Pertarungan Ketat Fintech di Balik Investasi Gojek dan Grab ke LinkAja

Desy Setyowati
10 Maret 2021, 17:01
Mengintip Alasan di Balik Investasi Gojek dan Grab ke Fintech LinkAja
Katadata/Desy Setyowati
Aplikasi Grab LinkAja Gojek
  • Gojek dan Grab disebut-sebut bersaing dalam berinvestasi di fintech milik negara LinkAja sejak 2020.
  • Investasi Gojek di LinkAja dikabarkan untuk mengantisipasi potensi merger OVO dan DANA.
  • LinkAja menyediakan layanan pembayaran di banyak transportasi umum, dan merambah pasar syariah.

 Decacorn Tanah Air Gojek dan asal Singapura Grab berinvestasi di perusahaan teknologi finansial pembayaran LinkAja. Fintech milik negara ini berfokus menyediakan jasa pembayaran layanan publik seperti transportasi, serta merambah bisnis syariah.

Grab lebih dulu berpartisipasi dalam putaran pendanaan seri B LinkAja pada November 2020. Gojek mengumumkan keikutsertaannya pada Selasa (9/3). Total komitmen dari investasi ini US$ 100 juta lebih atau sekitar Rp 1,4 triliun.

“Sebagai dua perusahaan nasional terdepan, kolaborasi ini memberi kesempatan untuk menggabungkan kekuatan teknologi dan jangkauan luas dari masing-masing perusahaan,” kata Co-CEO Gojek Andre Soelistyo dalam siaran pers, Selasa (9/3).

Andre mengatakan bahwa investasi itu menambah opsi pembayaran di platform-nya, selain GoPay. Apalagi, fintech berpelat merah ini berfokus pada pembayaran layanan publik, ritel, dan kebutuhan sehari-hari. Selain itu, 80 % pengguna berasal dari kota-kota tingkat (tier) dua dan tiga.

“Dengan LinkAja sebagai mitra strategis, kami berharap dapat menjangkau lebih banyak konsumen dan pelaku usaha dengan berbagai skala bisnis, serta memberi mereka tambahan kemudahan dan kenyamanan dalam bertransaksi,” ujar dia.

Pada November 2020, Managing Director of Grab Indonesia Neneng Goenadi menyampaikan bahwa investasi di LinkAja untuk memperluas ekosistem. “Kolaborasi strategis antara LinkAja dan ekosistem digital kami, termasuk OVO dan Tokopedia, memungkinkan perusahaan menyediakan beragam layanan cashless bagi semua lapisan masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Saat itu, Grab memimpin putaran pendanaan ke LinkAja. Investor lain yang berpartisipasi yakni Telkomsel, BRI Venture, dan Mandiri Capital.

Dalam penggalangan dana investasi itu, Credit Suisse dan Hiswara Bunjamin & Tandjung bertindak sebagai lembaga eksklusif penempatan dana dan penasihat hukum LinkAja. Sedangkan Hadiputranto, Hadinoto & Partners sebagai penasihat hukum Grab.

Pada Juli 2020, sumber Kr-Asia menyampaikan bahwa Gojek dan Grab bersaing untuk berinvestasi di LinkAja. “Bagi Gojek, ini tentang mengalahkan Grab,” ujar sumber yang mengetahui persoalan tersebut.

Apalagi, sempat muncul rumor bahwa OVO akan bergabung dengan DANA. Tahun lalu, raksasa teknologi Tiongkok, Alibaba dikabarkan dalam pembicaraan dengan Grab untuk investasi.

Jika hal itu terjadi, potensi OVO dan DANA merger dinilai semakin besar. Itu karena OVO didukung oleh Grab. Sedangkan unit bisnis keuangan Alibaba yakni Ant Financial dan Emtek Grup memiliki saham di DANA.

“Apabila OVO dan DANA bergabung, mereka akan berada dalam posisi yang kuat melawan GoPay,” kata salah satu dari empat sumber Kr-Asia.

Di satu sisi, LinkAja sedang menggalang pendanaan seri B yang ditargetkan mencapai US$ 200 juta sejak tahun lalu. Sumber Kr-Asia lainnya menyampaikan, induk Shopee yakni Sea Group tertarik untuk berinvestasi di LinkAja. “Tetapi tidak memberikan cukup uang,” kata dia.

Meski begitu, Sea Group mengembangkan ShopeePay di Indonesia. Beberapa lembaga riset menyebutkan fintech yang terintegrasi dengan Shopee ini memimpin pasar sejak pertengahan tahun lalu.

Menurut CEO BRI Ventures Nicko Widjaja, ekosistem fintech Indonesia mirip Tiongkok. “Berkaca dari sana, sangat masuk akal jika pemain fintech pembayaran Indonesia, yang menguasai pangsa pasar lebih kecil, memilih bekerja sama dengan mitra strategis," ujar dia kepada Katadata.co.id, Juni tahun lalu (16/6/2020).

Di Negeri Panda, tersisa dua pemain fintech pembayaran besar yakni WeChat Pay dan Alipay. Maka, menurutnya, kabar OVO dan DANA sepakat merger untuk bersaing dengan GoPay besutan Gojek sangat mungkin terjadi.

Lagi pula, merger akan memperkuat ekosistem di industri fintech. "Jika berkaca ke pasar Indonesia secara spesifik, kunci sukses industri fintech yakni kolaborasi," kata Nicko.

Riset Dealroom, Finch Capital dan MDI Ventures yang dirilis bulan ini, lanskap strategi ‘exit’ startup fintech di regional sejak 2015 sebagian besar berupa merger dan akuisisi. Target utamanya yakni perusahaan di sektor pembayaran dan manajemen investasi.

Tren konsolidasi sektor fintech Tanah Air dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

TahunKonsolidasi
2017Startup on-demand, Gojek mengakuisisi fintech pembayaran, Kartuku
2019Fintech pembayaran, OVO berinvestasi di fintech agregator, Bareksa
OVO mengakuisisi fintech lending, Taralite
Akulaku mengakuisisi Bank Yudha Bhakti yang kini menjadi Neo Commerce
2020Gojek mengakuisisi startup point of sales, Moka
Fintech lending, Finaccel mengakuisisi perusahaan multifinance, Swarna Niaga Finance 

Sumber: Data diolah

Dealroom, Finch Capital dan MDI Ventures memperkirakan, tren merger dan akuisisi meningkat pada 2020 hingga 2023. “Namun fokusnya pada startup asuransi (insurtech) dan penyedia solusi bisnis tahun ini,” demikian dikutip dari situs resmi Dealroom, September tahun lalu (8/9/2020).

Grab dan Gojek Terpincut Gurita Bisnis LinkAja 

LinkAja mencatatkan pertumbuhan transaksi lebih dari empat kali pada tahun lalu. Jumlah pengguna mencapai 66 juta lebih per Februari.

Direktur Utama LinkAja Haryati Lawidjaja menyampaikan, perusahaan berfokus pada segmen yang belum terakses layanan keuangan (unbanked) dan yang kurang terlayani (underbanked). "Menyasar kota tier dua dan tiga, kebutuhan sehari-hari masyarakat, dan ultra mikro," kata dia kepada Katadata.co id, Rabu (10/3).

LinkAja juga mencatatkan pertumbuhan jumlah mitra penjual lima kali lipat pada tahun lalu. Hingga saat ini, perusahaan telah menggaet lebih dari satu juta merchant lokal dan 350 ribu skala nasional.

Ekosistem LinkAja
Ekosistem LinkAja (LinkAja)

Fintech berpelat merah itu memperkuat posisinya pada layanan pembayaran transportasi. Jasanya tersebar layanan transportasi. Ada di Kereta Commuter Indonesia, LRT Jakarta, MRT Jakarta, TransJakarta, Railink, Bluebird, Trans Jogja, Trans Semarang, dan Trans Batam. Juga merambah LRT Palembang, travel antar-kota, ASDP Indonesia Ferry, Citilink Indonesia, Garuda Indonesia, Inairport, dan Damri.

Opsi pembayaran LinkAja juga sudah tersedia di aplikasi Gojek, Grab, dan Bonceng sejak 2019. Total ada 230 moda transportasi yang dirambah perusahaan.

Selain itu, menjadi mitra pembayaran parkir kendaraan di Parkee, Sky Parking, dan Soul Parking. LinkAja juga melayani pembayaran pembelian bahan bakar minyak (BBM) di 5.873 SPBU Pertamina.

Untuk menyasar pengguna di desa, LinkAja menyediakan layanan menggunakan USSD *800# bagi pengguna ponsel lawas (feature phone). LinkAja juga bisa memanfaatkan laku pandai kepunyaan bank milik negara atau Himbara.

LinkAja juga memiliki platform LinkAja syariah. Jumlah penggunanya mencapai 2 juta per Februari. Layanan ini diklaim sebagai uang elektronik berbasis syariat pertama di Indonesia, dan satu-satunya.

Pada April 2020, Komisaris Utama LinkAja Heri Supriadi mengatakan bahwa LinkAja syariah berpotensi masuk ke pasar lain. “Pada dasarnya kami bisa agregasi ke negara-negara yang komunitas muslimnya besar. Jadi, kami bisa memimpin digitalisasi keuangan syariah di Indonesia,” kata Heri saat video conference. “Saya pikir potensi itu banyak ke Pakistan, Bangladesh, dan lainnya.”

Kendati begitu, perusahaan besutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu berfokus menggarap pasar Tanah Air terlebih dulu. Heri ingin, LinkAja unggul di segmen keuangan syariah digital.

Pada tahun lalu, perusahaan juga berdiskusi dengan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag). “Ketimbang pakai tunai saat haji atau umrah, lebih praktis pakai LinkAja. Ini sudah kami diskusikan. Saya rasa, semua shareholder sangat mendukung untuk ke sana,” kata Heri.

LinkAja juga menyasar pasar tradisional. Fintech ini menggelar program Grebek Pasar di 15 kota selama Oktober-Desember 2020.

Perusahaan juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menyediakan layanan belanja online di 18 pasar tradisional di Jakarta sejak Mei 2020. Melalui layanan ini, pengguna bisa memesan produk dengan menghubungi mitra LinkAja lewat WhatsApp.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...