Rudiantara: Dampak Disrupsi Teknologi Indonesia Tak Seakut Eropa
Dampak disrupsi teknologi memang mulai terasa di Tanah Air, seperti perbankan yang mengurangi kantor cabang dan pekerja. Meski begitu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara menyebut, dampak disrupsi teknologi di Indonesia tak seakut negara-negara di Eropa.
Di Jerman, misalnya, kontribusi industri manufaktur mencapai 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Seiring dengan masifnya penggunaan teknologi, jumlah pekerjanya pun dipangkas.
"Kalau Indonesia hampir 20% saja. Mungkin ada (pekerjaan) yang terganti, tapi tidak sedrastis di Eropa,” ujar dia dalam sebuah forum di Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta, dikutip melalui persnya, Jumat (25/5).
(Baca juga: Jokowi: Pemerintah Terlambat Respons Revolusi Industri 4.0)
Di Indonesia, justru ia mencatat ada jenis pekerjaan baru yang terkait dengan perusahaan berbasis teknologi. "Saya ketemu yang punya (Shopee), ngobrol. Saya kaget, karyawannya kok banyak sekali sampai 500 orang, ternyata itu khusus customer service saja,” katanya.
Berdasarkan kajian McKinsey dan hasil diskusi World Economic Forum (WEF), ada tujuh jenis pekerjaan yang akan tetap eksis di era digital. Di antaranya bidang teknologi komunikasi, industri kreatif, profesional, manajer, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan konstruksi. Oleh karenanya, Rudiantara mengimbau masyarakat pintar mencari peluang di era digital ini.
Kendati demikian, ia meminta masyarakat juga mempersiapkan diri menghadapi era revolusi industri 4.0. Caranya, mempelajari dan memaksimalkan manfaat dari industri-industri baru yang muncul akibat disrupsi teknologi. Misalnya, berjualan di e-commerce. Bisa juga mempelajari pemasaran digital atau coding supaya bisa bekerja di perusahaan berbasis teknologi.
"Masyarakat harus mampu mengikuti perkembangan dan menguasai teknologi. Teknologi harus menjadi budak kita, bukan kita yang menjadi budaknya," kata Rudiantara.
(Baca juga: Begini Proses Revolusi Industri 4.0 Diterapkan Perusahaan Skala Besar)
Selain dampak teknologi terhadap pekerjaan, ia menyampaikan perihal pentingnya kewaspadaan akan informasi yang beredar di dunia maya. Apalagi, berita palsu (hoax) dan ujaran kebencian kian berkembang di Tanah Air. "Saat ini, menindak kejahatan di media sosial yang paling konkret yaitu dengan peningkatan literasi. Peran Muhammadiyah di daerah-daerah sangat dibutuhkan," ujar dia.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan, relasi melalui digital mulai mengurangi empati dan rasa dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, menurutnya itu terjadi karena manusianya yang tak cakap mengelola dan memanfaatkan teknologi informasi.
Oleh karenanya, ia mengimbau warga Muhammadiyah menyampaikan dakwah yang positif. "Aspek penyiapan mental manusia inilah yang perlu dibenahi, sehingga tidak tergantung dan terserap oleh teknologi," kata dia.