Pangkas Biaya Sewa Jadi 15%, Kemenhub Diprotes Aplikator & Driver Ojol
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memangkas biaya sewa aplikasi ojek online dari maksimal 20% menjadi 15%. Namun, kementerian justru diprotes oleh aplikator dan pengemudi ojol.
Alasannya, pengemudi ojol ingin biaya bagi hasil maksimal 10%. Selain itu, asosiasi ojek online mencatat bahwa ada aplikator yang menerapkan biawa sewa aplikasi lebih dari 15%.
Biaya itu diambil oleh aplikator dari setiap transaksi yang dilakukan oleh ojek online di platform. Misalnya, tarif perjalanan Jakarta Barat ke Jakarta Utara Rp 40.000, maka aplikator mengambil biaya sewa aplikasi maksimal 15% dari nilai ini.
Sedangkan aplikator menilai, Kemenhub tidak memiliki alasan dalam menetapkan persentase biaya bagi hasil. “Kalau memang ini mau diterapkan pemerintah, maksudnya apa?” kata Business Development Manager Maxim Indonesia Azhar Mutamad kepada Katadata.co.id, Selasa (27/9).
Menurutnya, biaya bagi hasil merupakan harga jual layanan masing-masing aplikator. “Kalau ini ditentukan (oleh Kemenhub), ini menjadi pertanyaan. Tarif, syarat, dan kuota diatur. Sekarang potongan juga,” katanya.
Padahal, biaya bagi hasil merupakan sumber pendapatan utama aplikator. Ia khawatir bahwa ketetapan ini membuat industri berbagi tumpangan over regulated, sehingga banyak pemain yang bangkrut.
“Kalau pemerintah memaksakan harus tetap menyediakan layanan transportasi online, pemerintah mau memberikan subsidi untuk kami (aplikator)?” ujarnya.
Dia berharap, pemerintah lebih bijak dan melihat bahwa bisnis berbagi tumpangan membuka peluang kerja bagi banyak orang, mempermudah bisnis UMKM.
“Tolong dilihat secara komprehensif. Jangan karena satu pihak saja sehingga harus diikuti,” kata Imam. “Jika mitra driver merasa keberatan dengan potongan, mereka punya pilihan untuk bekerja dengan aplikasi lain.”