Peluang Bitcoin Tembus Rekor Baru Efek Biden hingga PayPal
Harga bitcoin menyentuh US$ 15.913 (Rp 223,8 juta) per koin pada Pukul 8.59 WIB akhir pekan lalu (6/11), ketika beberapa media internasional melaporkan Joe Biden mengalahkan Donald Trump dalam pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS). Harga mata uang digital ( cryptocurrency) ini juga beberapa kali melonjak saat PayPal menyatakan dukungan dan periode pengurangan pasokan (halving day).
Dalam sebulan terakhir, harga bitcoin naik hampir 50%. Sejak awal tahun (year to date/ytd), kenaikannya 115% atau melebihi emas yang hanya 30%. Meski begitu, harganya belum mengalahkan rekor US$ 20 ribu per koin pada Desember 2017 lalu.
Kepala analis teknis di Token Metrics Bill Noble mengatakan, salah satu penopang penguatan harga bitcoin yakni kemenangan Biden. Alasannya, partai pengusung Trump, Republik mempertahankan 23 kursi Senat, sementara Demokrat 12 kursi berdasarkan laporan CNN Internasional pekan lalu (4/11). Namun Demokrat diprediksi tetap menguasai parlemen.
Bill menilai, kondisi tersebut akan mempersulit proses pengambilan kebijakan oleh Biden. Alhasil, bank sentral AS, Federal Reserve akan dipaksa mencetak lebih banyak uang untuk mendukung perekonomian. Ini akan menekan dolar AS dan memicu inflasi.
“Secara teori, kondisi tersebut akan memaksa investor mencari alternatif investasi, seperti emas dan bitcoin,” demikian kata Bill dikutip dari Business Insider, akhir pekan lalu (8/11). "Bitcoin akan menjadi ‘gelombang pasang’ yang mengangkat semua kapal. Itu bisa termasuk saham.”
The Fed memangkas suku bunga acuan (Fed Fun Rate/FFR) pada awal tahun ini ke kisaran 0% hingga 0,25%. Level ini terus dipertahankan hingga Oktober lalu. Ini untuk mendukung perekonomian AS di tengah krisis akibat pandemi corona.
Bank sentral AS juga mengajukan angggaran stimulus lebih dari US$ 3 miliar untuk mengatasi pandemi Covid-19. Namun negosiasi kongres dengan Gedung Putih terkait dana itu ditunda hingga pilpres usai.
Sepakat dengan Bill, kepala investasi di hedge fund cryptocurrency Arca, Jeff Dorman mengatakan bahwa bitcoin akan melonjak usai pemilu AS. Ia memang menilai, bitcoin dan aset berisiko lainnya tidak bergantung pada siapa yang memenangkan pilpres, karena mereka akan mengabaikan ketidakpastian pasar terlepas dari hasilnya.
Mayoritas investor lebih ingin tahu partai mana yang menguasai kongres dan senat. "Demokrat lebih baik untuk lindung nilai inflasi, tetapi selama ada pemenang yang jelas di beberapa titik, semuanya akan lebih tinggi," ujar pria yang berkecimpung di bidang manajemen aset selama 17 tahun itu.
Namun, kemenangan Joe Biden akan lebih baik bagi bitcoin dan emas dalam jangka panjang. Ini menyiratkan tingkat pengeluaran pemerintah yang jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.
Faktor kedua yakni dukungan perusahaan pembayaran PayPal pada Oktober lalu. Ini menambah daftar korporasi yang menggunakan bitcoin, selain Microstrategy, Square, JP Morgan dan Bank of America. Raksasa layanan pembayaran ini berencana mengadopsi bitcoin pada bisnis anak usahanya, Venmo.
Berdasarkan data Bloomberg, PayPal memiliki lebih dari 346 juta pengguna aktif. Sebanyak 26 juta di antaranya pedagang online.
Sedangkan JPMorgan Chase mulai menawarkan layanan setoran, penarikan, dan transfer ke pelanggan bursa cryptocurrency Coinbase dan Gemini. Ini dilakukan kurang dari tiga tahun setelah CEO Jamie Dimon menyebut bitcoin sebagai penipuan.
Dorman menilai bahwa itu tidak serta merta memicu bull market, tetapi akan menurunkan faktor kekhawatiran atas pasar aset digital. "Kebanyakan orang konservatif di Wall Street tidak ingin menjadi yang pertama dan terakhir," katanya. "Begitu ada preseden yang ditetapkan, itu membuka pintu air bagi semua orang. Itu saja tidak cukup untuk memulai siklus bull, tetapi setidaknya meningkatkan permintaan bitcoin.”
Faktor ketiga yakni pengurangan pasokan (halving day) setiap empat tahun sekali. Bitcoin reward halving adalah mekanisme baku pada sistem blockchain untuk mengendalikan jumlah koin yang tercipta di setiap 210 ribu blok per 10 menit.
Halving day pertama pada 2012, yakni penambang (miners) hanya bisa menambang 25 bitcoin per 10 menit. Lalu pada 2016 menjadi 12,5 koin. Setahun setelah periode pengurangan pasokan ini, harga bitcoin melesat hingga menyentuh rekor US$ 20 ribu pada Desember 2017.
Pada Mei lalu, halving day ketiga terjadi, sehingga penambang hanya dapat memperoleh 6,25 bitcoin per 10 menit hingga empat tahun ke depan. Business Development Specialist of Indodax Fransiskus Bupu Awa Du’a menjelaskan, ini bertujuan menekan suplai koin.
Proyeksi Harga Bitcoin
Mengacu pada halving day 2012 dan 2016, Fransiskus mencatat kenaikan harga bitcoin mencapai 30-35 kali lipat. Tahun ini, “mungkin 10 kali lipat," ujar dia dalam webinar bertajuk ‘blockchain dan cryptocurrency’, pada Mei lalu (8/5).
Namun, berdasarkan data Coindesk, harga bitcoin naik tipis dari US$ 8.773 akhir April menjadi US$ 9.688 per koin pada Mei atau saat halving day. Kenaikannya hanya sekitar 9,4%.
Meski begitu, harganya melambung dibandingkan titik terendah pada Maret di kisaran US$ 4.900 per koin. Harganya juga mendekati rekor US$ 20 ribu pada Desember 2017.
Kepala perdagangan di platform pengembangan blockchain NEM, Nicholas Pelecanos mengatakan, bitcoin menjadi aset yang jauh lebih kuat dibandingkan tiga tahun lalu. “Ini karena sejumlah faktor, termasuk halving, peningkatan adopsi institusional, penggunaan, dan perusahaan publik AS yang menerima cryptocurrency,” ujarnya dikutip dari Forbes, akhir pekan lalu (8/11).
Dengan faktor-faktor tersebut, ia menilai harga bitcoin berpotensi melampaui rekor US$ 20 ribu per koin pada Desember 2017. "Saya tidak akan terkejut, jika harganya mencapai level tertinggi baru tahun ini, atau awal 2021,” kata Nicholas.
Direktur Bitcoin Indonesia William Sutanto menilai, melonjaknya harga menunjukkan bahwa bitcoin merupakan aset yang aman (safe haven). Ia pun memperkirakan peningkatan akan berlanjut hingga tahun depan.
Hal itu karena ada beberapa sentimen, seperti ketidakstabilan politik di AS, serta memanasnya hubungan Tiongkok dan Taiwan. “Juga perusahaan-perusahaan besar yang mulai berinvestasi dan mengintegrasikan bitcoin ke bisnis mereka. Fundamental bitcoin saat ini sangat kuat,” katanya dikutip dari siaran pers, Oktober lalu (22/10).
Ia juga memprediksi, masyarakat Indonesia memanfaatkan momentum ini. Survei GlobalWebIndex menyebutkan sekitar 10% pengguna internet di Indonesia memiliki mata uang kripto pada kuartal II 2019, sebagaimana Databoks berikut:
JP Morgan Chase & Co mencatat, investor milenial memilih bitcoin untuk berinvestasi selama pandemi virus corona. Sedangkan investor yang lebih tua berburu emas.
Transaksi emas dan bitcoin terus melonjak selama lima bulan terakhir. “Investor tua dan muda mencermati mata uang ‘alternatif’,” kata para ahli strategi JP Morgan dalam laporannya, dikutip dari Bloomberg, Agustus lalu (6/8).
CEO Indodax Oscar Darmawan pun sependapat dengan hasil laporan tersebut. Ia menilai, investor milenial dan yang lebih tua berusaha mengamankan kekayaan dari resesi ekonomi secara global.
Caranya, dengan membeli bitcoin dan emas. "Saat masa pandemi ini, keduanya (bitcoin dan emas) menunjukkan performa yang fantastis dibandingkan produk investasi lainnya yang melemah karena Covid-19," ujar Oscar dikutip dari siaran pers.