BEI Kaji Harga Saham Startup di Papan Akselerasi Bisa Rp 1 per Lembar
Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah menyiapkan peraturan terkait pencatatan saham di papan akselerasi. Rencananya, saham perusahaan yang tercatat bisa menyentuh harga Rp 1 per lembar. BEI menargetkan, peraturan itu bisa rampung pada Kuartal III-2019.
Di papan utama dan papan pengembangan, harga saham terendah dari perusahaan tercatat adalah Rp 50 per saham. Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi menjelaskan, harga saham di papan akselerasi diberi relaksasi agar mencerminkan kondisi perusahaan lebih nyata.
Papan akselerasi adalah papan pencatatan yang disediakan untuk saham dari emiten dengan aset skala kecil atau menengah. Hasan mengatakan, korporasi yang masuk dalam papan akselerasi merupakan perusahaan rintisan alias startup. Karena itu, harga sahamnya bisa mencapai Rp 1 per saham dan tetap mencerminkan harga wajarnya.
"Kalau dibatasi (di harga Rp 50 per saham) akan ada kekhawatiran dengan papan yang lebih matang, sehingga tidak lagi mencerminkan harga wajarnya. Maka, kami tawarkan untuk dibebaskan," kata Hasan di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (28/5).
(Baca: BEI Permudah Aturan, Tiga Startup Kemungkinan IPO Tahun Ini)
Hasan menjelaskan, pergerakan harga saham perusahaan di papan akselerasi bisa naik ataupun turun dengan persentase yang besar. Hal itu karena minimal harga sahamnya bisa mencapai Rp 1 per saham.
Padahal, pergerakan harga saham perusahaan tercatat ini sudah diatur dalam auto rejection atas (ARA) dan auto rejection bawah (ARB). Harga saham dengan rentang harga Rp 50 hingga Rp 200 per saham, pergerakan ARA dan ARB sebesar 35%. Lebih dari itu, perdagangan sahamnya otomatis dihentikan.
Sedangkan harga saham antara Rp 200 hingga Rp 5 ribu, ARA dan ARB sebesar 25%. Saham yang harganya di atas Rp 5 ribu, batas pergerakannya 20%. Namun, pada saat pencatatan perdana (initial public offering/IPO) diberikan relaksasi dua kali lipat ARA dan ARB-nya.
(Baca: BEI Cari Cara Tingkatkan Valuasi Start Up Agar Dapat IPO)
Di papan akselerasi, BEI memberikan kelonggaran batasan ARA dan ARB karena harga minimalnya Rp 1 per saham. Karena itu, Bursa sedang membahas aturan terkait tiering atau tingkat harga saham. Kelonggaran batasan ARA dan ARB hanya berlaku hingga harga saham perusahaan menyentuh Rp 10 per saham. Lebih dari itu, akan berlaku peraturan normal
Aturan ini memungkinkan investor terutama yang individu mendapatkan informasi yang lengkap. “Karena namanya perusahaan akselerasi, ketersediaan informasinya tidak selengkap di papan utama. Jadi, ada cooling down lebih cepat," kata Hasan.
Nantinya, BEI juga meminta perusahaan sekuritas Anggota Bursa (AB) untuk menyediakan platform perdagangan khusus untuk papan akselerasi ini. Hal itu bertujuan agar perdagangan saham di papan tersebut tidak tercampur dengan perusahaan yang tercatat di papan utama dan papan pengembangan.
(Baca: Dorong Startup Masuk Bursa, BEI Siapkan Papan Akselerasi)
Papan akselerasi memang dibuat khusus supaya Usaha Kecil Menengah (UKM) dan startup mau IPO. BEI juga akan mempermudah persyaratan pencatatan saham bagi perusahaan-perusahaan tersebut. Tidak hanya soal peraturan yang lebih longgar, BEI juga menyiapkan aturan terkait valuasi saham startup.
Papan akselerasi ini khusus dibentuk untuk perusahaan yang memiliki aset maksimal Rp 50 miliar. Perusahaan tersebut juga tidak wajib membukukan laba saat menjadi emiten di pasar modal, dengan syarat manajemen bisa memastikan keberlajutan perusahaan tersebut.
Kebijakan ini berbeda dengan papan utama. Perusahaan yang tercatat di papan utama minimal harus beroperasi pada bisnis utamanya selama 36 bulan. Perusahaan itu juga sudah harus membukukan laba usaha selama setahun buku terakhir. Laporan keuangan perusahaan juga harus diaudit minimal tiga tahun terakhir, dengan minimal dua tahun di antaranya mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Jumlah saham yang ditawarkan kepada publik minimal 300 juta saham.
Di papan pengembangan, BEI mensyaratkan perusahaan yang akan mencatatkan sahamnya sudah beroperasi pada bisnis utamanya selama setahun. Perusahaan diperbolehkan belum membukukan laba. Namun, dalam proyeksi kinerja keuangan pada akhir tahun kedua sudah memperoleh laba. Laporan keuangannya pun harus sudah diaudit setahun terakhir. Jumlah saham yang ditawarkan ke publik minimal 150 juta lembar saham.