Saingi Cina, AS Buat Koalisi dengan 3 Negara untuk Atasi Cip Langka
Amerika Serikat (AS) menggaet tiga negara yakni Jepang, India, dan Australia membentuk koalisi untuk mengatasi chipset atau cip langka. Sedangkan Cina mengandalkan 90 perusahaan lokal seperti Huawei dan Xiaomi.
Koalisi AS dan tiga negara tersebut disebut Quad. Mereka akan menandatangani pakta atau perjanjian membangun rantai pasokan cip saat menggelar konferensi tingkat tinggi (KTT) Indo-Pasifik pekan depan. Tujuannya, mengurangi ketergantungan rantai pasok cip dari Cina.
Hal itu diketahui dari draf pernyataan bersama yang akan dikeluarkan pada KTT. "Untuk menciptakan rantai pasok yang kuat, keempat negara akan memastikan kapasitas pasokan semikonduktor mereka dan mengidentifikasi kerentanan," demikian isi draf dikutip dari Business Insider, Senin (20/9).
Draf itu juga menjelaskan bahwa penggunaan teknologi canggih harus berdasarkan pada aturan. Ini supaya pengembangannya bisa menghormati hak asasi manusia (HAM).
Business Insider melaporkan, pakta koalisi Quad bertujuan menyaingi dan mengurangi ketergantungan rantai pasok cip dari Cina.
Apalagi pemerintah Cina tengah gencar mengembangkan cip di saat beberapa perusahaan diblokir oleh AS. Beijing berencana menggaet 90 perusahaan, termasuk Xiaomi dan Huawei, untuk mengembangkan industri semikonduktor lokal.
Mereka mengajukan permohonan kerja sama untuk membentuk Komite Teknis Standardisasi Sirkuit Terpadu Nasional. "Mereka akan memperkuat industri semikonduktor Cina," demikian isi informasi resmi yang dirilis oleh Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi (MIIT) dikutip dari Gizchina, awal Februari (1/2).
Eropa juga tak mau kalah. Negara-negara di benua biru itu berencana membuat Undang-undang (UU) yang mengatur kedaulatan semikonduktor.
Komisaris Pasar Internal Komisi Eropa Thierry Breton mengatakan, UU yang akan dikenal sebagai ‘UU Cip’ itu terdiri dari tiga elemen. Pertama, strategi penelitian semikonduktor. Tujuannya membangun kerangka kerja penelitian oleh lembaga-lembaga seperti IMEC di Belgia, LETI/CEA di Prancis dan Fraunhofer di Jerman.
Kedua, rencana kolektif untuk meningkatkan kapasitas pembuatan cip di Eropa. Tujuannya, mendukung pemantauan dan ketahanan rantai pasok cip yang diproduksi.
Terakhir, penetapan kerja sama dan kemitraan internasional.
Breton mengatakan, UU cip tersebut dibuat agar negara-negara di Eropa tidak lagi bergantung pada rantai pasok cip di satu negara atau wilayah. "Kami ingin melindungi kepentingan benua dan menempatkan Eropa dengan kuat di lanskap geopolitik global," kata Breton dikutip dari TechCrunch, Rabu (14/9).
Sederet langkah itu dilakukan oleh Cina, AS, dan Eropa di tengah kelangkaan cip. Wakil Presiden Direktur Forrester Glenn O’Donnell memperkirakan, krisis ini berlangsung hingga 2023.
“Ini karena permintaan akan tetap tinggi dan pasokan terbatas. Kami memperkirakan kelangkaan cip bertahan hingga 2022 atau 2023,” ujar Glenn dikutip dari CNBC International, pada Mei (12/5).
Dia memprediksi, permintaan komputer atau personal computer (PC) berbasis cip paling canggih, akan sedikit melunak pada tahun depan. Namun pusat-pusat data (data center) akan membeli lebih banyak cip.
Tingginya permintaan seiring dengan terus berkembangnya komputasi awan (cloud) dan penambangan mata uang kripto (cryptocurrency).
Sedangkan CIO Plurimi Investment Managers Patrick Armstrong memprediksi, kelangkaan cip berlangsung selama 18 bulan ke depan.
“Cip tidak hanya untuk otomotif, tapi juga ponsel pintar (smartphone), internet, dan segalanya. Ada begitu banyak barang yang saat ini menggunakan cip lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Semuanya mendukung internet,” kata Armstrong.
Namun Armstrong menilai kelangkaan cip global paling keras memukul industri otomotif dibandingkan industri lainnya.