Kinerja Meta hingga Google Jeblok di Tengah Ancaman Resesi
Sejumlah raksasa teknologi seperti Meta, Microsoft, dan Google mencatatkan kinerja yang jeblok pada kuartal kedua tahun ini. Kondisi ini dialami raksasa teknologi di tengah ancaman resesi.
Dikutip dari The Verge, Meta melaporkan penurunan pendapatan tahunan pertamanya untuk kuartal kedua tahun ini. Pendapatan Meta turun 1% menjadi US$ 28,8 miliar.
Laba keseluruhan Meta juga turun 36% menjadi US$ 6,7 miliar kuartal II-2022. Divisi dunia virtual atau metaverse mereka yakni Reality Labs jadi biang penurunan pendapatan dan laba perusahaan.
“Ini adalah periode yang menuntut lebih banyak intensitas, dan harapannya kami dapat menyelesaikan lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit,” kata CEO Meta, Mark Zuckerberg, dikutip dari The Verge pada Rabu (27/7).
Induk Facebook ini memang dilaporkan tengah memperketat pengawasan kinerja pegawai. Karyawan yang dinilai tidak berkinerja baik, berpotensi mendapatkan pemutusan hubungan kerja atau PHK.
Padahal tahun lalu, Meta tercatat memiliki jumlah pegawai sebanyak 71.970. Jumlah tersebut meningkat 22,81% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 58.604 orang.
Tidak hanya Meta, Microsoft juga mencatatkan kinerja yang jeblok pada kuartal kedua tahun ini. Microsoft mengalami pertumbuhan pendapatan paling lambat sejak 2020, yakni 12% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$ 51,87 miliar.
Selain itu, induk Google yakni Alphabet melaporkan pendapatan yang melambat menjadi 13% pada kuartal II tahun ini,. Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu sebesar 62%. CFO Alphabet Ruth Porat, mengatakan kinerja perusahaannya saat ini merupakan bagian dari ketidakpastian dalam lingkungan ekonomi global.
Kinerja jeblok raksasa teknologi itu memang seiring dengan kondisi ekonomi global yang sedang bergejolak. Perusahaan Pialang Global Nomura Holdings memperkirakan ada tujuh negara yang masuk jurang resesi ekonomi tahun depan.
Ini karena langkah agresif bank sentral untuk memperketat kebijakan moneter demi melawan lonjakan inflasi.
“Banyak bank sentral beralih ke mandat tunggal untuk menurunkan inflasi. Kredibilitas kebijakan moneter adalah aset yang terlalu berharga untuk hilang. Jadi mereka akan menjadi sangat agresif,” ujar Kepala Riset Pasar Global, Asia ex-Jepang Rob Subbaraman kepada “Street Signs Asia” CNBC, bulan lalu (7/6).
Sedangkan tujuh negara yang diprediksi mengalami resesi ekonomi tahun depan, yaitu:
1. Amerika Serikat
2. Zona Eropa
3. Inggris
4. Jepang
5. Korea Selatan
6. Australia
7. Kanada
Dalam catatan penelitian, Nomura menggarisbawahi beberapa negara ekonomi menengah, termasuk Australia, Kanada, dan Korea Selatan, akan menghadapi masalah utang. Mereka berisiko mengalami resesi lebih dalam dari perkiraan, jika kenaikan suku bunga memicu kegagalan di sektor perumahan.
“Namun jika bank sentral tidak memperketat kebijakan moneter untuk menurunkan inflasi sekarang, akan ada rasa sakit bagi perekonomian karena berpindah ke rezim inflasi tinggi dan terjebak di sana," ujar Subbaraman.