Bisnis Startup Logistik Shipper Tumbuh 6 Kali Berkat E-Commerce
Startup agregator logistik Shipper mencatatkan pertumbuhan bisnis enam kali lipat sejak awal tahun. Ini terdongkrak tren belanja online di e-commerce selama pandemi Covid-19.
CMO Shipper Jessica Hendrawidjaja mengatakan, salah satu variabel pendorong pertumbuhan bisnis yakni meningkatnya jumlah jaringan mitra seperti e-commerce dan pedagang online.
"Kami enabler yang mendukung perkembangan bisnis. Maka, saat mereka (e-commerce dan pedagang online) tumbuh, kami juga diuntungkan," kata Jessica dalam acara Shipper Journalist Academy, Kamis (14/10).
Transaksi Shipper juga semakin meningkat saat festival belanja Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas). Shopee misalnya, mencatatkan tiga juta kunjungan dalam satu jam pertama 12.12 2020.
Catatan kunjungan pengguna ke Shopee tersebut meningkat hingga delapan kali lipat dibandingkan Harbolnas 12.12 2019. E-commerce ini pun berhasil menjual 12 juta produk dalam waktu 24 menit pertama Harbolnas 2020.
Facebook dan Bain & Company juga memperkirakan, nilai transaksi belanja online di Indonesia hampir US$ 72 miliar atau sekitar Rp 1.047,6 triliun pada 2025. Angka ini melonjak dibandingkan proyeksi awal US$ 48 miliar.
Sektor logistik pun mendulang untung selama pandemi Covid-19. Berdasarkan laporan Ken Research, tren pendapatan pasar logistik Indonesia terus meningkat hingga 2024.
Pendapatan logistik di Tanah Air diprediksi US$ 220,9 miliar tahun lalu dan US$ 300,3 miliar pada 2024. Ini termasuk angkutan barang, pergudangan, kurir, ekspres, dan parsel.
Selain itu, terdapat nilai tambah layanan dan segmen logistik rantai dingin (cold chain logistics segments).
Variabel pertumbuhan bisnis Shipper lainnya yaitu pesatnya pertumbuhan gudang. Pada awal tahun lalu, Shipper hanya mempunyai 20 gudang. Kini jumlahnya 300 gudang di 35 kota.
Co-Founder sekaligus COO Shipper Budi Handoko mengatakan, Shipper memilih kategori sektor logistik sebagai agregator. Potensinya pun dianggap besar.
Sebab, Shipper bisa menggaet berbagai pemain, mulai dari e-commerce seperti Shopee, Lazada hingga Tokopedia, penyedia jasa ekspedisi seperti JNE dan J&T, serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
"Jadi, kami bisa sebagai enabler semua ekosistem logistik. Dari yang awalnya terfragmantasi menjadi tidak terfragmantasi," katanya.
Dari sisi monetisasi, Shipper tidak memungut biaya ke pengguna, melainkan mengambil komisi dari mitra atas permintaan layanan melalui platform Shipper. Perusahaan juga memonetisasi layanan pergudangan, seperti akses keluar masuk, keamanan, hingga asuransi.
Tahun ini, Shipper memperoleh pendanaan Seri B US$ 63 juta yang dipimpin oleh DST Global Partners dan Sequoia Capital India. Investor sebelumnya yang berpartisipasi yakni Prosus Ventures, Floodgate, Lightspeed, Insignia Ventures, AC Ventures, dan Y Combinator.
Dana segar itu diraih oleh Shipper kurang dari satu tahun setelah mendapatkan pendanaan Seri A pada Juni 2020 lalu.
Head of External Affairs Shipper Wilson Andrew mengatakan, Shipper akan memanfaatkan pendanaan tersebut untuk dua hal utama yakni investasi sistem dan teknologi, serta menambah jaringan operasional.
"Kami menambah cakupan gudang juga cakupan mitra ekspedisi," katanya.
Shipper juga mulai mengembangkan pasar pengiriman ekspor atau internasional shipping. "Kami awalnya fokus dulu di Asia," kata Wilson.