UU Tak Kunjung Terbit, Kominfo Bikin Standar Ahli Perlindungan Data
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyiapkan standar kompetensi bagi pejabat perlindungan data pribadi atau data protection officer (DPO). Langkah ini ditempuh ketika pembahasan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) tak kunjung rampung.
Koordinator Tata Kelola Perlindungan Data Pribadi Kementerian Kominfo Hendri Sasmita Yuda mengatakan, RUU PDP masih digodok bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di dalamnya, terdapat substansi yang mengatur peran pejabat perlindungan data pribadi.
Instansi pemerintahan dan perusahaan yang mengelola data dengan jumlah besar harus mempunyai pejabat tersebut. Tujuannya, agar ekosistem perlindungan data pribadi bisa terbentuk.
"Kami pun merespons melalui peta jalan yang terukur. Kami menerbitkan rancangan besar dan akan membuat standar kompetensi minimum untuk pejabat tersebut," kata Hendri saat konferensi pers virtual, Rabu (1/12).
Setelah peta jalan dan standar kompetensi terbentuk, akan ada pelatihan atau sertifikasi berstandar. "Rencananya pada 2022 kami bergerak mulai dari brainstorming ke pejabat itu. Bukan hanya di instansi pemerintah tapi juga industri," katanya.
Sedangkan pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi tak kunjung selesai. Aturan ini juga terus molor dari target.
Yang terbaru, pembahasan rancangan RUU PDP ditarget rampung akhir tahun ini.
Padahal, pembahasan RUU PDP sudah melalui lebih dari tiga masa sidang. Sebanyak 145 dari total 371 daftar inventarisasi masalah (DIM) selesai dibahas.
Salah satu isu yang membuat pembahasan RUU PDP alot yakni soal lembaga independen yang mengawasi pelaksanaannya. Kementerian Kominfo ingin otoritas ini di bawah instansinya.
Sedangkan Komisi I ingin otoritas pengawas pelindungan data pribadi itu di bawah presiden, bukan kementerian.
Kabarnya, Komisi I mulai membuka diskusi dengan Kominfo terkait lembaga pengawas independen tersebut. DPR disebut sepakat jika otoritas pelindungan data ini di bawah Kominfo.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Bobby Adhityo Rizaldi tidak mengonfirmasi benar atau tidak kabar tersebut. “Belum secara resmi, sepengetahuan saya,” kata dia kepada Katadata.co.id, pada Oktober (6/10).
Pembicaraan antara Komisi I dan Kominfo itu kabarnya terjadi setelah sertifikat vaksin corona Presiden Joko Widodo (Jokowi) bocor pada awal September (3/9). Walaupun, kemudian diketahui bahwa data yang bocor yakni Nomor Induk Kependudukan (NIK), bukan dari aplikasi PeduliLindungi.
“Belum ada resmi bentuk kelembagaan yang diusulkan pemerintah untuk dibahas bersama,” kata Bobby.
Di sisi lain, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G Plate sempat menyampaikan, ada 29 lembaga dan perusahaan yang mengalami kebocoran data sejak 2019 hingga Juni 2021. Rinciannya, tiga terjadi pada 2019 dan 20 tahun lalu.
Jika dihitung dengan kebocoran data pada Indonesian Health Alert Card atau eHAC dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan BSSN, maka totalnya 32.