Efek Berantai Bandar Kripto Global Bangkrut Dirasakan Perusahaan di RI
Perusahaan kripto asal Amerika Serikat (AS), Celsius menyatakan bangkrut beberapa hari lalu. Ini memberikan efek berantai kepada bursa kripto, termasuk yang beroperasi di Indonesia, Zipmex.
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO) Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan, Celsius merupakan perusahaan pemberi pinjaman aset kripto yang mengandalkan aliran simpanan dari investor ritel, termasuk sejumlah perusahaan kripto besar.
Dana itu digunakan untuk taruhan berisiko pada usaha yang belum teruji untuk proyek-proyek ‘keuangan terdesentralisasi’ atau Decentralized Finance (DeFi). DeFi merupakan istilah umum untuk produk keuangan yang dikembangkan di blockchain.
Alhasil, ketika proyek DeFi tumbuh stagnan dan dibarengi dengan pasar kripto yang terguncang, operasional bisnis Celcius terkena dampak.
Di satu sisi, Celsius menjanjikan suku bunga sangat tinggi dan mengklaim risiko kecil. Celsius bahkan sempat menawarkan bunga tahunan 18% jauh di atas layanan keuangan konvensional.
"Imbal hasil yang terlalu tinggi itu menyebabkan neraca keuangan perusahaan tidak berjalan lancar saat pasar lesu," kata Teguh kepada Katadata.co.id, Jumat (22/7).
Celsius pun terguncang. Menurutnya, hal ini memberi efek berantai, termasuk kepada bursa-bursa kripto global.
Sebab, bursa-bursa itu juga berinvestasi di Celsius untuk mendapatkan yield.
"Perusahaan mitra Celcius kemudian tidak bisa melakukan penarikan dana yang dipinjamkan. Pahitnya, investasi itu dibekukan," ujarnya.
Bursa kripto Zipmex juga sempat menghentikan sementara penarikan dana untuk fiat dan aset. Zipmex mengungkapkan, penghentian ini berhubungan dengan masalah keuangan rekan mereka, termasuk Celsius.
Besaran eksposur Celsius di Zipmex senilai US$ 5 juta.
Zipmex beroperasi di empat negara yakni Indonesia, Thailand, Singapura, dan Australia.
Efek domino lainnya yang akan dirasakan oleh bursa adalah tidak adanya dana simpanan untuk menghadapi pasar yang terguncang. Selain itu, gangguan operasional.
"Bursa yang terkena efek domino itu tentu akan mencari cara lain untuk mengembalikan likuiditas dengan berbagai langkah strategi, bisa fundraising atau lainnya," ujar Teguh.
Co-founder dan Supervisory Board di Asosiasi Blockchain Indonesia Pandu Sastrowardoyo juga mengatakan, terguncangnya Celsius akan memberikan efek sistemik.
"Memang ironis, bitcoin yang mulanya diciptakan untuk menghilangkan ketergantungan terhadap debtonomics, tapi sekarang malah banyak debtonomics. Terjadilah cascade seperti sekarang ini," katanya.
Ia juga mengatakan, efek dari terguncangnya Celsius akan dialami oleh pemain di Indonesia. "Pedagang kripto di Indonesia pasti terpengaruh. Tapi, pelaku ekosistem yang arahnya lebih ke teknologi, kini saatnya membangun," ujarnya.
Ia berharap, pelaku kripto di Indonesia bisa lebih paham dalam berinvestasi. "Harus bisa tahu detail teknologi platform, serta mendapatkan yield dari mana?" ujarnya.
Celsius menyatakan bangkrut beberapa hari lalu. Dalam laporan kebangkrutannya, mereka mengalami defisit US$ 1,2 miliar atau setara Rp 17,9 triliun dan berutang US$ 4,7 miliar kepada para penggunanya.
Celsius saat ini hanya mengelola dana US$ 167 juta. Padahal Chief Executive Officer (CEO) perusahaan tersebut, Alex Mashinsky pada Oktober 2021 mengatakan jumlah dana yang dikelola mencapai US$ 25 miliar atau setara Rp 374 triliun.
Jatuhnya Celsius menandai kebangkrutan besar tiga 'bandar' kripto dalam dua pekan terakhir. Kondisi serupa sebelumnya terjadi pada Voyager dan Three Arrows Capital.
Beberapa orang di pasar keuangan menyebut kondisi ini sebagai momen Lehman Brothers versi kripto. Efek penularan dari pemberi pinjaman kripto yang gagal ini disebut mirip dengan jatuhnya bank besar yang berujung krisis keuangan dunia.