Startup Cina Dipaksa Masuk ‘Daftar IPO Berdarah' saat Marak PHK di RI

Desy Setyowati
27 Mei 2022, 13:29
startup, cina, startup phk, phk, amerika,
ANTARA FOTO/REUTERS/Tingshu Wang/HP/sa.
Orang-orang berseluncur di danau beku yang telah diubah menjadi gelanggang es, ditengah wabah virus corona (COVID-19), di Beijing, Cina, Sabtu (16/1/2021).

Startup di Indonesia dan Amerika Serikat (AS) marak melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK karyawan. Sedangkan di Cina, perusahaan rintisan bersedia mencatatkan saham secara publik atau IPO dengan valuasi yang lebih rendah daripada selama putaran pendanaan.

Kondisi itu disebut dengan ‘pencatatan saham berdarah’.

Advertisement

Di Cina, startup tertekan oleh penguncian atau lockdown akibat pandemi corona. Ini berbeda dengan perusahaan rintisan di negara lain, seperti Indonesia yang terkena dampak sentimen global, khususnya inflasi, konflik geopolitik, dan kebijakan moneter.

Startup di Tiongkok pun terpaksa IPO dengan valuasi yang rendah. Hal ini menyebabkan investor dari kalangan modal ventura merugi.

CloudWalk Technology misalnya, pra-IPO dengan valuasi 29% lebih rendah. Padahal startup ini disebut sebagai salah satu dari ‘empat naga’ Cina di bidang kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI).

Lalu, pembuat cip Smarter Microelectronics (Guangzhou) Co berencana IPO dengan valuasi turun 78%, menurut perhitungan berdasarkan rancangan prospektus perusahaan.

Dan Wuxi Shoulder Electronics Co juga segera IPO. Valuasinya merosot sepertiga dari ‘label harga’ di pasar swasta.

Perusahaan teknologi pengenalan wajah yang masuk daftar hitam oleh AS, Megvii Technology Ltd juga berencana IPO di STAR Market. Startup ini sebelumnya upaya gagal IPO di Hong Kong karena sanksi AS.

Valuasi Megvii yang anjlok merugikan pemodal ventura.

Saat perang dagang Amerika dan Cina selama pemerintahan Donald Trump, investor masif menyuntik modal startup AI, semikonduktor, dan sektor-sektor lain yang penting untuk swasembada teknologi Beijing.

“Hal itu didorong oleh faktor patriotisme dan keserakahan,” kata petinggi di perusahaan modal ventura yang berbasis di Shenzhen, China Europe Capital, Abraham Zhang dikutip dari The Economic Times, Jumat (27/5).

"Sekarang, gelembungnya pecah, dan Anda mulai melihat banyak ‘daftar IPO berdarah’," tambah Zhang.

Ia mencatat, sebelumnya ada banyak startup AI yang masif ‘bakar uang’ dan membutuhkan dana besar. Padahal, fundamental bisnis perusahaan rintisan tersebut dinilai tidak sesuai dengan valuasi yang tinggi.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement