Diblokir AS, Huawei: Amerika Belum Tentu Lebih Aman
Huawei diblokir dari perdagangan Amerika Serikat (AS) sejak awal 2019, karena dianggap berbahaya bagi keamanan nasional. Namun raksasa teknologi asal Cina ini menyampaikan, Negeri Paman Sam belum tentu aman.
Corporate Senior Vice President and Director of the Board Huawei Catherine Chen menilai, AS salah mengidentifikasi perusahaan sebagai ancaman siber. “Mengecualikan Huawei tidak membuat AS lebih aman. Belum ada penurunan serangan siber di Amerika atau di mana pun sejak Huawei diblokir,” kata dia kepada The Guardian, dikutip Kamis (2/9).
Ia menegaskan bahwa Huawei tidak pernah menerima permintaan apa pun dari pemerintah Cina untuk melemahkan kepentingan negara lain atau bertindak secara ilegal.
“Pendiri kami mengatakan hal yang sama ketika dia diwawancarai di Cina. Pemerintah Tiongkok dan rakyat memahami posisi kami dalam hal ini,” ujar Catherine.
Ia mengatakan, pendiri perusahaan Ren Zhengfei menyatakan bahwa Huawei akan pernah memenuhi permintaan yang melemahkan negara lain. “Ini adalah sesuatu yang telah kami nyatakan berulang kali,” ujar dia.
Akan tetapi, selain AS, beberapa negara Eropa meragukan keamanan Huawei. Inggris misalnya, memutuskan untuk tidak menggunakan solusi jaringan internet generasi kelima alias 5G dari perusahaan Cina ini.
Dalam kasus tersebut, Catherine menilai bahwa keputusan Inggris itu karena ada dorongan secara politis. Dia mengklaim tidak ada bukti kesalahan apa pun di pihak Huawei selama satu dekade penuh pengawasan di Britania Raya.
“Pada paruh pertama 2020, mereka membuat keputusan berdasarkan pertimbangan manajemen risiko. Tetapi pada paruh kedua tahun itu, mereka membuat keputusan berdasarkan pertimbangan politik,” kata Catherine.
Ia memperkirakan, dalam jangka menengah, Inggris mungkin menjadi pihak yang paling dirugikan karena memblokir layanan Huawei. Begitu juga dengan AS. “Mengecualikan Huawei juga tidak membuat AS lebih kuat. Faktanya, langkah-langkah ini telah merusak daya saing perusahaan AS,” katanya.
Pekan lalu, Presiden AS Joe Biden mengundang para petinggi raksasa teknologi seperti Apple, Google, Amazon hingga Microsoft terkait keamanan siber. Pertemuan dilakukan setelah ada beberapa serangan siber tingkat tinggi, termasuk yang menimpa kontraktor perangkat lunak (software) pemerintah SolarWinds dan pipa minyak Colonial Pipeline.
Setelah pertemuan, raksasa teknologi di Amerika itu pun berkomitmen menyediakan miliaran dolar untuk meningkatkan keamanan siber. Biden juga menandatangani perintah eksekutif yang mewajibkan agensi AS menggunakan otentikasi dua faktor atau two-factor authentication saat login guna mencegah serangan siber.
Selain itu, Huawei menilai bahwa langkah mantan presiden AS Donald Trump memblokir perusahaan dan raksasa semikonduktor asal Cina, Semiconductor Manufacturing International Corp (SMIC) membuat cip langka.
Huawei bahkan terpaksa menyetop produksi cip andalan, Kirin pada September 2020. Ini karena sanksi AS mempersulit perusahaan bekerja sama dengan korporasi Amerika untuk mendapatkan komponen.
Dewan Kebijakan Otomotif AS meminta Trump untuk mencari solusi atas kelangkaan cip tersebut. Itu karena industri ini juga membutuhkan cip, khususnya untuk mobil listrik atau otonom.
"Imbas kelangkaan cip, akan mengurangi produksi kami dan berdampak negatif pada ekonomi AS," kata Presiden Dewan Kebijakan Otomotif AS Matt Blunt dikutip dari Bloomberg, pada Januari (19/1).