Tiongkok Denda Aplikasi Pendidikan yang Didanai Alibaba dan Tencent

Fahmi Ahmad Burhan
11 Mei 2021, 12:42
Tiongkok Denda Aplikasi Pendidikan yang Didanai oleh Alibaba & Tencent
ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song
Logo Alibaba Group terlihat di kantor pusat perusahaan tersebut di Hangzhou, provinsi Zhejiang, Tiongkok, Senin (18/11/2019).

Badan Regulasi Pasar Tiongkok (SAMR) kembali mengusik bisnis Alibaba dan Tencent. Kali ini, regulator mendenda pengembang aplikasi pendidikan Zuoyebang dan Yuanfudao.

Zuoyebang didanai oleh Alibaba, sementara Yuanfudao didukung Tencent. Keduanya didenda masing-masing 2,5 juta yuan atau US$ 389 ribu (Rp 5 miliar).

Kedua pengembang dianggap melanggar undang-undang tentang persaingan dan penetapan harga. Selain itu, keduanya dinilai memberikan klaim menyesatkan tentang bisnis.

"Kedua aplikasi itu juga memalsukan kualifikasi staf pengajar hingga ulasan pengguna," kata SAMR dikutip dari Bloomberg, Senin (10/5).

Zuoyebang dan Yuanfudao mengakui kesalahan tersebut dan menerima hukuman. Keduanya mengaku akan memperbaiki masalah itu.

Selain kedua platform, regulator mendenda empat penyedia layanan bimbingan belajar termasuk GSX Techedu Inc. dan unit TAL Education Group pada April, karena melanggar aturan soal harga. Kementerian Pendidikan Tiongkok juga mengeluarkan pernyataan tegas agar lembaga bimbingan belajar kembali kepada batasan program studi sekolah.

Analis China Securities Ye Le memperkirakan, tekanan regulator terus meningkat hingga akhir tahun. "Tindakan keras baru-baru ini terhadap lembaga bimbingan belajar untuk mengatasi potensi kecemasan di masyarakat," ujar Le.

Sebelumnya, SAMR mendenda anak usaha Alibaba di bidang kebutuhan pokok Nice Tuan 1,5 juta yuan atau US$ 232 ribu (Rp 3,3 miliar). Selain itu, anak usaha Tencent, Shixianghui 500 ribu yuan atau US$ 72 ribu (Rp 1 miliar).

Keduanya dituduh memberikan layanan dengan menerapkan skema pembelian berbasis komunitas. Otoritas menilai skema ini diterapkan dengan metode harga yang salah atau menyesatkan. Ini bisa mengelabui konsumen agar membeli barang dari mereka.

"Mereka (anak usaha Alibaba dan Tencent) menggunakan keuntungan modal untuk meluncurkan subsidi harga yang mengganggu pesanan harga pasar dan menimbulkan kekhawatiran luas dari masyarakat," kata pihak berwenang dikutip dari South China Morning Post, Maret lalu (3/3).

SAMR juga mendenda Alibaba dengan nilai setara dengan 4% dari pendapatan perusahaan 2019 pada April. Raksasa e-commerce itu dianggap melakukan praktik yang memaksa pedagang memilih salah satu dari dua platform, alih-alih dapat bekerja dengan keduanya.

"Kebijakan ini menghambat persaingan di pasar ritel online Tiongkok, serta melanggar bisnis pedagang di platform dan hak serta kepentingan konsumen yang sah," kata SAMR dalam sebuah pernyataan dikutip dari CNBC Internasional, April lalu (8/4).

Denda-denda itu diberikan di tengah langkah Beijing yang gencar menekan bisnis raksasa teknologi seperti Alibaba dan Tencent. Pemerintah membuat aturan antimonopoli baru pada November 2020. Tujuannya, mengikis praktik monopoli perusahaan teknologi.

Di satu sisi, kapitalisasi pasar gabungan antara Alibaba dan Tencent hampir US$ 2 triliun atau sekitar Rp 28.126 triliun. Khusus untuk Alibaba dan Tencent bahkan melampaui bank milik negara, seperti Bank of China.

Berdasarkan data Statista pada 2019, Tmall milik Alibaba menguasai pangsa pasar 50,1% penjualan e-commerce Tiongkok. Perusahaan yang berdiri pada 1999 ini awalnya hanya e-commerce. Kini bisnisnya menggurita ke banyak sektor seperti keuangan, media digital hingga komputasi awan (cloud).

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...