Eksplorasi Potensi Bisnis Podcast di Kalangan Milenial

Pingit Aria
22 Juli 2020, 06:00
Kawan Lama Sejahtera ekspansi ke platform digital dan Podcast selama pandemi.
Kawan Lama Sejahtera
Kawan Lama Sejahtera ekspansi ke platform digital dan Podcast selama pandemi.

Podcast semakin digemari masyarakat, terlebih dari kalangan milenial. Selain mudah untuk diakses, podcast yang berisi siaran berbagai konten audio juga dapat memberikan pengetahuan, sudut pandang baru dan pastinya menghibur.

Seperti jejaring media lain seperti Instagram dan Youtube, format podcast juga punya selebritasnya sendiri. Tak jarang, podcast yang populer dengan banyak pendengar juga menghadirkan pengiklan. Ada ceruk bisnis yang menggiurkan di sana.

Hal itu diungkapkan oleh Nastasha Abigail, satu dari empat pemandu podcast Rapot. Siniar Rapot adalah satu dari delapan podcast yang menjalin kerja sama eksklusif dengan Spotify. “Dari situ mulai banyak brand yang mau menjalin kerja sama dengan kami, baik melalui agency atau pun menghubungi langsung ke Rapot,” kata Abigail kepada katadata.co.id (14/07).

Bermula dari keisengan, para pemandu Rapot yang berpengalaman sebagai penyiar radio tak menyangka bisa mendatangkan pundi rupiah dari podcast. Selain Abigail, mereka adalah Reza Chandika, Radhini Aprilya, dan Ankatama Ruyatna.

Setidaknya sudah ada 16 brand yang telah bekerja sama dengan Rapot dari kurun waktu Oktober 2019 hingga Juni 2020. Rapot pun rutin memproduksi konten tiap pekan. Isinya berupa obrolan seputar kehidupan sehari-hari yang dikemas secara ringan dan penuh canda.

Umumnya, masyarakat mengenal podcast dengan format bincang-bincang antar podcaster. Rapot pun mengadopsi format yang sama pada tiap episode mingguan regularnya. Namun, seiring perkembangannya, Rapot merilis format audio cinema bertajuk “Mau Gak Mau”.

Abigail menyebut format barunya ini sebagai bentuk ikhtiar menghidupkan kembali drama radio. Bedanya, “Mau Gak Mau” memaksimalkan proses produksi agar pendengar mendapat suasana mirip seperti menonton film. “Makanya, produksi mau gak mau ini melibatkan tim produksi seperti produksi film,” Kata Abigail.

Rapot pun bekerja sama dengan penulis skenario, sound engineer, hingga mengajak beberapa artis untuk muncul sebagai kameo di serial podcast tersebut. Tak tanggung-tanggung, 52 orang terlibat dalam proses produksi selama April-Mei 2020 lalu.

Bagaimana dengan biaya produksinya? Menurut Abigail, Rapot mendapat sponsorhip dari brand permen dan bank swasta nasional. “Nilainya setara dengan ongkos produksi tiga album musik,” ujarnya.

“Mau Gak Mau” menuai respon positif dari pendengar, maupun pihak sponsor. Hal ini yang membuat industri Podcast dinilai Abigail masih bisa dieksplorasi lebih jauh. Pengemasan iklan harus dilakukan dengan lebih smooth agar tetap menjaga kenyamanan pendengar.

Semakin Populer

Di Indonesia, siniar sebenarnya sudah ada di Indonesia sejak tahun 2005. Namun, siniar menjadi semakin populer di kalangan anak muda beberapa tahun belakangan ini, setelah Spotify memberinya ruang.

Menurut Pengamat Media Universitas Padjadjaran, Evelyn, perkembangan podcast juga didorong oleh karekteristik masyarakat Indonesia yang adaptif dalam memproduksi sekaligus mengkonsumsi konten media.

“Podcast yang mengangkat cerita personal akan jauh lebih kuat. Menghadirkan cerita yang personal itu membuat pendengar lebih dekat secara psikologis dan merasa terhubung dengan topik yang dibahas” ujarnya Evelyn kepada katadata (13/07).

Berikut adalah genre pilihan pendengar podcast menurut riset PricewaterhouseCoopers:

Startup market research dan penyedia data Populix membuat survei yang melibatkan lebih dari 2500 responden untuk mengetahui kepopuleran podcast di Indonesia. Hasilnya, sebanyak 67% responden mengaku sudah familiar dengan podcast.

Jajak pendapat dilakukan pada 9 sampai 16 Juli 2020 itu juga mengungkap setidaknya 71,13% masyatakat pernah mendengarkan podcast, setidaknya sekali dalam enam bulan terakhir. Dari survei tersebut, podcast juga mengungguli radio sebagai konten audio yang paling diminati.

Ada berbagai platform untuk mendengarkan podcast. Namun, responden dari berbagai kota di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua umumnya masih memilih Spotify (66,2%) dan Google Podcast (22,2%) untuk mendengar siniar favoritnya. Berikutnya ada Soundcloud dengan Raihan suara 5,78%, dan platform penyedia podcast lokal, Inspigo baru mampu menarik perhatian 0,84% responden.

Berikutnya, iklan berdatangan...

Iklan Berdatangan

Sebagai pemain lokal di antara raksasa global, Inspigo tetap melihat peluang yang menjanjikan. “Milenial di Indonesia ini jumlahnya 84 juta, gede banget untuk ukuran pasar,” kata Yoris Sebastian, Co-Founder Inspigo.

Dengan membidik kalangan working milenial, Inspigo mencatatkan jumlah pengguna baru sebesar 100% selama pandemi Covid-19. Selain itu, pada bulan Juni, kenaikan jumlah pendengar di Inspigio mencapai 74% secara year on year (y-o-y).  

Lonjakan pengguna layanan Inspigo juga dipicu karena platform ini membuka konten-konten premium-nya menjadi gratis sejak Maret lalu. Hingga kini, Inspigo telah diunduh lebih dari 100 ribu kali di Google Play Store.

Pengguna Inspigo bisa menikmati episode podcast dari lebih dari 350 pembicara. Beberapa nama yang tercatat pernah menjadi pembicara di podcast Inspigo antara lain Najwa Shihab, Andi F Noya, hingga Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama. Bagi pengguna yang ingin mendengar semua episode dalam album, Inspigo menerapkan model subscribe yang dibanderol Rp 30.000 per bulan.

Tidak hanya dari subscribe, Inspigo juga mengeksplorasi berbagai model bisnis di podcast. Salah satunya dengan memberikan wadah bagi korporasi untuk menjangkau konsumennya melalui berbagai pelatihan maupun seminar.

Strategi ini menurut Yoris membuat pertumbuhan Inspigo dapat lebih cepat dari segi bisnis, maupun jumlah pengguna. Meningkatnya jumlah pengguna kemudian mendatangkan iklan, salah satunya dari Singapore Airlines.

“Media tidak lepas dari pemasang iklan. Meski begitu, Inspigo di awal perkembangannya lebih fokus mengembangkan diri sebagai platform Business to Business (B2B) bagi korporasi,” Kata Yoris.

Aliran dana pengiklan ke bisnis podcast terekam dalam riset PricewaterhouseCoopers (PWC). Pendapatan iklan podcast secara global diproyeksikan mencapai US$ 864 juta pada tahun 2020 ini. Pendapatan ini berpotensi naik hingga US$ 1,04 Miliar atau Rp 147 Triliun di 2021. 

Belum ada data spesifik mengenai iklan di podcast Indonesia. Namun, benih bisnis yang baru berkecambah ini diyakini akan tumbuh subur. Ahli Ekonomi Digital Universitas Padjadjaran Irsyad Kamal menyebut podcast sudah semakin familiar di antara para pengiklan.

“Industri sudah tahu cara mainnya. Mereka juga paham industri podcast ini nieche market, jadi sudah tahu podcaster yang selaras dengan campaign-sama,” kata Irsyad kepada katadata.co.id, Jumat (14/07) lalu.

Reporter: Muhamad Arfan Septiawan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...