Bank Dinilai Makin Butuh Cloud karena Transaksi Uang Elektronik Naik
Transaksi menggunakan uang elektronik meningkat 25,94% secara tahunan (year on year/yoy) per Juni lalu. Seiring meningkatnya transaksi secara non-tunai ini, perbankan dinilai semakin membutuhkan teknologi komputasi awan (cloud).
Penyedia layanan data cloud skala global, NettApp mengatakan, tingginya permintaan layanan uang elektronik mendorong perbankan maupun teknologi finansial (fintech) untuk menyediakan manajemen data yang baik. Selain itu, membutuhkan infrastruktur pendukung.
Sedangkan bank biasanya menggunakan penyimpanan (storage) dan manajemen data on-premise berisiko dalam menyediakan layanan uang elektronik. Hal ini akan membebani server, dan pada akhirnya berdampak terhadap pengalaman konsumen dalam menggunakan layanan.
Country Manager NetApp Indonesia Ana Sopia menilai, perbankan membutuhkan teknologi seperti cloud untuk memenuhi peningkatan permintaan uang elektronik. Tingginya permintaan layanan uang elektronik sejak awal tahun, dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
Periode 2020 | Januari | Februari | Maret | April | Mei | Juni | Juli |
Volume | 457,94 juta | 431,46 juta | 401,01 juta | 324,88 juta | 298,19 juta | 339,89 juta | 381,58 juta |
Nilai | Rp 15,87 triliun | Rp 15,18 triliun | Rp 15,04 triliun | Rp 17,55 triliun | Rp 15,03 triliun | Rp 14,96 triliun | Rp 16,1 triliun |
Sumber: Bank Indonesia
Salah satu yang bisa dimanfaatkan yakni hybrid multicloud, yang dinilai dapat membantu insitusi keuangan melakukan scale up dan down sesuai kebutuhan. Selain itu, dapat mengoptimalkan investasi teknologi karena menggunakan model berbasis operasional pay-as-you-go.
“Hybrid cloud dapat membantu institusi keuangan untuk memanfaatkan fitur keamanan dari setiap cloud provider yang dipilih,” kata dia dikutip dari siaran pers, Senin (7/9).
Ana menilai, jenis layanan cloud itu menggunakan pendekatan tempat penyimpanan data secara campuran, bisa privasi maupun publik. Hal ini karena perbankan di bawah aturan yang ketat.
Dengan hybrid multicloud, perbankan bisa menggunakan private cloud untuk memperketat keamanan. Di satu sisi, juga bisa membutuhkan public cloud untuk keperluan eksternal.
Penyedia layanan cloud global lainnya, International Business Machines (IBM) juga sempat menyampaikan bahwa regulasi menjadi tantangan berat bagi perbankan dalam mengadopsi teknologi. Selama ini, bank mengadopsi cloud dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019 tentang penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik.
Aturan itu menyebutkan, 10% data publik yang dikelola oleh perbankan di cloud, wajib disimpan di dalam negeri. Aturan ini sudah dibahas oleh pemerintah sejak beberapa tahun terakhir. Ini dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan data publik, utamanya yang bersifat sensitif seperti keuangan.
Selain masalah regulasi, tantangan pengembangan teknologi cloud lainnya yaitu keamanan. President Director IBM Indonesia Tan Wijaya mengatakan, adopsi cloud oleh perbankan memang masih tergolong rendah.
Namun, permintaan penggunaan layanan berbasis teknologi ini meningkat 10% lebih saat pandemi virus corona.
Seiring dengan meningkatnya permintaan, risiko serangan siber pun meningkat. “Data perbankan bisa dicuri," katanya.
Berdasarkan riset IBM, serangan siber secara global melonjak 6.000% selama kuartal I tahun ini. Di Indonesia, korporasi yang diincar peretas (hacker) yakni e-commerce.
Sedangkan perbankan diprediksi semakin banyak bertukar data dengan sektor lain, seperti e-commerce dan fintech. "Pertukaran data harus aman," ujarnya.
IBM mengklaim telah menerapkan prinsip keep your own key (KYOK) untuk pelanggannya, termasuk perbankan. Layanannya juga tersertifikasi FIPS 140-2 Level 4. "Perbankan akan tetap menjadi pihak yang punya kuncinya. Fintech maupun e-commerce itu menerima data, tapi tidak menerima kunci," ujarnya.
Tan mengatakan, adopsi cloud oleh perbankan memang masih tergolong rendah. Namun, peluang bagi perbankan mengadopsi cloud cukup besar. Bahkan, layanan berbasis teknologi ini meningkat 10% lebih saat pandemi Covid-19.
Perusahaan mencatat, sejauh ini ada tiga sektor yang paling banyak mengaplikasikan cloud yakni telekomunikasi, manufaktur, dan teknologi digital seperti e-commerce atau fintech.