Startup Cina Dipaksa Masuk ‘Daftar IPO Berdarah' saat Marak PHK di RI
Startup di Indonesia dan Amerika Serikat (AS) marak melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK karyawan. Sedangkan di Cina, perusahaan rintisan bersedia mencatatkan saham secara publik atau IPO dengan valuasi yang lebih rendah daripada selama putaran pendanaan.
Kondisi itu disebut dengan ‘pencatatan saham berdarah’.
Di Cina, startup tertekan oleh penguncian atau lockdown akibat pandemi corona. Ini berbeda dengan perusahaan rintisan di negara lain, seperti Indonesia yang terkena dampak sentimen global, khususnya inflasi, konflik geopolitik, dan kebijakan moneter.
Startup di Tiongkok pun terpaksa IPO dengan valuasi yang rendah. Hal ini menyebabkan investor dari kalangan modal ventura merugi.
CloudWalk Technology misalnya, pra-IPO dengan valuasi 29% lebih rendah. Padahal startup ini disebut sebagai salah satu dari ‘empat naga’ Cina di bidang kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI).
Lalu, pembuat cip Smarter Microelectronics (Guangzhou) Co berencana IPO dengan valuasi turun 78%, menurut perhitungan berdasarkan rancangan prospektus perusahaan.
Dan Wuxi Shoulder Electronics Co juga segera IPO. Valuasinya merosot sepertiga dari ‘label harga’ di pasar swasta.
Perusahaan teknologi pengenalan wajah yang masuk daftar hitam oleh AS, Megvii Technology Ltd juga berencana IPO di STAR Market. Startup ini sebelumnya upaya gagal IPO di Hong Kong karena sanksi AS.
Valuasi Megvii yang anjlok merugikan pemodal ventura.
Saat perang dagang Amerika dan Cina selama pemerintahan Donald Trump, investor masif menyuntik modal startup AI, semikonduktor, dan sektor-sektor lain yang penting untuk swasembada teknologi Beijing.
“Hal itu didorong oleh faktor patriotisme dan keserakahan,” kata petinggi di perusahaan modal ventura yang berbasis di Shenzhen, China Europe Capital, Abraham Zhang dikutip dari The Economic Times, Jumat (27/5).
"Sekarang, gelembungnya pecah, dan Anda mulai melihat banyak ‘daftar IPO berdarah’," tambah Zhang.
Ia mencatat, sebelumnya ada banyak startup AI yang masif ‘bakar uang’ dan membutuhkan dana besar. Padahal, fundamental bisnis perusahaan rintisan tersebut dinilai tidak sesuai dengan valuasi yang tinggi.
Kini, harga saham emiten di papan Star di Cina pun anjlok hampir 305 sejak awal tahun. Banyak harga saham yang jeblok di bawah harga saat IPO.
Star Market atau Science and Technology Innovation Board adalah papan baru untuk perusahaan rintisan teknologi yang ingin IPO di Bursa Cina (mirip papan perdagangan teknologi di Bursa Nasdaq.
Namun, startup di Cina bersedia IPO di dalam negeri meski valuasi mereka anjlok. Hal ini karena investor semakin berhati-hati dalam memberikan pendanaan ke startup.
Sedangkan IPO startup Cina di bursa efek luar negeri tidak ada selama hampir setahun terakhir. Hal ini karena pengetatan kebijakan oleh Beijing.
Ada lebih dari 15 ribu perusahaan modal ventura dan ekuitas swasta yang terdaftar di Cina. Zhang memperkirakan, dua pertiga bakal tertekan akibat kondisi yang menimpa startup saat ini.
"Hari-hari memetik ceri sudah berakhir, dan sekarang Anda harus mulai menanam pohon ceri sendiri," katanya.
Hal senada disampaikan oleh Wakil Presiden Yiti Capital yang berbasis di Shanghai, Devin Liu. "Sebagian besar kesepakatan investasi ditahan. Dan investor semakin waspada dengan valuasi tinggi," ujarnya.
Di Shanghai dan Beijing, transaksi perusahaan modal ventura dan ekuitas swasta anjlok lebih dari 70% secara tahunan (year on year/yoy) per April. “Ini karena Covid-19,” menurut penyedia data CVSource.
Padahal kedua kota itu pernah mencatatkan transaksi pendanaan ke startup terbanyak di Negeri Panda.
"Tidak apa-apa bagi Anda untuk mendiskusikan proyek secara online, tetapi tidak ada pengambilan keputusan," kata CEO New Access Capital yang berbasis di Shanghai, Andrew Qian.
Ia memperkirakan, seperlima pemodal ventura ‘berbaring datar’ atau tidak melakukan transaksi tahun ini.
Perusahaan ekuitas swasta yang berbasis di Shenzhen, Conwin Capital melaporkan penurunan 78% pendapatan kuartal pertama.