Sinyal Geliat Ekonomi: Tabungan Turun, Konsumsi Rumah Tangga Naik
Bank Indonesia (BI) mencatat, rata-rata proporsi pendapatan konsumen yang dikeluarkan untuk konsumsi rumah tangga terus meningkat pada Desember 2021 atau saat Natal dan Tahun Baru (Nataru). Sedangkan tabungan menurun.
Porsi pendapatan rumah tangga untuk konsumsi alias average propensity to consume ratio pada Desember naik tipis dari 76,1% pada November menjadi 76,2% di Desember 2021. Kenaikan ini terjadi sejak Agustus, terutama setelah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diperlonggar.
Data menunjukkan, pendapatan rumah tangga lebih banyak digunakan untuk konsumsi ketimbang tabungan dan pembayaran cicilan. Padahal, porsi konsumsi sempat anjlok ke 74,6% pada Juli 2021 atau bulan pertama penerapan PPKM.
"Berdasarkan kelompok pengeluaran, rata-rata porsi konsumsi terhadap pendapatan meningkat pada mayoritas kategori pengeluaran, terutama pada responden dengan pengeluaran Rp 3,1 juta – Rp 4 juta per bulan," tulis laporan terbaru BI, Senin (10/1).
Porsi konsumsi kelompok pengeluaran Rp 3,1 juta – Rp 4 juta naik dari 75,2% menjadi 77%. Sedangkan kategori pengeluaran Rp 1 juta – Rp 2 juta turun dari 76,8% menjadi 76,1%.
Selain itu, penggunaan pendapatan rumah tangga untuk membayar cicilan pinjaman naik menjadi 9,7% dibandingkan bulan sebelumnya 9,3%. Namun ini masih lebih rendah jika dibandingkan Desember 2020 yang rasionya sempat menyentuh 10,2%.
Kenaikan proporsi untuk cicilan pinjaman, terutama kelompok pengeluaran Rp 4,1 juta – Rp 5 juta, naik dari 10,4% menjadi 12,2%. Sedangkan masyarakat pengeluaran di atas Rp 5 juta turun paling dalam, yakni dari 14,3% menjadi 12,5%.
Dengan meningkatnya porsi konsumsi dan pembayaran cicilan, maka proporsi pendapatan rumah tangga untuk menabung terus menyusut.
Proporsi pendapatan yang disimpan alias saving to income ratio turun dari 14,6% pada November menjadi 14,1% di Desember 2021.
"Porsi tabungan terhadap pendapatan menurun di mayoritas kategori pengeluaran, terutama responden dengan tingkat pengeluaran Rp 4,1 juta – Rp 5 juta per bulan," tulis laporan BI.
Meski begitu, untuk rumah tangga dengan pengeluaran di atas Rp 5 juta, rasio tabungan naik dari 16,1% menjadi 17,1%. Begitu pun kelompok Rp 1 juta – Rp 2 juta, dari 15,4% menjadi 15.6%.
Sedangkan alokasi untuk tabungan pada kelompok pengeluaran Rp 3,1 juta – Rp 4 juta dan Rp 4,1 juta – Rp 5 juta turun 1,3%.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, meningkatnya porsi untuk konsumsi dan berkurangnya alokasi tabungan, menjadi sinyal awal pemulihan ekonomi.
Menurut dia, peningkatan konsumsi dipengaruhi oleh dua faktor yakni:
- Melonggarnya aturan PPKM
- Momentum akhir tahun atau Natal dan Tahun Baru
"Dengan mobilitas yang meningkat, orang-orang semakin meningkatkan belanja karena memang kondisi Covid-19 semakin terkendali. Ini berbeda dengan kondisi Juli - Agustus, saat itu spending tertahan sehingga pendapata terparkir untuk tabungan," kata Josua kepada Katadata.co.id.
Menurutnya, peningkatan porsi untuk konsumsi menjadi indikasi awal penguatan pemulihan ekonomi akhir tahun. Ia pun optimistis pertumbuhan dari sisi konsumsi rumah tangga pada kuartal IV 2021 akan menguat.
"Kalau dilihat saat ini dengan data yang ada, serta menguatnya keyakinan konsumen sebagai salah satu indikator dini, kami perkirakan konsumsi tumbuh di kisaran 4%,” kata dia.
Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2021 bisa di kisaran 4,5%.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal III 2021 hanya 1,03% secara tahunan (year on year/yoy) atau turun dibandingkan kuartal II 5,96%.
Penurunan itu berimbas pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang hanya tumbuh 3,51%. Padahal, perekonomian sempat tumbuh 7,07% pada kuartal II 2021.