Startup Pertanian dan Perikanan Bersaing Rebut Perhatian Investor
Sejumlah investor menilai peluang startup sektor pertanian dan perikanan (agritech) untuk tumbuh sangat besar. Jumlah pemain dan adopsi teknologi di bidang ini pun diramal masif, terlebih saat pandemi corona.
Founding Partner AC Ventures Pandu Sjahrir mengungkapkan dua tren di sektor agritech. Pertama, banyaknya lulusan universitas terbaik di luar negeri yang masuk ke bidang ini. Kedua, adopsi teknologi di sektor perikanan Indonesia mulai masif.
“Suatu hari nanti, Anda akan tahu ikan yang disantap saat makan malam berasal dari nelayan mana. Sejarah kepuasan pelanggan ini bakal menjadi insentif bagi nelayan atau Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk konsisten menjual produk,” kata Pandu dalam webinar Regional Summit yang diadakan Katadata bertajuk 'Strategi Mempercepat Pemulihan Ekonomi dari Krisis', Selasa (2/11).
Pertanian modern seperti itu sudah terjadi di Tiongkok. Di Negeri Panda, sektor ini dihiasi teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (artificial inteligence/AI), jaringan internet generasi kelima (5G), pesawat tanpa awak (drone) hingga e-commerce khusus pangan.
Di Indonesia, “(perubahan) ini akan terjadi lebih cepat dari yang Anda pikirkan. Ini sedang dilakukan (oleh sejumlah startup Tanah Air),” kata Pandu.
Berdasarkan laporan CompassList berjudul ‘Indonesia Agritech Report 2020’, ada empat jenis startup pertanian dan perikanan di Nusantara yakni pembiayaan, pengembangan teknologi, e-commerce, edukasi dan pendampingan.
Di bidang pembiayaan, setidaknya ada lima tekologi finansial (fintech) yang memberikan kredit kepada petani yakni iGrow, TaniFund, Crowde, Vestifarm, dan Tanijoy. Berdasarkan situs resmi iGrow, total pendanaan yang disalurkan mencapai Rp 251,7 miliar. Pinjaman yang masih berjalan atau oustanding Rp 139 miliar.
iGrow mengidentifikasi tanaman yang paling dibutuhkan di pasar, stabilitas harga dan karakteristiknya. Kemudian menghubungkan petani dan pemilik lahan yang bisa digunakan, serta membuka akses pembiayaan. Saat ini, perusahaan mempekerjakan 7.500 lebih petani di 2500 hektare.
Sedangkan Crowde menawarkan pinjaman modal bagi petani dengan skema setor hasil panen. Komoditas yang disasar seperti padi, jagung dan cabai.
Besaran setorannya berbeda-beda untuk setiap komoditas. Cabai misalnya, petani yang membudidayakan lahan minimal 2.500 meter persegi menyetorkan hasil panen 1,75 ton. Sedangkan petani padi dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10 ribu meter persegi, hasil panen yang disetor 5,7 ton.
Berdasarkan situs resminya, perusahaan telah menyalurkan pinjaman Rp 132 miliar kepada 18 ribu petani. Sedangkan jumlah pemodalnya 62 ribu lebih.
Lalu Vestifarm menyediakan pembiayaan dengan skema patungan. Dana yang terkumpul Rp 41,94 miliar untuk proyek seperti penggemukan sapi potong, udang vannamei hingga ladang bawang.
Sedangkan Tanijoy memberikan alternatif pembiayaan, pelatihan dan edukasi, akses pasar, dan pemanfaatan teknologi di sektor pertanian. Startup ini sudah menyalurkan pinjaman Rp 6,9 miliar. Total petani yang bergabung 1.820 dengan 109,4 hektare lahan yang dikelola.
Kemudian TaniFund merupakan bagian dari TaniGroup. Fintech ini telah menyalurkan pembiayaan Rp 159,23 miliar kepada petani.
Selain TaniFund, TaniGroup memiliki platform e-commerce khusus produk sayuran, ikan hingga daging yakni TaniHub. Pada September lalu, Co-Founder sekaligus President TaniGroup Pamitra Wineka mengklaim bahwa rerata pendapatan mitra petani meningkat 20-25% setelah bergabung.
Perusahaan telah menggaet lebih dari 30 ribu petani per Maret, dan ditarget 1 juta dalam lima tahun ke depan. “Tahun depan targetnya bisa ekspor," kata Pamitra saat konferensi pers virtual, Maret lalu (3/3).
Di sektor e-commerce, setidaknya TaniFund bersaing dengan sembilan pemain lain di Indonesia. Mereka di antaranya HappyFresh, Sayurbox, Brambang, Tukangsayur.co, 8Villages, Chilibeli, Kedai Sayur, Etanee, dan Kecipir.
Sayurbox telah menggaet 1.000 petani di beberapa daerah, termasuk Surabaya dan Bali. Head of Communications Sayurbox Oshin Hernis mengatakan, rata-rata pendapatan petani yang menjadi mitra meningkat 10 kali lipat. “Ini karena kami menyerap seluruh hasil panennya. Kalau tengkulak biasanya memilih yang bagus saja,” kata dia kepada Katadata.co.id, September lalu (4/9).
Hasil panen dipasarkan melalui platform Sayurbox, dan dikategorisasi berdasarkan kualitasnya. “Ada yang namanya imperfect product. Ada grade a, b, c,” ujar Oshin. Kalaupun masih ada produk yang belum terjual namun layak konsumsi, maka perusahaan akan menjualnya secara offline. Dengan skema ini, perusahaan memaksimalkan potensi penjualan hasil panen para mitra petani.
Sedangkan Kedai Sayur menggaet Kementerian Pertanian dan petani di Cianjur, dengan model operasi petani. Lalu, berkolaborasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM untuk model bisnis dan operasi antara kementerian, koperasi binaan, dan swasta.
Kedai Sayur juga dalam pembicaraan dengan fintech untuk membantu petani di Jawa Timur, dari sisi pembiayaan modal kerja. “Sebagian besar, kami sebagai offtaker. Menghubungkan petani dengan pasar melalui platform digital,” kata Co-Founder sekaligus CEO Kedai Sayur Adrian Hernanto kepada Katadata.co.id, September lalu.
Beberapa dari startup pertanian di atas juga memberikan edukasi dan pendampingan kepada petani, seperti TaniGroup dan 8Villages melalui platform Lisa. Selain itu, 8Villages masuk di kategori pengembangan teknologi melalui Datahub.id untuk memantau hasil survei lapangan secara langsung atau real-time.
Sedangkan e-commerce khusus produk perikanan yakni Aruna dan FishOn. Aruna menggaet ribuan nelayan di 31 lokasi, dan mengekspor hasil laut ke 10 negara di Asia Tenggara, Asia Timur, Amerika Utara, dan Timur Tengah. Di dalam negeri, produk-produknya dijual melalui Tokopedia dan Shopee.
Pada Agustus lalu, Aruna pun memperoleh pendanaan US$ 5,5 juta atau sekitar Rp 81,2 miliar dari East Ventures, AC Ventures, dan SMDV. Tambahan modal ini datang di tengah pertumbuhan bisnis yang mencapai 86 kali lipat, meski ada pandemi virus corona.
Di bidang pengembangan teknologi, setidaknya ada lima pemain. Pertama, eFishery yang memperoleh pendanaan seri B dari Go-Ventures besutan Gojek, Northstar Group, Aqua-spark, dan Wavemaker Partners pada Agustus lalu.
eFishery menyediakan perangkat pemberi pakan otomatis (autofeeder) untuk ikan dan udang. Dana segar yang diperoleh pun akan digunakan untuk pengembangan produk dan menargetkan pertumbuhan bisnis 10 kali lipat.
Pada hari ini, eFishery juga mengumumkan kerja sama dengan waralaba makanan Baba Rafi untuk mengelola tambak udang vaname berbasis Internet of Things (IoT). Pada fase pertama, eFishery akan mengelola 71 tambak seluas 40 ribu meter persegi.
Kedua, Jala Tech menyediakan analisis data, alat untuk meningkatkan kualitas air di kolam tambak udang bernama Baruno dan platform laporan budidaya. Ketiga, HARA yang merupakan platform data exchange yang merangkum informasi terkait profil usaha mitra petani.
Data yang ditransaksikan di HARA berupa identitas petani sebagai penyedia data; geotagging seperti luas, lokasi, dan kepemilikan lahan; kultivasi seperti waktu dan jenis tanaman, pupuk dan obat yang dipakai; ekologi seperti cuaca dan tipe tanah; hingga nilai transaksi atas penjualan hasil panen. Startup ini juga mengadopsi blockchain.
Keempat, Habibi Garden yang menyediakan perangkat berbasis digital di sektor pertanian. Produknya yakni Habibi Grow untuk pengolahan pupuk, penyiraman, pemupukan, pemberian pestisida, dan pendinginan otomatis melalui ponsel. Lalu Habibi Cooling System atau pompa pendinginan yang dilengkapi nozle pengkabutan air.
Kemudian, Habibi Climate atau sensor termohygrometer pada lahan greenhouse. Lalu, Habibi Drip Tape, selang pipih yang memiliki membrane khusus untuk mengatur tekanan. Terakhir, HabibiCam yang merupakan alat pantau pertumbuhan fisik tanaman dan keamanan kebun melalui ponsel.
Kelima, BIOPS Agrotekno yang menyediakan alat pantau tanaman di dalam dan luar ruangan, serta sistem penyiraman otomatis atau siramot. Mereka juga menyediakan dasbor digital untuk memantau dan mengontrol kegiatan pertanian.
Minat Investor terhadap Startup Perikanan dan Pertanian
Direktur Utama Mandiri Capital Eddi Danusaputro mengatakan, pandemi Covid-19 berpengaruh besar terhadap startup pertanian dan perikanan. “Kalau pandemi ini lama, maka impor produk pangan akan lebih sulit. Ini harus diperkuat oleh ekosistem agrikultura di dalam negeri,” ujarnya dalam acara media gathering virtual Asosiasi Modal Ventura untuk Startup lndonesia (Amvesindo) bertajuk ‘Mengupas Dinamika dan Tren Pendanaan Startup 2020-2021’, Senin (2/11).
Direktur Investasi BRI Ventures William Gozali pun menilai bahwa startup di bidang penyediaan bahan pokok berpeluang tumbuh pesat tahun depan. “Ada permasalahan-permasalahan yang belum terjawab (di sektor ini),” kata dia. “Efek pandemi, startup yang mendorong rantai pasok, prospeknya masih sangat bagus.”
Namun, Investment and Venture Partner di UMG Idealab Jefry Pratama mengatakan, bidang e-commerce merupakan cara termudah bagi startup agritech untuk menghasilkan uang. Jumlah perusahaan rintisan yang bergerak di bidang e-commerce pertanian pun cukup banyak.
Akan tetapi, sedikit startup agritech Indonesia yang mengandalkan AI, analisis data, robotika, atau teknologi mendalam (deeptech) seperti rekayasa genetika. Jefry menilai, salah satu penyebabnya yakni minimnya talenta digital.
“Kurangnya teknologi canggih di startup agritech Indonesia merupakan peluang pertumbuhan yang lebih besar di bidang logistik, rantai pasokan, dan infrastruktur,” demikian kata Jefry dikutip dari laporan CompassList berjudul ‘Indonesia Agritech Report 2020’ yang dirilis Maret lalu.
UMG Idealab sendiri sudah berinvestasi di pengembang teknologi sensor, drone, dan aplikasi seluler untuk petani, MSMB yang digagas oleh dosen dan mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada (UGM). UMB Idealab merupakan inkubator startup dan cabang modal ventura korporasi dari konglomerat UMG yang berbasis di Myanmar.
Jefry menilai, ekosistem Indonesia agak mirip dengan India, yakni negara besar dengan pembangunan infrastruktur yang tertinggal di daerah perdesaan. Sedangkan di Tanah Air, potensi sektor pertanian dan perikanan cukup besar.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, total investasi di sektor ini pada tahun lalu mencapai Rp 57 triliun. Investasi asing di bidang ini bahkan berkontribusi 3% dari total yang masuk ke Indonesia.