Brand Berbondong-Bondong Tinggalkan Marketplace, Beralih Ke Mana?

Sahistya Dhanesworo
Oleh Sahistya Dhanesworo - Tim Publikasi Katadata
11 Januari 2023, 17:57
Brand Berbondong-Bondong Tinggalkan Marketplace, Beralih Ke Mana?
Katadata

Tren terbaru menunjukkan bahwa platform marketplace mulai ditinggalkan sebagai kanal penjualan. Di Amerika Serikat, sejumlah brand besar seperti IKEA, Nike, Birkenstock, dan PopSockets mulai berbondong-bondong meninggalkan marketplace seperti Amazon.

Di level domestik, tren peralihan brand dari marketplace juga mulai terlihat. Pada 2021 misalnya brand fashion lokal heymale.id dan heylocal.id memutuskan untuk meninggalkan marketplace dan membangun situs penjualan mereka sendiri. Founder heymale.id Dimas Mairyan menuturkan bahwa pemasukan menjadi alasannya.

“Produk kami hampir selalu habis dalam hitungan jam ketika diluncurkan. Namun pemasukan yang kami terima tidak bisa langsung dicairkan karena harus melalui beberapa tahapan di marketplace. Daripada kami stuck, lebih baik kami jual di situs kami sendiri," ujar Dimas

Co-Founder sekaligus CEO CommerceTools Dirk Hoerig mengungkapkan bahwa eksodus pelaku usaha dari marketplace didorong oleh keinginan untuk mempererat hubungan dengan konsumen. 

“Kelemahan utama dari ketergantungan terhadap wholesale atau marketplace adalah merosotnya brand experience. Saat brand menjual melalui pihak ketiga, mereka mengorbankan kendali atas bagaimana produk mereka ditampilkan dan disajikan kepada konsumen. Pada akhirnya, itu berarti mereka tidak sepenuhnya memiliki hubungan konsumen,” terang Hoerig.

Alasan lainnya, yakni biaya operasional, diungkapkan oleh Eric Bandholz, founder perusahaan produk perawatan pria Beardbrand. Lebih lanjut Bandholz menyebut menjamurnya produk palsu atau tiruan dan masalah pengiriman barang menjadi faktor yang pendorong lainnya untuk meninggalkan marketplace. Amazon sendiri diketahui mengutip komisi sebesar 8 persen hingga 15 persen tergantung kategori produk yang dijual.

Di dalam negeri, kenaikan biaya operasional dialami oleh para merchant yang memanfaatkan Shopee dan Tokopedia. Tarif baru tersebut mulai diberlakukan per 2023.

Dilansir dari laman Seller Tokopedia, biaya layanan akan dihitung berdasarkan kategori produk yang terjual. Besarannya mulai dari 1 persen hingga 3,8 persen tergantung pada kategori produk dan level keanggotaan (Regular, Power Merchant, Power Merchant Pro). Sementara untuk Shopee, besaran biaya layanan berkisar antara 2,8 persen hingga 4,7 persen tergantung pada kategori produk dan level keanggotaan (Regular Seller, Star Seller, Star Seller+, atau Shopee Mall).

Terkait kepercayaan konsumen hal itu menjadi isu yang paling diperhatikan oleh para merchant Amazon menurut laporan Bazaarvoice pada 2020.

Survei lainnya dari Modern Retail mengungkapkan bahwa 71 persen brand mengaku Amazon menempatkan kepentingan mereka di atas kepentingan brand yang menjadi mitra. Sumber yang sama juga menunjukkan bahwa 41 persen brand menganggap bahwa Amazon bukan mitra terpercaya.

Merujuk pada riset lainnya dari Feedvisor pada 2019 tentang Amazon - yang juga melibatkan 85 persen penjual di Amazon - motivasi utama dari Amazon adalah untuk mengakuisisi pelanggan.

Selain itu, kemitraan dengan marketplace juga mempersulit brand untuk mengakses data konsumen. Padahal, data konsumen berperan krusial bagi brand agar lebih memahami, berkomunikasi, dan membangun engagement dengan target pasar.

Data pelanggan mempermudah bisnis untuk memahami apa yang diinginkan konsumen dari sebuah brand, produk spesifik yang mereka butuhkan serta cara dan kanal interaksi dengan brand yang mereka sukai.

Tanpa adanya akses terhadap data, upaya brand untuk mempererat hubungan dengan konsumennya kian sulit.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...