Guru TK Terlilit Pinjaman Online, Masyarakat Diimbau Pahami Fintech
Seorang guru TK di Malang terlilit utang dari 24 platform teknologi finansial pembiayaan (fintech lending). Satgas Waspada Investasi (SWI) mengimbau agar masyarakat memahami risiko pinjaman online baik yang ilegal maupun legal.
Ketua SWI, Tongam L Tobing mengatakan kasus tersebut seharusnya menjadi pembelajaran agar masyarakat mengantisipasi berbagai risiko yang terjadi saat meminjam sejumlah dana melalui platform pinjaman online (pinjol). Apalagi, masih banyak meminjam dana ke platform fintech lending ilegal ini.
"Ini sangat membahayakan masyarakat," katanya kepada Katadata.co.id, Kamis (20/5). Sebab, kegiatan penagihan utang pada platform fintech lending ilegal dilakukan secara tidak beretika. Bahkan, disertai dengan teror, intimidasi atau pelecehan, seperti yang dialami guru TK tersebut.
Dia pun meminta agar masyarakat lebih jeli dan tidak mengakses platform ilegal. Karena sudah banyak juga korban platform fintech lending ilegal. SWI mencatat, pada April kemarin, terdapat 86 platform fintech lending ilegal baru dan 26 kegiatan usaha tanpa izin yang berpotensi merugikan masyarakat.
Sejak 2018, SWI telah memblokir 3.198 fintech lending ilegal. Padahal, hingga saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya memberikan izin usaha kepada 148 fintech lending yang terdaftar.
Maraknya fintech ilegal sejalan dengan meningkatnya jumlah pengaduan ke OJK. Pada Desember 2020, terdapat 6.787 aduan. Sementara pada Maret 2021, total pengaduan ke OJK mencapai 5.421 aduan.
Di luar OJK, tak sedikit nasabah fintech yang mengadukan masalahnya ke lembaga lain. Misalnya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang pada Desember 2018 menerima 1.330 aduan. Jumlah aduan tersebut meningkat lebih tiga kali lipat menjadi 4.500 aduan pada Juni 2019.
Selain fintech lending ilegal, masyarakat juga dianggap mesti memahami risiko pinjaman online di platform pinjaman online yang legal. Beberapa hal yang mesti diperhatikan adalah kemampuan bayar, bunga pinjaman, hingga tenor atau jangka waktunya.
Deputi Direktur Pengaturan Penelitian dan Pengembangan Fintech OJK Munawar Kasan mengatakan saat ini masih banyak pengguna platform fintech lending yang tidak memahami produk dan risikonya.
Ditambah lagi ada kesenjangan antara literasi dan inklusi keuangan di Indonesia. OJK mencatat inklusi keuangan mencapai 76,19%, sedangkan literasinya 38,03%. "Alhasil, banyak orang gali lubang tutup lubang," ujar dia pada tahun lalu (7/10).
Bahkan, OJK mencatat ada satu debitur yang meminjam di ratusan platform fintech lending, tanpa memperhitungkan kemampuannya membayar. Makanya, edukasi penting dilakukan, agar literasi keuangan bisa seimbang dengan pertumbuhan inklusinya.
Sebenarnya, OJK mengaku sering menggelar edukasi keuangan kepada masyarakat, setidaknya 12 kali dalam setahun. OJK utamanya menyasar pengguna di luar Pulau Jawa, karena literasi dan inklusi keuangannya masih rendah.
Guru TK di Malang terlilit utang hingga Rp 40 juta dari 24 platform fintech lending. Awalnya, ia meminjam uang dari lima platform untuk keperluan biaya pendidikan. Namun, utangnya terus membengkak karena ia tidak mampu membayarnya. Dia pun diberhentikan dari tempat kerjanya.
Ia juga sempat diteror oleh penagih utang dari platform penyedia pinjaman online ilegal. Bahkan, karena tertekan, ia sempat berkeinginan untuk bunuh diri. Namun, kini utangnya sudah dilunasi Pemerintah Kota Malang.