Dari Xurya hingga Waste4Change, Ini Deretan Startup Peduli Lingkungan
Beberapa startup di Indonesia mengembangkan teknologi untuk mengatasi dampak kerusakan lingkungan. Startup tersebut bergerak mulai dari pengembangan energi terbarukan hingga pengolahan sampah.
Xurya misalnya, mengembangkan energi terbarukan yang berasal dari matahari. "Ini cocok dikembangkan di Indonesia, sebab Indonesia berada di garis ekuator," kata CEO dan Founder Xurya Daya Indonesia Eka Himawan, beberapa waktu lalu.
Selain itu, ada startup yang beroperasi mengolah sampah seperti Waste4Change. CEO dan Founder Waste4Change Bijaksana Junerosano mengatakan, Waste4Change menawarkan solusi pengolahan sampah karena kondisi sampah di Indonesia memprihatinkan.
Masyarakat di Indonesia menghasilkan sampah hingga 64 juta ton per tahunnya. "34,8% sampah itu dibakar atau dibuang sembarangan. Kemudian, 15,2% dikirim ke tempat pembuangan akhir," kata Bijaksana.
Kedua startup lingkungan itu pun berhasil mendapatkan pendanaan. Xurya pada tahun ini mendapatkan dana segar senilai US$21,5 juta atau Rp 308 miliar dari East Ventures (Growth Fund) dan perusahaan milik Sandiaga Uno, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk.
Investor lain yang berpartisipasi yakni New Energy Nexus Indonesia dan Schneider Electric. Kemudian
Katadata.co.id sendiri mencatat setidaknya ada enam startup termasuk Xurya dan Waste4Change yang menyasar sektor lingkungan di Indonesia. Beikut ke-enam startup tersebut:
1. Xurya
Xurya merupakan startup energi terbarukan yang membantu menyediakan layanan pemasangan panel surya. Xurya memakai metode zero investment kepada pelanggannya untuk beralih ke panel surya.
Sejumlah klien Xurya diantaranya Tokopedia, Plaza Indonesia, Traveloka, MGM Bosco, Platinum, DHL, hingga Vastland. Xurya telah memasang panel surya di 57 lokasi di Indonesia.
Pada awal tahun ini Xurya mendapatkan pendanaan seri A dari East Ventures dan perusahaan milik Sandiaga Uno, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk senilai US$ 21,5 juta atau Rp 308 miliar.
2. Waste4Change
Waste4Change merupakan startup pengolahan limbah yang didirikan pada 2014. Awalnya startup ini mengolah limbah di satu gedung kantor saja.
Hingga kini, Waste4Change telah menggaet 2000 klien. Waste4Change juga telah mengolah 9 juta kilogram sampah di Indonesia.
Waste4Change mendapatkan pendanaan dari tiga investor yakni Agaeti, East Ventures, SMDV pada 2020. Dikutip dari DealStreetAsia, besaran investasinya disebut-sebut mencapai US$ 3 juta atau sekitar Rp 42,7 miliar.
Managing Partner East Ventures Roderick Purwana mengatakan, perusahaan memberikan pendanaan kepada startup tersebut karena kontribusinya besar dalam menjaga lingkungan. “Kami percaya pentingnya berinvestasi di perusahaan yang tepat. Tidak hanya untuk mengejar profit, tapi juga memberikan dampak sosial dan lingkungan,” ujar Roderick.
3. Jejak.in
Jejak.in merupakan startup yang menyediakan solusi berbasis kecerdasan buatan alias artificial intelligent (AI) dan Internet of Things (IoT) untuk membantu bisnis melakukan perimbangan karbon (carbon offset).
Jejak.in juga mengikuti program akselerasi Gojek Xcelerate. Founder sekaligus CEO Jejak.in Arfan Arlanda mengatakan, perusahaan menggaet pabrik skala besar dan kecil untuk mengurangi emisi karbon. Salah satu produk yang dibuat Jejak.in yakni Tree and Carbon Storage Monitoring Platform, yang dapat mengumpulkan dan menganalisis data ekologis lingkungan.
"Kami berharap masyarakat berpartisipasi aktif ikuti pengurangan jejak karbon," ujar Arfan, pada 2020.
4. Siklus
Startup tersebut mempunyai visi mengurangi polusi plastik. Dengan mengandalkan teknologi, Siklus mengalirkan produk keluar dengan aman dan tepat untuk mengoptimalkan rantai pasok.
Siklus menawarkan layanan isi ulang pada sejumlah produk, seperti sabun, sampo, minyak tanah hingga deterjen. Decacorn asal Singapura, Grab juga merambah sektor ini.
Co-Founder sekaligus CEO Grab Grup Anthony Tan mengatakan, perusahaan mempunyai serangkaian inisiatif untuk mengurangi emisi karbon. “Ini supaya bisnis kami juga dapat tumbuh dan berhasil dalam jangka panjang," katanya dalam siaran pers, (22/6/2021).
5. Refill Aja
Startup asal Bali ini mengusung konsep meminimalkan penggunaan sampah kemasan sekali pakai. Refill Aja menawarkan sejumlah produk pemakaian konsumen yang bisa diisi ulang, seperti pembersih lantai, pembersih piring, detergen cair, sabun tangan, dan sabun cair.
6. Mycotech Lab (MYCL)
Perusahaan fesyen ini menjalankan bisnis sosial dengan memanfaatkan limbah pertanian sebagai bahan material pakaian. Mereka menyulap limbah agrikultur seperti jamur menjadi benang.
MYCL berhasil menggaet pasar global dengan model bisnis yang dijalankan. Perusahaan ini berhasil menembus Amerika Serikat dan Singapura.
MYCL pada Juni 2021 lalu berhasil menggaet brand asal Jepang bernama Doublet. Produk kerja sama itu sukses diperkenalkan dalam pagelaran Paris Fashion Week.
Produk ramah lingkungan kini menjadi mulai banyak diminati oleh masyarakat. Hasil survei Katadata Insight Center (KIC) “Katadata Consumer Survey on Sustainability” menunjukkan sebanyak 60,5% konsumen membeli produk berkelanjutan atau ramah lingkungan karena ingin melestarikan bumi. Berikut hasil survei tersebut: