AS Kaji Regulasi Baru soal Facebook Raih Untung dari Ujaran Kebencian
Mantan pegawai Facebook mengungkapkan, perusahaan media sosial ini sengaja membiarkan konten ujaran kebencian (hate speech) berseliweran di platform supaya untung. Senator di Amerika Serikat (AS) menilai, perlu ada aturan baru terkait ini.
Sebelumnya, mantan manajer produk Facebook Frances Haugen melaporkan dokumen rahasia terkait cara Facebook menangani konten ujaran kebencan. Ia pun bersaksi kepada senator AS di Capitol Hill.
Mendengar hal itu, senator dari Partai Republik Marsha Blackburn mengatakan bahwa perlu ada regulasi baru yang mengatur tanggung jawab media sosial dalam mengendalikan konten, termasuk ujaran kebencian.
"Regulasi ini semestinya terbit lebih cepat," kata Marsha dikutip dari TIME, Kamis (8/10).
Senator dari Partai Demokrat Richard Blumenthal sepakat, regulasi baru diperlukan agar perusahaan seperti Facebook tidak mengorbankan kepentingan umum demi keuntungan. "Harus ada peran dari pemerintah karena Facebook tidak lagi dapat dipercaya,” katanya
Ia juga mengatakan, Facebook harus berhenti menutup diri terhadap praktik membiarkan konten seperti ujaran kebencian berseliweran di platform.
Profesor di North Central Collage sekaligus analis media sosial, Jennifer Jackson setuju adanya regulasi baru. Ia menilai, Facebook menyebabkan lebih banyak remaja terpapar gangguan kesehatan dan mental.
"Saya mendorong reformasi platform ini," katanya.
Saat bersaksi di depan senator AS di Capitol Hill, Haugen mengatakan bahwa Facebook sengaja membiarkan konten ujaran kebencian berseliweran di platform. Algoritme Facebook yang diperbarui pada 2018 didesain sedemikian rupa guna mendorong banyak keterlibatan orang di platform.
Namun berdasarkan analisis perusahaan, keterlibatan yang paling banyak terjadi yakni menanamkan rasa takut dan benci pada pengguna. Seiring berjalannya waktu, algoritme yang berjalan di Facebook mengarah pada konten kemarahan dan kebencian.
"Facebook lebih memilih untuk mengoptimalkan kepentingan sendiri, seperti menghasilkan lebih banyak uang," kata Haugen dikutip dari The Verge, pekan lalu (4/10).
Haugen juga yakin CEO Facebook Mark Zuckerberg membiarkan konten ujaran kebencian itu berseliweran di platform. "Ia (Zuckerberg) tidak pernah membuat platform kebencian, tetapi dia membiarkan pilihan itu dibuat," katanya.
Menurutnya, Facebook dan Zuckerberg membiarkan konten ujaran kebencian berseliweran di platform karena perusahaan ingin mendapatkan untung. "Konten yang penuh kebencian dan polarisasi akan mendapatkan lebih banyak distribusi dan lebih banyak jangkauan," katanya.
Ia pun meminta Kongres membuat undang-undang untuk memperbarui peraturan internet, terutama terkait ujaran kebencian saat pemilu, konten berbahaya, privasi, dan persaingan.
Hal itu akan membuat Facebook dan platform media sosial lain bertanggung jawab secara hukum atas keputusan penayangan konten di platform. Regulasi juga akan memaksa perusahaan semakin terbuka, sehingga data internal mengani dampak media sosial tersedia untuk peneliti independen.
"Saya maju dengan risiko pribadi yang besar karena saya yakin, masih ada waktu untuk Facebook berubah," kata Haugen dikutip dari CNN Internasional, Rabu (6/10).
Haugen merupakan mantan manajer produk di Facebook yang bertugas pada bagian Integritas Kewarganegaraan atau Civic Integrity. Ia meninggalkan Facebook pada 2021 setelah pembubaran Civic Integrity.
Ia juga yang melaporkan dokumen rahasia Facebook ke Wall Street Journal, media yang menerbitkan investigasi masalah Facebook dalam menjaga konten dari efek negatif dan misinformasi.
Dokumen itu mengungkap bahwa ada banyak dampak buruk Facebook bagi remaja. Bahkan 13% anak muda di Inggris dan 6% di AS berpikir untuk bunuh diri.
Sebanyak 32% remaja perempuan mengatakan, ketika mereka merasa buruk tentang tubuh mereka, platform Instagram besutan Facebook membuatnya lebih buruk.
Haugen mengajukan setidaknya delapan keluhan kepada Securities and Exchange Commission di AS terkait Facebook. Ia menuduh Facebook menyembunyikan penelitian tentang kekurangan perusahaan dari investor dan publik.
Namun Mark Zuckerberg membantah kesaksian Haugen. Ia mengatakan, tidak masuk akal jika Facebook mencari keuntungan dari konten ujaran kebencian.
"Argumen bahwa kami dengan sengaja mendorong konten ujaran kebencian demi keuntungan sangat tidak masuk akal," kata Zuckerberg dalam unggahan di blog dikutip dari The Guardian, Rabu (6/10).
Ia mengatakan, selama ini perusahaan memerangi konten berbahaya seperti ujaran kebencian. "Kami mempekerjakan lebih banyak orang yang berdedikasi untuk ini (memerangi ujaran kebencian) daripada (platform) yang lain," katanya.
Zuckerberg juga membantah tudingan Haugen terkait penggunaan algoritme agar platform terus menerus menghasilkan konten ujaran kebencian. Ia mengatakan, perubahan algoritme pada 2018 bertujuan meningkatkan kesejahteraan.
"Ini menunjukkan lebih sedikit video viral dan lebih banyak konten dari teman dan keluarga," kata Zuckerberg.
Ia pun membantah tuduhan bahwa Facebook menyembunyikan dokumen dampak media sosial. Menurutnya, raksasa teknologi asal AS ini menetapkan standar industri terkemuka untuk transparansi dan pelaporan. Alhasil, menurutnya tidak mungkin suatu dokumen disembunyikan.