Peranan Fintech untuk Meningkatkan Inklusi Keuangan
Pemerintah menargetkan inklusi keuangan mencapai 98% pada 2045 sebagai bagian dari strategi pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Teknologi keuangan alias fintech menjadi salah satu alat untuk mendorong inklusi keuangan.
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Ekonomi Digital Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ali Murtopo Simbolon, mengatakan inklusi keuangan harus menyentuh kelompok masyarakat yang selama ini belum terlayani dengan baik.
“Kelompok tersebut mencakup perempuan, penyandang disabilitas, pelaku UMKM, serta masyarakat di wilayah terpencil, terdepan, dan tertinggal,” ujar Ali Murtopo, dikutip Senin (13/10).
Menurut Ali, kendala utama dalam memperluas inklusi keuangan adalah minimnya infrastruktur digital publik dan rendahnya literasi keuangan. Di sinilah peran fintech menjadi penting, yakni sebagai penghubung antara masyarakat dengan layanan keuangan yang mudah, cepat, dan terjangkau.
“Sistem keuangan yang inklusif bukan hanya tentang akses terhadap uang, tetapi juga tentang akses terhadap dignity, kesempatan, dan masa depan bangsa kita yang penuh harapan,” kata dia.
Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah menyadari pentingnya melibatkan berbagai pihak, termasuk sektor swasta dan inovator teknologi finansial (financial technology/fintech).
Berdasarkan laman resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inklusi Keuangan adalah ketersediaan akses pada berbagai lembaga, produk dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam beberapa tahun terakhir, fintech telah menjadi salah satu katalis yang mempercepat pemerataan akses layanan keuangan di Indonesia, terutama bagi kelompok masyarakat yang sebelumnya sulit dijangkau oleh lembaga keuangan konvensional.
Fintech sebagai Jembatan Akses Keuangan
Melalui aplikasi digital, masyarakat kini dapat dengan mudah membuka rekening, menyimpan uang, melakukan pembayaran, hingga berinvestasi tanpa harus datang ke bank.
Chief Executive Officer (CEO) DANA, Vince Iswara, pernah menjelaskan fintech membantu jutaan orang untuk mengelola keuangan dengan lebih baik, sekaligus meningkatkan literasi keuangan mereka.
“Lewat berbagai fitur, seperti budgeting dan perencanaan keuangan, masyarakat bisa belajar mengatur pemasukan dan pengeluaran secara bijak, lalu mulai menyisihkan sebagian untuk tabungan atau investasi,” kata Vince dalam Indonesia and Data Economic (IDE) Conference 2025 yang digelar Katadata di Jakarta, pada Februari lalu.
Selain itu, fintech juga mampu menyediakan layanan yang terpersonalisasi berkat pemanfaatan data transaksi pengguna. Dengan sistem berbasis machine learning dan kecerdasan buatan (AI), perusahaan dapat menilai kemampuan pengguna dalam mengelola keuangan dan memberikan rekomendasi produk pinjaman, investasi, hingga asuransi yang sesuai kebutuhan mereka.
“Dengan data, kami bisa menawarkan layanan keuangan yang lebih relevan dan membantu masyarakat menjadi lebih teratur dalam mengelola keuangannya,” ujar Vince.
Peranan fintech tidak berhenti pada penyediaan akses, tetapi juga pada peningkatan literasi keuangan digital. Banyak pengguna fintech yang sebelumnya tidak memiliki pengalaman dengan layanan perbankan kini menjadi lebih melek finansial.
Data internal DANA menunjukkan bahwa 36% pengguna dompet digital mereka sebelumnya merupakan masyarakat unbanked, atau yang belum pernah memiliki rekening bank.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2022 mencatat 60% transaksi keuangan digital di Indonesia dilakukan melalui dompet digital, menandakan peningkatan signifikan dalam adopsi teknologi finansial.
Menurut Vince, kemajuan layanan digital seperti QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) juga berperan penting dalam memperluas ekosistem pembayaran digital. “Layanan keuangan digital berkembang pesat dalam lima tahun terakhir, terutama sejak peluncuran QRIS,” ujarnya.
Layanan Fintech yang Banyak Digunakan Warga RI
Survei JakPat memotret sejumlah tipe layanan keuangan digital atau financial technology (fintech) yang banyak digunakan masyarakat Indonesia pada semester pertama 2025.
Hasilnya, e-wallet atau dompet digital mendominasi pengguna fintech di Tanah Air, proporsinya mencapai 95%.
"Layanan paylater mengikuti jauh di belakang dengan 29%, menunjukkan minat yang semakin meningkat terhadap opsi pembiayaan jangka pendek," tulis JakPat dalam laporan Indonesia Fintech Trends–1st Semester of 2025.
Lalu sebanyak 9% responden memanfaatkan pinjaman online (pinjol). Adapula yang menggunakan crowdfunding (4%), peer-to-peer lending atau P2P (3%), dan e-aggregator (2%).
Survei Jakpat ini melibatkan 2.041 responden, terdiri atas 53% laki-laki dan 47% perempuan.
Responden berada di Pulau Jawa non-Jabodetabek (49%), Jabodetabek (32%), dan luar Pulau Jawa (19%). Responden berasal dari generasi milenial (29-44 tahun) sebanyak 42%, gen Z (usia 15-28 tahun) 39%, dan gen X (45-55 tahun) 19%.
Survei digelar secara online melalui aplikasi Jakpat pada 21-27 Mei 2025 dengan margin error di bawah 5%.

