India dan Cina Batasi Investasi Asing di Startup, Bagaimana Indonesia?
Cina menyiapkan aturan yang akan membatasi secara ketat startup meraih pendanaan asing. India menerapkan kebijakan serupa tahun lalu. Bagaimana dengan Indonesia?
Perencanaan negara, Kementerian Perdagangan, regulator sekuritas dan Bank Sentral di Cina sedang merumuskan aturan daftar hitam tersebut. Namun, belum jelas seberapa luas jangkauan regulasi ini nantinya.
Financial Times melaporkan, sumber yang mengetahui masalah tersebut menyampaikan bahwa aturan tersebut akan menargetkan startup di sektor sensitif, seperti penggunaan data atau yang berpotensi menimbulkan masalah keamanan nasional.
Dua sumber Financial Times yang dekat dengan regulator keuangan juga mengatakan, regulasi berisi daftar hitam itu bertujuan memastikan startup nasional tidak didominasi oleh pemegang saham asing.
"Ini karena pada masa depan, investor asing dikhawatirkan dapat memasukkan uang ke industri tradisional sebagai lawan teknologi,” kata sumber tersebut dikutip dari Financial Times, Rabu (8/12).
Beijing juga bakal mempersulit perusahaan rintisan mencatatkan penawaran saham perdana ke publik atau IPO di bursa luar negeri.
India menerapkan kebijakan serupa tahun lalu, namun khusus dari investor Tiongkok. Kedua negara sempat berselisih terkait konflik di perbatasan pada awal 2020.
Pemerintah India bahkan memblokir ratusan aplikasi asal Cina. Kemudian, mengkaji sekitar 50 proposal investasi yang melibatkan perusahaan-perusahaan Tiongkok.
India menerapkan kebijakan penyaringan investasi baru yang masuk ke negaranya. Melalui kebijakan yang berlaku sejak April 2020 ini, entitas bisnis yang mau berinvestasi di Negeri Bollywood harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah.
"Kami menjadi sedikit lebih berhati-hati seperti yang dibayangkan," kata seorang pejabat senior Pemerintah India di New Delhi dikutip dari Reuters, medio tahun lalu (6/7/2020).
Cara Indonesia Atasi Tingginya Investasi Asing di Startup
Pemerintah di Indonesia juga mulai menyoroti tingginya investasi asing di perusahaan rintisan lokal. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mendorong perusahaan pelat merah berinvestasi di startup.
"Kami siapkan pendanaan di Telkom, Mandiri, dan BRI Ventures. Kebanyakan unicorn dan startup Indonesia saat ini dimiliki oleh asing," ujar Erick Thohir dalam diskusi virtual yang diselenggarkan oleh Universitas Sriwijaya, seperti dikutip dari Antara, akhir Oktober (23/10).
Erick mengatakan, selama ini pemerintah belum hadir untuk startup dan unicorn. Oleh Karena itu, banyak di antara mereka yang dikuasai oleh investor asing.
“Kami akan mendorong pembiayaan yang dikhususkan untuk startup dan akan diluncurkan oleh bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada minggu kedua Desember,” kata dia. Program yang dimaksud yakni Merah Putih Fund.
Akses pendanaan akan diberikan kepada perusahaan rintisan yang memenuhi tiga syarat, yakni:
- Pencipta atau pemiliknya adalah orang Indonesia
- Beroperasi di Indonesia
- Perusahaan nantinya melandai di Bursa Efek Indonesia (BEI), bukan luar negeri
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyampaikan, BUMN tidak seharusnya menunggu startup untung, baru disuntik modal. Menurutnya, perusahaan milik negara perlu melihat langkah investor asing.
"Apakah investor asing tidak khawatir uangnya hilang? Kan sudah dihitung secara bisnis. Memang kami tidak mampu menghitung secara bisnis? Kan kami mampu," kata Arya dalam sesi bincang dengan media secara virtual, pada Oktober (5/10).
Ia optimistis, peluang lewat berinvestasi di startup akan mendatangkan keuntungan yang sangat besar di kemudian hari. Oleh karena itu, BUMN tidak bisa menunggu perusahaan rintisan untung terlebih dulu.
Arya justru khawatir, jika BUMN berinvestasi saat startup untung, harganya sudah tidak masuk dalam hitungan bisnis. “Kita masuk, sudah tidak ada artinya lagi,” ujar dia.
Untuk itu, Kementerian BUMN gencar mendorong perusahaan berpelat merah berinvestasi di startup. Utamanya, setelah sejumlah startup telah dikuasai oleh investor asing.
Ia menilai bahwa BUMN paling berpotensi untuk menanamkan modal ke startup. Dengan begitu, kepemilikan lokal bisa terjaga. "Kami ini kecewa, ternyata sejumlah startup dikuasai oleh asing sekarang," kata Arya.