'Musim Dingin' Kripto Tahun ini Beda dengan 2017, Lebih Berbahaya?

Desy Setyowati
14 Juli 2022, 13:49
Bitcoin, kripto, inflasi amerika
PXHERE.com
Bitcoin

Analis menilai, pasar kripto seperti bitcoin dan ethereum menghadapi ‘musim dingin’ yang berbeda dibandingkan penurunan harga saat fenomena 2017 – 2018. Apakah kondisi saat ini jauh lebih ‘berbahaya’?

Nilai pasar kripto berkurang US$ 2 triliun atau sekitar Rp 29.990 triliun sejak puncak reli besar-besaran tahun lalu. Harga bitcoin bahkan anjlok lebih dari 70% dibandingkan level tertinggi pada November 2021, yakni hampir US$ 69.000.

Advertisement

“Banyak ahli memperingatkan pasar turun berkepanjangan yang dikenal sebagai ‘musim dingin kripto’. Peristiwa serupa terakhir terjadi antara 2017 dan 2018,” demikian dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (14/7).

Ketika itu harga bitcoin jatuh lebih dari 80% setelah mencapai rekor harga tertingginya. Pada Desember 2017, harga bitcoin menyentuh rekor US$ 19.829 per koin. Awal 2018 harganya terus merosot hingga di bawah US$ 4.000.

Namun analis melihat ada enam perbedaan ‘musim dingin’ kripto kali ini dibandingkan fenomena 2017 – 2018. Rinciannya sebagai berikut:

1. Penyebabnya Berbeda

Pada 2018, harga kripto seperti bitcoin dan ethereum turun setelah melonjak tajam. “Sebagian besar disebabkan oleh ledakan gelembung hype,” Direktur riset di perusahaan data crypto Kaiko Clara Medali kepada CNBC Internasional.

Sedangkan penurunan harga kripto awal tahun ini sebagai akibat dari faktor ekonomi makro, termasuk lonjakan inflasi dan kenaikan suku bunga acuan. Faktor-faktor ini tidak ada pada 2017 – 2018.

2. Terkait dengan Penurunan Saham

Bitcoin dan pasar cryptocurrency secara lebih luas telah diperdagangkan dengan cara yang terkait erat dengan aset berisiko lainnya, khususnya saham. Bitcoin membukukan kuartal terburuk dalam lebih dari satu dekade pada kuartal kedua tahun ini.

Pada periode yang sama, Nasdaq yang sarat teknologi turun lebih dari 22%.

Pembalikan pasar yang tajam itu membuat banyak orang di industri mulai dari hedge funds hingga pemberi pinjaman lengah.

3. Tidak Ada Pemain Besar Wall Street

“Ini sangat berpengaruh pada (fenomena) 2017 dan 2018,” ujar profesor keuangan di Universitas Sussex Carol Alexander.

4. Stablecoin tidak stabil

TerraUSD, atau UST, adalah stablecoin algoritmik. Ini merupakan sejenis cryptocurrency yang seharusnya dipatok satu banding satu dengan dolar Amerika Serikat (AS).

Stablecoin bekerja melalui mekanisme kompleks yang diatur oleh suatu algoritme. Tapi UST kehilangan pasak terhadap dolar, sehingga ikut anjlok bersama TerraLuna.

Padahal seharusnya, TerraUSD menguat saat Terra Luna anjlok. Sebab, fungsi Terra Luna menstabilkan harga.

Kondisi itu membuat ‘gelombang kejutan’ di industri kripto. Ini juga menjadi efek knok-on pada perusahaan yang terpapar UST, khususnya hedge fund Three Arrows Capital atau 3AC.

“Runtuhnya blockchain Terra dan stablecoin UST secara luas tidak terduga setelah periode pertumbuhan yang luar biasa,” kata Clara Medali.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement