sedikit. Porsinya hanya 0,24% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional tahun ini.

Besarannya di bawah Vietnam (0,53%), Thailand (0,78%), dan Malaysia (1,44%).

Keempat, sumber daya manusia (SDM) atau talenta digital. Program Director Indef Esther Sri Astuti mengatakan, terdapat selisih antara penawaran dan permintaan tenaga kerja digital di Tanah Air.

Riset McKinsey dan Bank Dunia juga menyebutkan bahwa Indonesia kekurangan sembilan juta tenaga digital hingga 2030. Ini artinya, ada kebutuhan 600 ribu pekerja digital per tahun.

Alhasil, beberapa perusahaan teknologi di Indonesia memanfaatkan talenta digital asing. "Jangan sampai pembangunan Bukit Algoritma ini malah menyerap tenaga kerja asing yang lebih banyak ketimbang lokal," kata Esther.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement