Amazon Akui Akan PHK Karyawan, Jumlahnya Dikabarkan 10.000
Amazon mengakui akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Raksasa e-commerce ini sebelumnya dikabarkan bakal memecat sekitar 10.000 karyawan mulai minggu ini.
Jika jumlah karyawan yang di-PHK benar 10.000, maka ini akan menjadi yang terbesar dalam sejarah perusahaan.
Senior Vice President of Device and Services Amazon Dave Limp mengakui bahwa perusahaan berencana melakukan PHK. Hal ini karena ketidakpastian ekonomi makro global.
“Kami bekerja selama beberapa bulan terakhir untuk lebih memprioritaskan apa yang paling penting bagi pelanggan dan bisnis,” kata Dave dalam blog resmi perusahaan, Rabu (16/11).
Perusahaan memutuskan untuk menggabungkan beberapa tim dan program, sehingga ada karyawan yang tidak lagi diperlukan perannya. “Saya sangat bangga dengan tim yang telah kami bangun,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa Amazon akan memberi dukungan kepada karyawan yang di-PHK, termasuk membantu mereka mendapat pekerjaan baru.
“Jika pegawai tidak dapat menemukan peran baru di dalam perusahaan, kami akan mendukung transisi dengan paket yang mencakup pembayaran perpisahan, tunjangan, dan dukungan penempatan kerja eksternal,” kata Dave.
Dave menegaskan bahwa tim Devices and Services tetap menjadi bidang investasi yang penting bagi Amazon. “Kami akan terus berinovasi atas nama pelanggan,” ujarnya.
The New York Times melaporkan, PHK karyawan akan terjadi pada tim perangkat seperti perangkat suara Alexa, tim divisi ritel, dan human resources. PHK akan dilakukan secara bertahap tim per tim.
Jika Amazon benar melakukan PHK terhadap 10.000 karyawan, maka jumlahnya sekitar 3% dari total.
Amazon memang diuntungkan selama pandemi corona, karena masyarakat beralih ke metode berbelanja online. Raksasa e-commerce ini pun menggandakan jumlah pekerja dalam dua tahun terakhir, ekspansi dan melakukan eksperimen besar.
Karyawan Amazon melonjak 102% dari 798.000 karyawan pada 2019 menjadi 1,6 juta tahun lalu.
Namun pertumbuhannya melambat ke titik terendah dalam dua dekade sejak awal tahun ini. Perusahaan menghadapi biaya tinggi dari investasi berlebihan, sementara pelanggan mulai berbelanja offline dan tertekan inflasi tinggi.
Dalam beberapa bulan terakhir, Amazon pun menutup layanan kesehatan (telehealth), Amazon Glow layanan video call untuk anak-anak, hampir semua layanan call center, robot delivery, serta menunda peluncuran beberapa gudang baru.
Saham Amazon juga turun sekitar 2% pada Senin (14/11).
Raksasa teknologi itu mencatatkan penurunan laba bersih dari US$ 3,2 miliar (setara Rp 49,76 triliun) menjadi US$ 2,9 miliar (Rp 45,10 triliun) pada kuartal III. Kapitalisasi pasarnya pun turun menjadi US$ 200 miliar (Rp 3.110 triliun).