Setelah Alibaba, Cina Incar Pengembang Gim Online

Desy Setyowati
16 Agustus 2021, 15:09
alibaba, tiongkok, cina, game online
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
ilustrasi PUBG

Alibaba menjadi salah satu perusahaan yang beberapa kali didenda oleh Tiongkok terkait monopoli, sejak akhir tahun lalu. Kini, pemerintah Cina mengincar pengembang gim online seperti Tencent dan induk TikTok, ByteDance.

Regulator Cina berencana memperkuat pemeriksaan terhadap pengembangan game online. Selain itu, “memiliki ‘toleransi nol’ terhadap mereka yang mendistorsi sejarah,” kata National Radio (CNR) dalam kolom komentar di situs dikutip dari Reuters, akhir pekan lalu (14/8).

Itu merupakan pernyataan baru dari serangkaian artikel kritis terkait regulasi di bidang teknologi, khususnya game online di Tiongkok. Salah satu berita yang tayang di media pemerintah bulan ini menyebut, bahwa gim online menjadi ‘candu spiritual’.

Artikel itu melaporkan bahwa anak-anak kecanduan bermain game online dan mendesak pembatasan yang lebih ketat. Ini membuat saham pengembang PUBG, Tencent Holdings Ltd dan perusahaan video game lainnya tergelincir.

Tencent pun segera mengumumkan peraturan baru bermain gim populer buatannya, yaitu Honor of Kings. Waktu bermain anak-anak dibatasi.

Artikel lainnya menyebutkan usulan penghapusan keringanan pajak bagi industri game online.

CNR mengatakan, game online yang mendistorsi sejarah dapat menyesatkan kaum muda. Lembaga ini mengutip salah satu contoh gim di mana jenderal Tiongkok dan pahlawan nasional di Dinasti Song, Yue Fei digambarkan sebagai capitulator.

Regulator Cina telah menekan berbagai sektor mulai dari properti hingga teknologi. Alibaba misalnya, diselidiki oleh Beijing terkait dugaan monopoli sejak akhir tahun lalu. Tepatnya, setelah aturan antimonopoli yang baru dirilis pada November 2020.

Pengembang aplikasi pendidikan Zuoyebang yang didanai oleh Alibaba didenda 2,5 juta yuan atau US$ 389 ribu (Rp 5 miliar). Nasib serupa dialami oleh Yuanfudao yang didukung Tencent.

Badan Regulasi Pasar Tiongkok (SAMR) juga mendenda anak usaha Alibaba di bidang kebutuhan pokok Nice Tuan dan Shixianghui dari Tencent. Ini karena menerapkan skema pembelian berbasis komunitas dengan metode harga yang salah atau menyesatkan.

Akhir tahun lalu, SAMR juga mendenda Alibaba 500 ribu yuan atau Rp 1 miliar, karena meningkatkan kepemilikan saham di perusahaan retail modern Intime Retail Group Co pada 2017. "Perusahaan tidak meminta persetujuan kepada otoritas," demikian dikutip dari Bloomberg, tahun lalu (14/12/2020).

Sedangkan unit bisnis e-book Tencent, China Literature didenda Rp 1 miliar. Ini karena tidak melaporkan akuisisi studio film New Classics Media pada 2018.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...