Bank DBS Prediksi Implikasi Konflik Rusia-Ukraina pada Indonesia

Hanna Farah Vania
27 April 2022, 03:00
Bank DBS
Katadata
Implikasi konflik Rusia-Ukraina pada kondisi ekonomi Indonesia

Konflik Rusia-Ukraina telah berlangsung selama empat minggu. Perang kedua negara tersebut sudah memberi dampak geopolitik ke seluruh negara di dunia, tak terkecuali Indonesia, yang secara geografis, terpisah jauh dari lokasi konflik.

Meskipun terjadi konflik, Indonesia berhasil mempertahankan stabilitas perekonomian. Hal itu terlihat dari inflasi dan rupiah yang masih stabil. Bank Indonesia mampu mempertahankan suku bunga acuan pada level 3,5 persen.

Proyeksi pertumbuhan Indonesia pun masih tetap terjaga pada kisaran 4,7-5,5 persen, didukung oleh permintaan domestik yang semakin membaik dan menguatnya ekspor.

Dari sisi inflasi, Bank Indonesia menyadari bahwa pengendalian harga dan subsidi membatasi adanya fenomena spillover terhadap kondisi energi global. Pada 2020, inflasi ditargetkan  sebesar 2-4 persen.

Meski demikian, Indonesia tetap perlu mengantisipasi sejumlah implikasi ketidakstabilan ekonomi global akibat konflik Rusia-Ukraina.

Ekonom Senior Bank DBS Radhika Rao, melalui laporan bertajuk “DBS Flash: Bank Indonesia to Stay Patient, Watching Inflation”, mengatakan konflik Rusia-Ukraina telah mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia.

“Implikasi secara langsungnya adalah hubungan dagang Indonesia dengan Ukraina dan Rusia,” katanya.

Meski terbilang kecil, nilainya kurang dari US$ 3 miliar dan impor 1 persen dari total pembelian, impor sejumlah sektor akan tersendat.

Sektor terdampak salah satunya impor gandum dari Ukraina, yang menyumbang seperempat aktivitas impor biji-bijian tanah air, serta pupuk dari Rusia.

Selain itu, terdapat aktivitas perdagangan sektor lain seperti besi setengah jadi, batu bara, minyak bumi olahan, dan lainnya.

Sementara, kenaikan harga minyak bersih global akan mempengaruhi kondisi harga domestik secara tidak langsung.

Sebagai importir minyak bersih, Indonesia akan mendapat tekanan untuk menyesuaikan harga bahan bakar dan tarif listrik dalam negeri.

Adapun bauran penyediaan energi primer pada 2019 terdiri dari 35 persen minyak bumi, 37 persen batu bara, 18,5 persen gas, dan lainnya.

Secara bersamaan, kenaikan tajam harga gandum global telah mempengaruhi peningkatan biaya impor dalam industri makanan seperti sereal atau roti serta produk makanan berbasis biji-bijian selain kedelai, minyak goreng, dan pupuk.

“Adanya kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen juga merupakan risiko yang perlu dipantau,” kata Radhika.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...