Asosiasi & E-commerce Khawatir Rencana Aturan Pemerintah Batasi Diskon
Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana membuat aturan terkait diskon di e-commerce, untuk menghindari praktik predatory pricing. Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) dan Shopee khawatir ini akan menjadi penghalang bagi pemain baru atau entry barrier. Sedangkan Tokopedia masih mengkaji wacana ini.
Ketua Umum idEA Bima Laga mengatakan, promosi seperti diskon hingga uang kembali (cashback) bertujuan menarik minat pembeli, sehingga mendongkrak transaksi. Secara tidak langsung, ini dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi digital.
“Jadi dilematis. Saat ini, kami sedang mendorong pemain anyar untuk terus tumbuh. Jika aturan tersebut dikeluarkan sekarang ini, maka akan jadi entry barrier untuk pemain baru,” ujar Bima kepada Katadata.co.id, Jumat (5/3).
Ia mengklaim penyelenggara e-commerce mengutamakan pelaku usaha lokal yang mendapat subsidi agar transaksi meningkat. “Jika produk sudah sangat baik, maka sangat mungkin mendapatkan subsidi promo berupa cashback, diskon, atau gratis ongkos kirim,” ujar dia.
Oleh karena itu, menurutnya pemerintah perlu membahas aturan tersebut dengan asosiasi dan pelaku usaha. Ini agar tidak menjadi penghalang tumbuhnya pemain baru, tapi juga mengamankan usaha kecil.
Perwakilan Shopee Indonesia mengatakan akan selalu bekerja sama dengan pemerintah dalam mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). “Dengan mengikuti peraturan yang berlaku,” katanya kepada Katadata.co.id.
Terkait wacana regulasi diskon e-commerce, ia mengatakan bahwa perusahaan satu suara dengan idEA.
Secara umum, ia mengatakan bahwa 97% produk pedagang lokal mendominasi platform Shopee di Tanah Air. “Kami akan terus mendorong ekspor pelaku UMKM, melanjutkan keberhasilan dari peningkatan transaksi ekspor harian hingga enam kali lipat selama Juni 2020 - Januari 2021,” ujar dia.
Sedangkan Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Tokopedia Astri Wahyuni masih mempelajari wacana aturan anyar tersebut. "Kami juga akan berkoordinasi dengan pemerintah," kata dia kepada Katadata.co.id.
Namun, ia mengklaim bahwa semua harga produk dari penjual (seller) di platform bersifat transparan. Saat ini, Tokopedia menggaet 10 juta pedagang dengan lebih dari 400 juta produk terdaftar.
Wacana pembuatan aturan diskon e-commerce disampaikan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Ini diutarakan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan kekecewaannya atas dugaan praktik predatory pricing di platform belanja online.
Menurut Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD), predatory pricing merupakan strategi perusahaan menetapkan harga sangat rendah atau di bawah rerata pasar, dalam jangka waktu tertentu.
Lutfi bercerita, ia melaporkan adanya praktik predatory pricing beberapa menit sebelum presiden berpidato dalam Pembukaan Rapat Kerja Nasional Kemendag 2021 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (4/3).
Praktik predatory pricing yang ditemukan oleh Lutfi yaitu pedagang online di luar negeri yang menjual hijab di e-commerce Tanah Air Rp 1.900 per potong. "Ini jauh di bawah ongkos produksi yang menciptakan nilai tambah untuk Indonesia. Ini hal yang dilarang WTO," ujar dia.
Predatory pricing sebenarnya sudah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Namun, Kemendag berencana membuat aturan khusus terkait diskon e-commerce untuk mengantisipasi praktik ini.
Sebelumnya, warganet juga sempat ramai membicarakan Mr Hu, sehingga tagar #ShopeeBunuhUMKM dan #SellerAsingBunuhUMKM masuk topik populer (trending topic) di Twitter pada Februari lalu.
Mr Hu ramai dibicarakan di media sosial, karena beberapa konsumen mengunggah gambar produk yang mereka beli di e-commerce. Pada paket tertulis nama pengirim Mr Hu, yang alamatnya di Shangxue Industrial Park, Guangdong, Tiongkok.
Warganet lainnya mengomentari banyaknya pengguna yang membeli produk yang diimpor dari Tiongkok. Hal ini dinilai membunuh bisnis UMKM lokal.
Meski begitu, perwakilan Shopee Indonesia mengatakan bahwa 98,1% dari empat juta penjual aktif di platform merupakan UMKM. Selain itu, hanya 0,1% pedagang lintas negara.
Produk dari penjual lokal masih mendominasi di Shopee yakni 97%. Secara rinci, penjualan produk UMKM di dalam ekosistem 71,4 %, lintas negara 3%, dan sisanya pedagang besar lokal.
Pada 2019, idEA pun mencatat hanya 0,42% barang yang penjualnya berasal dari luar negeri di e-commerce. Laporan JP Morgan berjudul ‘E-Commerce Payments Trend: Indonesia’ pada 2019 pun menunjukkan, hanya 7% konsumen yang membeli produk impor di platform digital. Namun, penjualan lintas-batas berkontribusi 20%.
Namun, peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda mengatakan bahwa produk impor mendominasi penjualan di platform e-commerce. “Perkiraan saya, produk lokal hanya 4-5% saja pangsa pasarnya di platform," kata dia kepada Katadata.co.id, bulan lalu (18/2).
Hal itu mempertimbangkan banyaknya pengecer atau reseller yang menjual barang impor. Mereka terhitung sebagai pedagang lokal, meski produk yang dijual merupakan impor.