Investor Masih Minati Startup RI meski Pertumbuhan Ekonomi Minus 0,74%
Indonesia masih mengalami resesi karena pertumbuhan ekonomi kuartal I minus 0,74%. Meski begitu, investor dari kalangan modal ventura menilai bahwa berinvestasi di startup Tanah Air tetap menjanjikan.
Bendahara Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani menilai bahwa pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi saat ini merupakan situasional, yakni karena pandemi corona. Menurutnya, investor tidak terlalu mengkhawatirkan ekonomi yang tumbuh negatif 0,74%.
"Ini karena pangsa pasar dan proyeksi pertumbuhan masih menjanjikan," ujar Edward kepada Katadata.co.id, Kamis (6/5).
Ia mengatakan, investor lebih memperhatikan perkembangan per sektor startup selama pandemi corona, ketimbang pertumbuhan ekonomi. Sebab, ada beberapa sektor yang tetap tumbuh meski perekonomian terhantam Covid-19.
Sektor yang dinilai menarik yakni teknologi finansial (fintech), pendidikan (edutech), kesehatan (healthtech), logistik atau supply-chain. "Sebagian juga menyasar e-commerce," kata Edward.
Hal senada disampaikan oleh CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro. Ia optimistis bahwa investasi terhadap startup Nusantara akan tumbuh. "Ini karena investor startup mayoritas berpikir jangka panjang. Jadi, semestinya tetap optimistis," kata dia.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal I minus 0,74%. Meski begitu, kontraksinya lebih kecil dibandingkan kuartal IV 2020 yang negatif 2,19%.
Akan tetapi, masih di bawah pertumbuhan ekonomi kuartal I 2020 2,97%. Rinciannya dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, produk domestik bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga berlaku (ADHB) Rp 3.969,1 triliun pada kuartal I. Sedangkan atas dasar konstan (ADHK) RP 2.693,1 triliun.
"Jika dibandingkan dengan kuartal I 2020 maka pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2021 masih terkontraksi 0,74%. Jika dibandingkan kuartal IV 2020 minus 0,96%," ujar Suhariyanto saat konferensi pers virtual, Rabu (5/5).
Meski begitu, laporan DealStreetAsia menunjukkan bahwa startup di Asia Tenggara meraih pendanaan US$ 6 miliar atau sekitar Rp 87,7 triliun pada kuartal pertama 2021. Nilainya melonjak 43% secara tahunan (year on year/yoy) dan 48% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter to quarter/qtq).
Sedangkan Cento Ventures mencatat, nilai investasi digital di Asia Tenggara sepanjang 2020 US$ 8,2 miliar (Rp 119,8 triliun). Nilai investasi itu berasal dari 645 kesepakatan, yang sekitar 70% di antaranya disumbang oleh Indonesia.
Startup Indonesia menjadi primadona investasi digital di Asia Tenggara. Gojek misalnya, mendapatkan pendanaan dari Facebook, PayPal, Google, dan Tencent sehingga mampu mengantongi US$ 1,8 miliar atau Rp 26,3 triliun.
Traveloka dan Bukalapak mengikuti dengan nilai mencapai US$ 250 juta (Rp 3,7 triliun) dan US$100 juta (Rp 1,5 triliun) dalam periode yang sama.