Investor Hati-Hati Beri Investasi, Startup Akan Masif IPO atau Merger?

Fahmi Ahmad Burhan
1 Juli 2022, 16:28
startup, ipo, merger
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Warga mengamati aplikasi-aplikasi startup yang dapat diunduh melalui telepon pintar di Jakarta, Selasa (26/10/2021).

Investor semakin berhati-hati dalam memberikan pendanaan kepada startup karena kondisi ekonomi global. Hal ini dinilai berpengaruh juga terhadap rencana exit strategy perusahaan rintisan.

Exit strategy adalah pendekatan yang direncanakan untuk mengakhiri investasi dengan cara yang akan memaksimalkan keuntungan dan/atau meminimalkan kerugian. Ini bisa berupa pencatatan saham perdana ke publik atau IPO, merger, dan akuisisi.

Bendahara Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani menilai, pendanaan seret dan makro ekonomi yang terguncang memengaruhi rencana IPO startup.

Akan tetapi, menurutnya tidak masalah jika perusahaan rintisan melantai di bursa saham di tengah kondisi sekarang ini. Ia menilai, pelaksanaan IPO tergantung tujuannya.

"Apabila intensinya agar para investor mendapatkan likuiditas, tentu hal ini (IPO) kurang ideal dilakukan, khususnya dalam kondisi makro seperti sekarang," kata Edward kepada Katadata.co.id, Jumat (1/7).

Jika tujuannya benar-benar untuk kemajuan startup, maka IPO tetap menjadi pilihan tepat. Sebab, langkah ini dapat meningkatkan kredibilitas, akses ke modal lebih mudah, perlakuan istimewa dari perbankan hingga kemudahan terkait transparansi. 

Startup di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, sebenarnya ramai IPO tahun lalu. Bukalapak melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun lalu. Entitas gabungan Gojek dan Tokopedia yakni GoTo IPO tahun ini.

Setidaknya, ada tujuh startup lain yang berencana IPO, yakni:

  1. Kredivo
  2. Tiket.com
  3. Traveloka
  4. TaniHub Group
  5. Warung Pintar
  6. Blibli
  7. OnlinePajak

Namun Kredivo menunda rencana IPO. Sedangkan Blibli dan Tiket.com dikabarkan bakal merger terlebih dahulu, baru IPO pada bulan depan.

Kredivo merupakan salah satu startup portofolio Jungle Ventures. Founding Partner Jungle Ventures Amit Anand menyampaikan, perusahaan memang menyarankan perusahaan rintisan portofolio untuk tidak terburu-buru kembali ke pasar, mengingat volatilitas baru-baru ini dan kendala sisi penawaran.

"Kami melihat sedikit koreksi besar,” kata Anand dikutip dari CNBC Internasional, pada Mei (19/5). “Jika mereka bisa, mereka harus memperhatikan ini sedikit lebih lama sebelum kembali ke pasar sehingga memiliki sedikit lebih banyak prediktabilitas.”

Tren Merger dan Akuisisi Startup

Selain IPO, merger dan akuisisi menjadi pilihan exit strategy bagi startup. Menurut Edward, kedua pilihan itu cukup baik untuk kondisi saat ini. 

Langkah itu juga yang banyak dilakukan oleh startup di sektor teknologi finansial (fintech). "Tren belakangan banyak dilakukan pemain fintech, merger dengan bank digital atau akuisisi. Ini memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak," katanya.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana juga mengatakan, merger dan akuisisi menjadi pilihan tepat. "Waktu-waktu bagus untuk akuisisi," katanya pada Mei (17/5).

Sebab, melalui merger dan akuisisi, startup bisa tetap tumbuh lebih cepat dan mencapai target. Perusahaan rintisan kecil yang diakuisisi pun akan mendapatkan untung dari sisi likuiditas.

Hal itu berbeda dengan IPO. "Kalau IPO akan butuh usaha dan sulit. ekspektasi dan daya tarik investor saat ini berubah," katanya.

Sebelumnya, Sekjen Amvesindo Eddi Danusaputro mengatakan bahwa investor akan mengurangi porsi pendanaan ke startup karena likuiditas berkurang. Langkah ini utamanya dilakukan oleh investor luar negeri. 

Sedangkan pengetatan likuiditas terjadi karena dua faktor, yakni:

  • Kebijakan moneter bank sentral di banyak negara 
  • Perang Rusia dan Ukraina yang berpengaruh terhadap suplai 

Dia memperkirakan, pengetatan likuiditas itu terjadi dalam satu sampai dua tahun. “Saya tidak tahu juga. Ini perkiraan saja,” ujar Eddi kepada Katadata.co.id, pada Mei (27/5). 

Secara global, perusahaan analitik CB Insights juga mencatat, jumlah pendanaan dari investor modal ventura kepada startup secara global anjlok 27% per 23 Juni. Jumlahnya menjadi yang terendah selama pandemi Covid-19 atau sejak 2020.

Penurunan jumlah pendanaan itu lebih parah dari perkiraan CB Insight, yakni turun 19%.

"Startup yang didukung modal ventura mengumpulkan putaran pendanaan yang jauh lebih sedikit selama tiga bulan terakhir dibandingkan akhir tahun lalu dan awal 2022," kata CB Insights, dikutip dari Bloomberg, Selasa (28/6).

Penurunan paling tajam yakni pendanaan seri D atau startup tingkat lanjutan. Penurunannya 43%.

Jika dihitung secara tahunan (year on year/yoy), aktivitas transaksi investasi startup di seluruh dunia turun 23%.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...