Pemerintah Kecualikan Pajak Yacht Untuk Dorong Pariwisata
Jakarta– Pemerintah mendorong industri pariwisata bahari dengan memberikan pengecualian pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk penyerahan oleh produsen atau impor yacht yang digunakan untuk usaha pariwisata.
“Yacht yang tidak digunakan untuk usaha pariwisata tetap dikenakan PPnBM dengan tarif sebesar 75 persen,” ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor.
Guna memastikan Yacht yang dibeli adalah untuk keperluan kegiatan pariwisata, maka pembeli diharuskan menyertakan sejumlah informasi. Informasi yang diperlukan yaitu nama, alamat, NPWP, jenis usaha, nama barang, nilai impor atau harga jual, PPnBM terutang, serta tanggal pembelian.
Ada juga kewajiban melampirkan nomor izin berusaha dan sertifikat standar yang diverifikasi oleh lembaga sertifikasi usaha bidang pariwisata atau izin lainnya sebagai dokumen pendukung yang menunjukkan wajib pajak benar-benar melakukan kegiatan usaha pariwisata.
Lebih lanjut Neil mengatakan bahwa industri pariwisata bahari perlu didorong karena merupakan salah satu sektor yang potensial untuk dikembangkan.
Industri pariwisata secara keseluruhan merupakan salah satu yang paling terpengaruh pandemi, di peringkat kedua setelah industri akomodasi. Saat ini, secara bersamaan, pemerintah juga tengah berusaha sekuat tenaga untuk, secara bertahap, memulihkan kembali industri pariwisata lewat pemberian berbagai stimulus dan keringanan layanan seperti pajak, listrik, gas. Belum lagi berbagai bantuan yang sudah diberikan kepada para pelaku usaha pariwisata
Selain terhadap yacht, pengecualian pengenaan PPnBM ini juga diberikan atas penyerahan atau impor:
- Peluru senjata api dan senjata api lainnya untuk keperluan negara
- Pesawat udara dengan tenaga penggerak untuk keperluan negara dan angkutan udara niaga
- Senjata api dan senjata api lainnya untuk keperluan negara
- Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis dan yacht untuk kepentingan negara atau angkutan umum.
Lebih lanjut, pemerintah mengatur kembali empat kelompok tarif pengenaan PPnBM atas jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor, yaitu:
- 20 persen, untuk kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya
- 40 persen, untuk kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak; dan kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya
- 50 persen, untuk kelompok pesawat udara selain yang disebut sebagaimana dimaksud pada kelompok 2; dan kelompok senjata api dan senjata api lainnya
- 75 persen, untuk kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, dan yacht.
Selain maksud di atas, terbitnya kebijakan ini bertujuan untuk menyederhanakan prosedur administrasi serta memberikan kepastian hukum. Pada akhirnya diharapkan dapat mengurangi biaya operasional wajib pajak. Nomor SP- 22/2021.
“Sesungguhnya kebijakan ini merupakan aturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah No.61/2020 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah,” tambah Neil.
Pasal 3 peraturan pemerintah tersebut, lanjutnya, mengamanatkan menteri keuangan untuk mengatur jenis barang kena pajak selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM dan tata cara pengecualiannya.
Informasi lebih lanjut terkait jenis barang kena pajak selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM dan tata cara pengecualiannya dapat dilihat di PMK-96/PMK.03/2021 yang berlaku mulai 26 Juli 2021. Ketentuan tersebut juga dapat diakses melalui laman www.pajak.go.id.