Batas Bea Masuk Bakal Diturunkan, Nasib Bisnis Jastip Makin Terancam
Pemerintah berencana memperketat impor barang dengan menurunkan batas pembebasan bea masuk dan pajak impor (de minimis value). Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menilai rencana kebijakan ini akan berpengaruh pada bisnis para pelaku jasa titip (jastip).
Menurut Ketua Umum idEA Ignatius Untung, kabarnya batas pembebasan bea masuk dan pajak impor bakal diturunkan dari semula US$ 75 menjadi di bawah US$ 50. "Kalau (batas de minimis value) itu diberlakukan, maka jadi agak sulit bagi para pelaku jastip (karena mereka akan kena de minimis value)," katanya kepada Katadata.co,id, Minggu (29/9).
Pelaku jastip yang disiplin membayar pajak atau bea masuk, semestinya masih punya peluang bisnisnya terus berjalan. Berbeda dengan pelaku jastip yang tidak membayar pajak, yang nantinya akan kesulitan menjalankan usahanya.
(Baca: Marak Bisnis Jasa Titip, dari Instagram hingga Aplikasi Tersendiri)
Logikanya, apabila de minimis value turun, batas nilai barang yang terkena bea masuk untuk produk impor melalui bandara juga turun. Artinya, akan lebih sulit untuk membawa barang masuk tanpa membayar bea masuk. "Jadi semua (barang) harus membayar bea masuk," ujarnya.
Ignatius menilai, tren bisnis ini akan menjadi semakin sulit ke depan, meski masih ada juga yang tetap tertarik membeli barang lewat jastip. Hal ini bakal tergantung bagaimana posisi jastip tersebut termasuk bebas bea masuk atau tidak.
Jika ada pelaku jastip yang membayar bea masuk tanpa masalah, maka bisnisnya bakal masih bisa berjalan. Sedangkan, yang bebas bea masuk itu akan sulit. "Artinya, ada sebagian (kelompok jastip) yang akan lebih sulit ruang geraknya," ujarnya.
(Baca: Perketat Impor via e-Commerce dan Jastip, Bea Cukai Kantongi Rp 28 M)
Sehingga, ia menilai bahwa perubahan de minimis value ini secara keseluruhan nantinya bakal mempengaruhi para pelaku jastip. "Keseluruhan (jastip yang kena bea masuk dan tidak) tetap jadi lebih sulit (bisnisnya)," ujarnya.
Terlepas dari perubahan aturan bea masuk atau pajak tersebut, ia optimistis bahwa bisnis jastip bakal tetap bertahan ke depan. "Masih bakal ada sih seharusnya," ujarnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengantongi penerimaan sebesar Rp 28 miliar dari penerapan program anti-splitting barang impor sejak Oktober 2018. Splitting merupakan upaya yang dilakukan importir dengan memecah transaksi pembelian barang dari luar negeri agar bebas dari bea masuk.
(Baca: Pemerintah Selamatkan Uang Negara Rp 4 Miliar dari Transaksi Jastip)
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan sejak program anti-splitting diterapkan, sudah ribuan dokumen atau consigment notes (CN) yang terjaring. Untuk tahun lalu saja, terdapat 72.592 CN yang berhasil dijaring dengan nilai Rp 4 miliar.
"Hingga September 2019 terjaring 140.863 CN dengan nilai penerimaan mencapai Rp 28,05 miliar," kata Heru dalam Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Jumat (27/9).
Program anti-splitting diatur dalam PMK-112/PMK.04/2018. Adapun di Indonesia, batas nilai barang impor yang dibawa penumpang sebesarUS$ 250 per orang tiap satu kali kedatangan atau US$ 1.000 untuk satu keluarga. Sedangkan batas nilai impor barang kiriman yang memperoleh pembebasan bea masuk pajak adalah US$ 75.