Pedagang Tanah Abang Sepi Penonton, Asosiasi E-Commerce: Efek Pandemi

Nur Hana Putri Nabila
16 September 2023, 13:15
pedagang di Tanah Abang, jualan online, live streaming,
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Pedagang menjual pakaian secara daring melalui media sosial TikTok Live di Blok A dan Blok B Tanah Abang, Jakarta, Rabu (13/9).

Video yang menampilkan pedagang di Tanah Abang berjualan online tetapi sepi penonton saat melakukan live streaming viral di media sosial. Asosiasi E-commerce Indonesia atau idEA mengatakan, hal ini merupakan efek pandemi corona.

“Fenomena dua bulan terakhir, di Tanah Abang, itu sepi atau belum bertumbuh efek pandemi corona. Ada beberapa tempat yang tumbuh,” kata Ketua Umum idEA Bima Laga dalam acara Polemik bertajuk ‘Nasib UMKM di Tengah Gemerlap Social Commerce’, Sabtu (16/9).

Ia menilai, pedagang offline termasuk di Tanah Abang yang mulai masif mempromosikan produk di e-commerce maupun social commerce dengan cara melakukan siaran langsung atau live streaming menandakan sinyal positif.

“Di platform online pun ada sesi khusus Bangga Produk Indonesia,” ujar Bima Laga. “Banyak lapangan pekerjaan untuk mengunggah produk dan live streaming. Ini jadi perekonomian baru.”

Merujuk pada fenomena tersebut, Bima Laga menilai pemerintah tidak melarang bisnis baru seperti social commerce, melainkan membuat aturannya.

Sementara Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menilai sudah terlambat untuk mengatur platform e-commerce dan social commerce. “Akibatnya Indonesia didikte platform digital global,” kata kepada Katadata.co.id, Sabtu (16/9).

Teten menilai para menteri tidak memiliki acuan terkait transformasi digital, karena belum ada strategi nasional terkait ini. “Padahal transformasi digital melibatkan banyak aspek,” katanya.

Ia menjelaskan, transformasi digital di Indonesia hanya berkembang di sektor perdagangan yakni e-commerce. “Bukan di sektor produksi,” Teten menambahkan.

UMKM Indonesia tak didukung rantai pasok yang mumpuni dan berbasis teknologi. Padahal seingatnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah lama mengingatkan kementerian dan swasta untuk mengadopsi teknologi seperti kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) dan Internet of Things (IoT) guna menggenjot produksi.

“Tidak ada yang mewujudkan bagaimana teknologi digital diaplikasikan ke sistem produksi nasional, industri manufaktur, pertanian, agro maritim, kesehatan dan lainnya,” ujar Teten.

Alhasil, produksi nasional kalah dibandingkan produk impor yang lebih murah karena produksinya lebih efisien dan berkualitas.

“Akibatnya transformasi digital di Indonesia tidak melahirkan ekonomi baru, hanya membunuh ekonomi lama. Kue ekonomi tidak bertambah, tapi faktor pembaginya semakin banyak,” Teten menambahkan.

Ia mencontohkan pasar offline seperti Tanah Abang. Pedagang di pasar ini ikut berjualan online, tetapi tetap kalah dengan produk impor. “Hampir 80% penjual di platform online menjual produk impor, terutama dari Cina,” ujar dia.

Terlebih lagi, perekonomian Cina sedang melemah. Ia menduga produksi barang konsumsi yang kelebihan pasokan di Tiongkok, mulai dijual ke ASEAN.

“Indonesia pasarnya besar dan hampir separuh populasi masuk ke e-commerce,” kata Teten. Belum lagi, tarif bea masuk dinilai terlalu murah.

“Babak belur kita,” Teten menambahkan. “Jangankan UMKM, produk industri manufaktur pun tidak bisa bersaing, terutama produk garmen, kosmetik, sepatu olahraga, farmasi dan lainnya.”

Reporter: Nur Hana Putri Nabila

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...