Valuasi Pasar Induk Shopee dan Grab Anjlok, Status Decacorn Terancam
Kapitalisasi pasar Grab dan induk Shopee, Sea Group disebut-sebut melorot tajam. Regulasi ketat di India dan ‘bakar uang’ dinilai menjadi penyebab penurunan valuasi.
Berdasarkan data YCharts, kapitalisasi pasar Sea Group US$ 50,11 miliar kemarin (25/4). Nilainya turun drastis dibandingkan Oktober 2021 sekitar US$ 200 miliar.
Situs penelitian saham, Seeking Alpha menilai bahwa valuasi Sea Group sebelumnya terlalu mahal jika dibandingkan dengan emiten sejenis MercadoLibre, e-commerce asal Argentina.
“Valuasi ini cukup adil mengingat keterpurukan Sea Group baru-baru ini. Namun masih terlalu murah dibandingkan dengan penilaian historis bisnis dan peningkatan kepemimpinan pasar di pasar-pasar utama,” demikian dikutip dari Seeking Alpha, pekan lalu (21/4).
Katadata.co.id mengonfirmasi kepada Sea Groupbterkait penurunan kapitalisasi pasar. Namun belum ada tanggapan hingga berita ini dirilis.
Pada Februari, Sea Group memang kehilangan kapitalisasi pasar harian lebih dari US$ 16 miliar atau Rp 228 triliun setelah India memblokir game besutannya Free Fire. Investor Sea Group khawatir pemblokiran bisa merembet ke aplikasi e-commerce, Shopee di India.
Free Fire merupakan aplikasi game populer global besutan anak perusahaan Sea, Garena. Gim bergenre battle royale ini mempunyai pangsa pasar yang besar di India.
Berdasarkan data dari App Annie, 40 juta dari 75 juta pengguna aktif bulanan Free Fire berasal dari India. Walaupun India kalah dibandingkan Indonesia dari sisi jumlah pemain gim (gamer), sebagaimana Databoks berikut:
Sebulan setelah pemblokiran tersebut, Sea Group menegaskan bahwa keputusan untuk menutup Shopee di India. Padahal e-commerce ini baru hadir di India pada September tahun lalu.
Meski begitu, induk Garena ini membantah bahwa keluarnya Shopee karena pemblokiran Free Fire. Hal ini lebih karena ketidakpastian pasar global.
Shopee juga keluar dari pasar Prancis. “Keluarnya Sea dari kedua pasar ini mungkin tampak menghancurkan ambisi pertumbuhan global jangka panjang,” demikian dikutip dari Seeking Alpha.
Namun, Seeking Alpha melihat bahwa India dan Prancis bukan pasar yang bakal memberikan keuntungan jelas dan jangka panjang bagi keuntungan Sea Group. Profitabilitas dinilai lebih mungkin didapat dari pasar inti di Asia Tenggara atau Amerika Latin.
“Sea masih hadir di beberapa pasar global lain, seperti Polandia dan Spanyol, yang menawarkan jalan untuk ekspansi. Pasar Asia Tenggara juga masih menawarkan potensi pertumbuhan jangka panjang yang signifikan,” demikian dikutip.
Selain Shopee, kapitalisasi pasar Grab anjlok dari sekitar US$ 40 miliar menjadi US$ 10,7 miliar hari ini. “Valuasi turun signifikan. Keberatan kami yakni bahwa perusahaan masih ‘bakar uang’ yang sangat tinggi,” demikian isi laporan Seeking Alpha.
Grab mencatatkan pendapatan anjlok 44% dari tahun ke tahun (year on year/yoy) menjadi US$ 122 juta atau sekitar Rp 1,8 triliun pada kuartal akhir tahun lalu. Alhasil, kerugiannya membengkak menjadi US$ 1,1 miliar atau setara Rp 15,8 triliun.
Decacorn asal Singapura itu mengatakan, pendapatan turun karena perusahaan berinvestasi terlebih dahulu untuk meningkatkan jumlah pengemudi. Ini guna mendukung pemulihan yang kuat dalam permintaan mobilitas.
Hal itu membuat kerugian meningkat menjadi US$ 1,1 miliar. Ini mencakup US$ 311 juta beban bunga non-tunai terkait saham preferen yang dapat ditukar dan ditukarkan.
Laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EBITDA yang disesuaikan negatif US$ 305 juta. Ini karena ada peningkatan investasi berupa insentif bagi mitra pengemudi dan konsumen.
Selain itu, karena investasi strategis di bidang-bidang seperti teknologi dan layanan keuangan.
Secara keseluruhan, pendapatan Grab meningkat 44% yoy menjadi US$ 675 juta sepanjang tahun lalu. Namun kerugiannya US$ 3,6 miliar.
Kerugian itu mencakup US$ 1,6 miliar beban bunga non-tunai terkait dengan saham preferen yang dapat ditukarkan dan ditukarkan milik Grab yang dihentikan setelah pencatatan publik Grab. Selain itu, US$ 353 juta terkait pencatatan publik satu kali.
Nilai transaksi bruto atau GMV Grab meningkat 29% yoy menjadi US$ 16,1 miliar atau sekitar Rp 231,6 triliun sepanjang tahun lalu. Rincian GMV sebagai berikut:
- Layanan pengiriman seperti Grab Express dan GrabFood tumbuh 56%
- Mobilitas seperti taksi dan ojek online turun 14%
- Jasa keuangan 37%
Pengguna yang bertransaksi per bulan turun 2% menjadi 24,1 juta. Sedangkan GMV per pengguna yang bertransaksi per bulan meningkat 31% menjadi US$ 666.
“Fakta bahwa GMV berada di atas kapitalisasi pasar adalah apa yang membuat kami percaya bahwa perusahaan tidak lagi terlalu mahal,” demikian dikutip. “Dua indikator utama yang harus diperhatikan dalam kasus Grab adalah GMV dan margin EBITDA yang disesuaikan.”
Katadata.co.id juga sudah mengonfirmasi penurunan kapitalisasi pasar kepada Grab. Namun belum ada tanggapan hingga berita ini dirilis.