Metaverse Diramal Dongkrak Pendanaan Startup Kripto dan Gim
Metaverse mulai menjadi tren, termasuk di Indonesia. Investor dari kalangan modal ventura memperkirakan, masifnya adopsi teknologi ini mendongkrak pendanaan ke startup di sejumlah sektor, seperti kripto (cryptocurrency) hingga gim.
Beberapa ahli mengatakan, metaverse merupakan versi teranyar dari virtual reality (VR) tanpa komputer. Pengguna teknologi dapat memasuki dunia virtual menggunakan perangkat berupa headset atau kacamata berbasis augmented reality (AR) maupun VR.
Partner SOSV & Managing Director Chinaccelerator Oscar Ramos mengatakan, metaverse akan diadopsi oleh sejumlah perusahaan, termasuk startup. "Ini akan memengaruhi cara perusahaan berinteraksi dengan konsumen. Saya juga melihat akan banyak aplikasi yang terintegrasi dengan metaverse," katanya dalam acara Wild Digital, Rabu (13/4).
Sedangkan Managing Partner 500 Global Khailee Ng memperkirakan, masifnya adopsi teknologi metaverse akan berpengaruh pada pendanaan startup. Investor akan banyak tertarik untuk berinvestasi di perusahaan rintisan terkait dengan teknologi dunia virtual itu.
Salah satu startup yang menjadi daya tarik investor adalah yang memfasilitasi perdagangan kripto. Sebab, transaksi di dunia virtual menggunakan cryptocurrency seperti ethereum.
"Saya juga melihat bahwa industri gim masif masuk ke ekosistem web3. Selain itu, ada sektor hiburan dan streaming yang bakal banyak terlibat dalam pendanaan," kata Khailee.
Founding CEO BRI Ventures Nicko Widjaja mengatakan, perusahaan turut menyasar startup kripto.
BRI Ventures dan Tokocrypto membuat program blockchain accelerator bernama Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator pada Januari. Tujuannya, memberdayakan startup dengan teknologi blockchain.
Anak usaha BRI itu juga terlibat dalam pendanaan terhadap startup game dunia virtual, Yield Guild Games Southeast Asia (YGG SEA) yang berbasis di Filipina pada akhir tahun lalu.
Nicko mengatakan, BRI Ventures mempunyai sejumlah penilaian dalam memilih startup incaran. "Kami melihat fundalmental perusahaan, produk, performa, potensi pasar, dan perspektif lainnya," katanya.
Pendanaan ke startup fintech ASEAN menyentuh rekor US$ 3,5 miliar atau sekitar Rp 49,7 triliun selama Januari – September 2021. “Ini tahun yang luar biasa untuk pendanaan fintech di ASEAN. Pulih dibandingkan tahun lalu yang menurun,” demikian isi laporan FinTech in ASEAN 2021 oleh UOB, PwC Singapore dan Singapore FinTech Association (SFA), akhir tahun lalu (16/11/2021).
Nilai pendanaan ke fintech ASEAN tersebut meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu. Ada 13 mega-round atau kesepakatan di atas US$ 100 juta, salah satunya Xendit di Indonesia.
"Peluang untuk menjalin kemitraan win-win-win yang kuat antara bank , perusahaan fintech dan pemain di ekosistem di seluruh kawasan ini akan tetap berperan dalam mendorong pertumbuhan berkelanjutan dari perusahaan fintech ASEAN," kata Head of Group Channels and Digitalisation UOB Janet Young.
Kategori fintech yang paling banyak diburu oleh investor yakni pembayaran, seperti GrabPay, GoPay, OVO, dan DANA. Di ASEAN, kategori pembayaran menerima pendanaan tertinggi yakni US$ 1,9 miliar.
Disusul oleh teknologi investasi US$ 457 juta dan kripto US$ 356 juta. Investasi di kedua sub-sektor fintech ini masing-masing meningkat enam kali lipat dan lima kali lipat dibandingkan tahun lalu.