Bank Indonesia hingga BUMN Diretas, DPR: Darurat Keamanan Siber RI
Lebih dari 200 komputer di kantor cabang Bank Indonesia (BI) diduga dibobol oleh peretas (hacker) asal Rusia, ransomware Conti. Beberapa sistem lembaga negara dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga pernah menjadi korban kejahatan siber.
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Kesejahteraan Rakyat (PKS) Sukamta mengatakan, kejahatan siber yang kerap kali terjadi menunjukkan kondisi keamanan siber di Indonesia sudah pada tingkatan sangat mengkhawatirkan.
Sebab, peretasan dan kebocoran data menunjukkan bahwa infrastruktur keamanan siber di lembaga negara, seperti Bank Indonesia buruk. "Ini sudah kategori darurat. Perlu penanganan segera dan harus komprehesif," kata Sukamta kepada Katadata.co.id, akhir pekan lalu (22/1).
Ia juga menyesalkan lambatnya respons pemerintah dalam mengatasi kebocoran data. Menurutnya, pemerintah seakan membiarkan kasus tanpa jelas upaya tindak lanjutnya.
"Pemerintah mungkin kebingungan mau mengambil langkah hukum terkait kebocoran data," kata Sukamta. Sebab, pembahasan Rancangan Undang-Undang atau RUU Perlindungan Data Pribadi belum juga rampung.
"Sudah lima masa sidang RUU Pelindungan Data Pribadi dibahas, tapi pihak pemerintah masih tarik ulur dalam beberapa pasal," ujarnya. Namun, ia tidak menjelaskan pasal apa saja yang dimaksud.
Ia hanya berharap, pemerintah harus segera membenahi infrastuktur keamanan siber meskipun belum ada UU perlindungan data pribadi.
"Di luar soal regulasi, pemerintah bisa segera benahi sistem proteksi, pembaruan aplikasi, enkripsi data, backup data hingga tata kelola Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola keamanan siber," katanya.