Utang Paylater Masyarakat Indonesia Hampir Rp 30 Triliun


Transaksi paylater masyarakat Indonesia lewat layanan bank maupun perusahaan pembiayaan Rp 29,69 triliun selama Januari 2025. Nilainya meningkat hampir 50% dibandingkan Desember 2024.
Paylater melalui layanan perusahaan pembiayaan naik 41,9% secara tahunan alias year on year (yoy) menjadi Rp 7,12 triliun. Kredit macet atau Non Performing Financing (NPF) Gross naik dari 2,99% pada Desember 2024 menjadi 3,37% pada Januari 2025.
"Pembiayaan paylater oleh perusahaan pembiayaan meningkat, begitu juga pinjaman daring. Lebaran tahun ini, pembiayaan paylater diperkirakan meningkat, tapi kami berharap terkendali," kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, Agusman, dalam dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner (RDK), Selasa (4/3).
Sementara itu, transaksi paylater melalui layanan bank tumbuh 46,45% yoy menjadi Rp 22,57 triliun. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Dian Ediana Rae mengatakan porsi buy now paylater alias BNPL terhadap keseluruhan penyaluran kredit bank yakni 0,29%.
Jumlah rekening paylater bank 24,44 juta atau meningkat dibandingkan Desember 2024 23,99 juta.
Pengguna Paylater Mayoritas Generasi Muda
Survei Kredivo dan Katadata Insight Center menunjukkan 70,4% pengguna paylater berasal dari kelompok usia muda yakni 18–35 tahun. Psikolog Disya Arinda menyampaikan generasi muda lebih rentan terhadap keputusan impulsif dalam menggunakan layanan keuangan seperti paylater .
"Tanpa kesiapan dan perencanaan yang matang, paylater dapat memicu pola konsumtif yang tidak sehat dan berisiko mengganggu kondisi finansial,"kata Disya dikutip dari keterangan pers, pekan lalu (25/2).
Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) dan You Only Live Once (YOLO) dinilai turut memperkuat gaya hidup konsumtif, terutama di kalangan anak muda.
Riset dari GlobalWebIndex menunjukkan 62% individu yang mengalami FOMO berusia 16–34 tahun. Riset OCBC mengungkapkan 80% generasi muda menghabiskan uang untuk mengikuti gaya hidup teman.
"Penggunaan paylater yang didorong oleh FOMO dan YOLO secara terus-menerus dapat memicu stres finansial dan pola konsumtif yang sulit dikendalikan,” kata Disya.
Hal ini berisiko meningkatkan kecemasan dan mengganggu kesejahteraan mental. Oleh karena itu, ia menekankan sangat penting bagi pengguna untuk tidak hanya mempertimbangkan manfaatnya tetapi juga dampak psikologisnya.
Berikut merupakan saran dalam menggunakan paylater , menurut kondisi psikologis:
- Rasionalisasi dan Motivasi yang Tepat: Sebelum menggunakan Paylater, tanyakan pada diri sendiri: "Apakah ini benar-benar diperlukan? Mampukah saya melunasi cicilannya?" Kesadaran ini dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih rasional.
- Hindari Penggunaan Saat Kondisi Psikologis Tidak Stabil: Saat stres, seseorang cenderung mencari solusi jangka pendek. Menggunakan paylater dalam keadaan ini bisa memperburuk kondisi keuangan dan meningkatkan tekanan psikologis.
- Kelola Limit Paylater dengan Bijak: Gunakan paylater secara terkontrol setiap bulan untuk menjaga arus kas dan skor kredit. Hindari penggunaan berlebihan yang dapat memberi ilusi kemudahan dalam berbelanja tanpa perencanaan matang.
- Ingat Kewajiban Pembayaran: Paylater memungkinkan transaksi sebelum pembayaran, tetapi kewajiban melunasi tetap berlaku. Jika gagal bayar, skor kredit di SLIK OJK dapat menurun, menyulitkan akses ke kredit di masa depan.
Transaksi paylater di Indonesia tercatat terus meningkat. Psikolog menyoroti dampak perilaku implusif generasi muda dalam menggunakan paylater.