Setelah BKE, Induk Shopee Berpeluang Besar Masuk Bank Aladin
Target rencana Sea Group menambah koleksi banknya di Indonesia semakin mengerucut. Induk Shopee yang berbasis di Singapura itu dikabarkan tengah menjalani proses mengakuisisi Bank Aladin Syariah. Aksi korporasi ini dilakukan seiring dengan rencana Bank Aladin menambah permodalannya lewat penerbitan saham baru dalam waktu dekat ini.
Sumber Katadata.co.id di kalangan investor mengatakan, PT Bank Net Indonesia Syariah Tbk (BANK) yang sudah bersalin nama ke Bank Aladin memang menjadi magnet dan incaran para investor, khususnya perusahaan digital dan e-commerce. Sebab, bank kecil bermodal di bawah Rp 1 triliun dan memposisikan diri sebagai bank digital tersebut belum memiliki beban kredit bermasalah.
Dua calon investor baru yang kerap disebut-sebut meminati Aladin adalah Sea Group dan Grab bersama OVO. Belakangan ini, menurut tiga sumber Katadata.co.id, peluang Sea mengakuisisi Aladin dikabarkan lebih besar.
Sebagai langkah awal, Sea sudah membeli saham Aladin melalui entitas lain di bursa saham. "Tapi saham yang dibeli tentu di bawah 5% dari total saham sehingga identitasnya tidak muncul ke publik," kata seorang sumber, beberapa hari lalu.
Tak cuma itu, informasi yang dihimpun Katadata.co.id menyebutkan, Sea melalui Shopee tengah memfinalisasi kerja sama strategis dengan Aladin. Sebagai mitra strategis, Sea tentunya perlu melakukan penyertaan modal ke bank tersebut. "Kerja samanya tentu antara Shopee sebagai e-commerce dan Aladin yang menyediakan layanan keuangan digital."
Hingga berita ini ditulis, belum diperoleh konfirmasi dari manajemen Sea Group. Direktur Utama Bank Aladin Syariah Dyota Marsudi juga belum merespons upaya konfirmasi dari Katadata.co.id.
Sedangkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku belum menerima laporan terkait rencana Sea masuk ke Bank Aladin melalui proses penerbitan saham baru. “Belum (ada informasi yang disampaikan). Mereka (Sea Group) mungkin memiliki wacana," kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo, Senin (19/4).
Sea Perlu Tambah Koleksi Bank
Sejak tahun lalu, Sea Group sebenarnya telah mengakuisisi dan memiliki PT Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE). Tahun ini, namanya diubah menjadi PT Bank Seabank Indonesia alias Seabank.
Seorang eksekutif di kelompok usaha Sea pernah menyatakan, Sea Group memang tengah mengembangkan satu sayap bisnis layanan keuangan dengan payung Sea Money. Payung ini menaungi dua layanan, yaitu bank digital termasuk Seabank (BKE) dan dompet digital seperti ShopeePay.
Setelah menjadi pengendali dan pemilik mayoritas saham BKE, Sea Group masih berencana menambah koleksi banknya. Informasi yang beredar di kalangan bankir, OJK meminta investor baru yang membeli mayoritas saham bank di atas ketentuan, maka harus bersedia membeli lebih dari satu bank. Tujuannya untuk mempercepat konsolidasi dan merampingkan jumlah bank.
Hal itu mengacu kepada aksi akuisisi PT Bank Central Asia Tbk (BCA) terhadap Bank Royal dan Rabobank pada 2019 lalu. BCA pun resmi mengakuisisi seluruh saham Bank Interim Indonesia, yang sebelumnya bernama Rabobank International Indonesia, pada September 2020 lalu.
Karena itulah, Sea perlu segera menambah koleksi banknya. Alasan lain adalah memiliki bank yang sudah menjadi perusahaan publik dna tercatat di bursa saham. Tujuan ke depannya adalah memudahkan perusahaan untuk melakukan aksi korporasi atau penggalangan dana selanjutnya.
Alhasil, Sea Group kerap dikaitkan dengan beberapa nama bank kecil bermodal di bawah Rp 1 triliun yang tercatat di bursa saham. Sempat beredar kabar penjajakan Sea untuk mengakuisisi PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA). Namun, kabar terkini, proses penjajakan itu belakangan surut.
Sea juga santer disebut-sebut membidik PT Bank Capital Tbk (BACA). Apalagi bank tersebut sedang berbenah dan dikabarkan bakal menjadi bank digital. Mantan Director of Enterprise Payment OVO, Haryanto Gunawan, direkrut ke Capital Net. Ini merupakan bagian dari Capital Group milik pengusaha asal Solo, Danny Nugroho.
Grup Capital memiliki Bank Capital, Capital Life, Capital Asset Manajemen, dan Tokomodal. Per September 2020, modal inti BACA sebesar Rp 1,24 triliun. Bank ini berencana menerbitkan saham baru untuk meningkatkan modal pada semester II tahun ini dengan target dana Rp 2 triliun.
Daya Tarik Bank Aladin
Kabar bakal masuknya Sea Group ke Bank Aladin sejalan dengan rencana bank tersebut untuk menambah modal dan mewujudkan visinya sebagai bank digital. Berdasarkan laporan keuangan per September 2020, total modal inti bank yang merupakan reinkarnasi dari unit usaha syariah Maybank ini sebesar Rp 651,29 miliar. Jumlahnya di bawah modal minimum yang disyaratkan oleh OJK per akhir 2020 sebesar Rp 1 triliun.
Pada 1 Februari tahun ini, Bank Aladin mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan meraih dana segar Rp 515 miliar. Modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan pasca-IPO tersebut menjadi Rp 1,32 triliun. Sedangkan OJK mensyaratkan modal minimum bank setelah akhir 2021 di atas Rp 2 triliun dan menjadi di atas Rp 3 triliun pada tahun 2023.
Alhasil, Bank Aladin perlu menambah modalnya lagi pada tahun ini. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank Aladin pada 7 April lalu, sebenarnya ada agenda persetujuan penambahan modal dengan cara menerbitkan saham baru (rights issue). Namun, agenda tersebut batal dibahas.
Direktur Operasional Bank Aladin Basuki Hidayat, dalam keterbukaan informasi 13 April lalu, menyebutkan, agenda tersebut tidak bisa dilaksanakan sebelum perseroan memenuhi ketentuan Peraturan OJK Nomor 32/2015, yakni kewajiban penyampaian keterbukaan informasi.
Hingga saat ini manajemen belum menyampaikan keterbukaan informasi terkait penambahan modal itu karena masih membahasnya secara internal. Menurut Basuki, perseroan tetap berencana melaksanakan rights issue tersebut dalam satu tahun ke depan.
Sebaliknya, RUPSLB memutuskan perombakan jajaran direksi dengan kemunculan wajah-wajah baru. Dyota Mahottama Marsudi didapuk sebagai Presiden Direktur Bank Aladin. Putra Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ini pernah berkarier di Vertex Ventures dan pendiri startup Happy5.
Di jajaran direksi, ada tiga nama yang merupakan mantan eksekutif OVO. Pertama, Direktur Teknologi Informasi Bank Aladin Budi Santoso Kusmiantoro, yang pernah menjabat Chief Technology Officer (CTO) OVO dan VP of Engineering Traveloka.
Kedua, Direktur Digital Banking Firdila Sari, yang sebelumnya berkarier di OVO sebagai Head of Product dan pernah menjabat Vice President Mobile Product Commonwealth Bank. Ketiga, Direktur Keuangan dan Strategi Aladin Willy Hambali, yang pernah menjabat Head of Liquidity Gopay dan Stragetic Ecosystem Director OVO.
Informasi yang dhimpun Katadata.co.id, persamaan persinggungan karier para petinggi baru Bank Aladin di OVO tersebut bukan merupakan cerminan dari upaya masuknya layanan keuangan digital yang mayoritas sahamnya dimiliki Grab ke bank tersebut. "Mereka memang para profesional yang ahli di keuangan digital."
Selain mutasi gerbong para eksekutif tersebut, yang juga menarik diamati adalah para pemilik baru Bank Aladin. Sebelum IPO, pemegang saham Bank Aladin adalah PT NTI Global Indonesia sebesar 97,5% saham. NTI dikendalikan oleh John Dharma Juwana Kusuma, yang merupakan generasi ketiga perusahaan rokok Nojorono dengan merek rokok terkenalnya: Minak Djinggo dan Class Mild.
Sedangkan sebanyak 2,5% saham Aladin dimiliki Alhaplus, perusahaan yang dikendalikan Anthony Pradiptya Gan. Anthony merupakan putra Gandi Sulistiyanto, Managing Director Sinarmas Grup. Ia juga bermitra dnegan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, di bisnis GK Hebat.
Saat ini alias pasca-IPO, pemegang saham pengendali Bank Aladin adalah NTI Global sebesar 60,5% saham, Bortoli International Limited sebanyak 20,01%, KASAI Universal Inc 6,18%, dan masyarakat 13,26%. Meski begitu, pengendali utama bank ini adalah Jhon Dharma dan Anthony Gan.
Pasca-pelaksanaan Waran Seri I, komposisi pemegang saham akan menjadi Alphaplus 1,28%, NTI Global 49,95%, dan masyarakat 48,77%.
Berdasarkan surat pernyataan yang dibuat NTI Global dan Alphaplus pada 7 Januari 2021, mereka tidak dapat mengalihkan seluruh saham yang dimilikinya di Bank Aladin dalam waktu 8 bulan setelah IPO bank tersebut. Jadi, jika ada investor baru seperti Sea ingin masuk ke Aladin sebelum Oktober tahun ini, mereka hanya bisa membeli sebagian saham dari pemilik lama atau membeli saham publik di bursa.
Jika menunggu pelaksanaan rights issue, kemungkinan investor baru bisa masuk pada Februari atau Maret tahun depan.
Dari sisi kinerja, buku laporan keuangan Bank Aladin relatif belum terlalu banyak warnanya. Total pembiayaan yang disalurkan bank ini baru sebesar Rp 66 juta. Nilainya anjlok dibandingkan akhir tahun lalu sebesar Rp 5,07 miliar.
Sebagian besar aset disimpan pada penempatan Bank Indonesia (BI) Rp 255,34 miliar dan surat berharga Rp 411,49 miliar. Sedangkan dana yang dihimpun hanya Rp 40,15 miliar dalam bentuk dana investasi non profit sharing.
Lantaran pembiayaan yang minim, rasio permodalan atau capital to adequacy ratio jauh melebihi aturan minimum, yakni mencapai 330,42%. Bank ini juga relatif bersih dari kredit bermasalah dengan rasio NPF gross dan nett tercatat 0,00%, sementara financing to deposit ratio 0,16%.
(CATATAN: Artikel ini diperbarui pada Rabu, 21 April 2021, pukul 12.00 WIB, pada bagian pengantar dan paragraf keempat.)