Jelang IPO, Kinerja Bisnis Grab Cetak Rekor pada Kuartal I
Grab Holdings mencatatkan penjualan bersih yang disesuaikan US$ 507 juta atau sekitar Rp 7,3 triliun pada kuartal pertama, naik 49% secara tahunan (year on year/yoy). Nilainya menyentuh rekor jelang pencatatan saham perdana alias IPO di bursa saham Amerika Serikat (AS).
Pendapatan decacorn Singapura itu juga menyentuh rekor US$ 216 juta atau sekitar Rp 3,1 triliun. Sedangkan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EBITDA yang disesuaikan US$ 111 juta atau Rp 1,6 triliun.
“Kami melampaui target internal terkait penjualan bersih yang disesuaikan dan EBITDA yang disesuaikan pada kuartal pertama. Ini melanjutkan momentum pertumbuhan yang kuat dari bisnis pengiriman,” kata Chief Financial Officer Grab Peter Oey dikutip dari Business Wire, Senin malam (2/8).
Nilai transaksi alias gross merchandise value (GMV) tumbuh 5% yoy menjadi US$ 3,6 miliar atau sekitar Rp 52 triliun. GMV per pengguna per bulan meningkat 31% yoy.
“Kami melihat pertumbuhan topline yang kuat, bahkan dibandingkan dengan kuartal pertama 2020 yang terkena dampak Covid-19. Ini menuju profitabilitas,” ujar Peter Oey.
Ia optimistis, kinerja bisnis pada kuartal kedua lebih tahan terhadap pandemi corona. “Kami yakin bahwa jejak geografis dan vertikal bisnis yang terdiversifikasi menempatkan kami pada posisi yang kuat untuk menangkap peluang besar di Asia Tenggara,” katanya.
Rugi bersih Grab, yang mencakup item non-tunai terkait bunga yang diperoleh dari saham preferen yang dapat ditukarkan dan depresiasi, mencapai US$ 652 juta. Ini lebih kecil dibandingkan kuartal pertama 2020 sebesar US$ 771 juta.
Per 31 Maret, Grab memiliki kas dan setara kas US$ 4,9 miliar. Nilainya meningkat dibandingkan akhir 2020 sebesar US$ 3,5 miliar.
Itu utamanya disebabkan oleh penutupan fasilitas pinjaman berjangka pertama Grab US$ 2 miliar pada akhir Januari.
Layanan pengiriman Grab yakni Grab Express dan pesan antar makanan GrabFood mencatatkan GMV US$ 1,7 miliar, atau naik 49% yoy. Penjualan bersih yang disesuaikan untuk divisi ini naik 96% yoy menjadi US$293 juta. Pendapatan dari lini juga meningkat menjadi US$ 53 juta.
Lalu GMV GrabMart meningkat 21% kuartal ke kuartal (qtoq) dibandingkan Q4 2020. Nilainya 36 kali lebih tinggi dibandingkan kuartal pertama 2020.
Sedangkan bisnis berbagi tumpangan (ride hailing) seperti GrabBike dan GrabCar juga mencatatkan peningkatan pendapatan 18% yoy menjadi US$ 145 juta. Namun penjualan bersih yang disesuaikan turun 14% menjadi US$ 167 juta.
EBITDA yang disesuaikan pada lini bisnis itu meningkat 42% yoy menjadi US$ 115 juta.
Decacorn Singapura itu juga mencatatkan peningkatan kinerja layanan keuangan. Volume pembayaran triwulanan naik 18% yoy, dan menyentuh level tertinggi.
Penjualan bersih yang disesuaikan untuk divisi keuangan meningkat 31% yoy menjadi US$ 23 juta. Sedangkan pendapatan naik menjadi menjadi US$ 8 juta. EBITDA yang disesuaikan menjadi US$ 78 juta.
Pencairan pinjaman melalui platform Grab juga meningkat lebih dari 45% yoy. “Ini karena Grab terus meningkatkan model penilaian kredit dan meluncurkan produk pinjaman baru pada kuartal pertama,” demikian dikutip dari Business Wire.
Untuk layanan dan inisiatif baru, Grab mencatatkan pertumbuhan GMV lebih dari 3,5 kali lipat menjadi US$ 26 juta. Penjualan bersih yang disesuaikan naik 388% yoy dan pendapatan menjadi US$ 10 juta.
“Saat bersiap untuk menjadi perusahaan terbuka, kami membagikan hasil keuangan kuartalan pertama. Kami terus memberikan pertumbuhan yang kuat, terlepas dari dampak berkelanjutan dari Covid-19," ujar CEO Grab Group Anthony Tan.
Decacorn itu berencana IPO di bursa saham AS pada akhir tahun, lewat merger dengan perusahaan cek kosong Altimeter Growth. Namun rencana merger itu tertunda.
Saat mengumumkan merger dengan perusahaan SPAC pada April lalu, Grab memperkirakan proses merger akan rampung kuartal tiga tahun ini. "Namun, sekarang diharapkan akan selesai pada kuartal keempat tahun ini," kata Grab dalam sebuah pernyataan dikutip dari Business Times, bulan lalu (9/6).
Komisi Sekuritas dan Bursa atau Securities and Exchange Commission (SEC) meminta Grab dan perusahaan lain yang ingin mengakuisi SPAC melakukan audit karena jumlah SPAC sekarang sedang melonjak di AS. Alhasil, otoritas mesti melakukan pengetatan pengawasan.